Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyusun Rangkaian Pertaubatan

18 Februari 2015   07:35 Diperbarui: 10 Januari 2016   16:36 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Purwalodra

Ketika kita menyadari banyaknya kesalahan dan dosa-dosa yang pernah kita perbuat, maka jalan satu-satunya untuk memberi ketenangan dalam bathin dan jiwa kita adalah menyusun berbagai rangkaian pertaubatan. Karena dalam hidup kita sebagai manusia, selalu dikaruniai  kemampuan berfikir, apapun itu. Kemampuan berfikir inilah yang menyebabkan manusia mampu menyadari atas keberadaan dirinya, perilakunya bahkan fikirannya sendiri. Sehingga, manusia mampu menyadari bagaimana kondisi fikiran dan hatinya dan bisa merasakan adanya kejanggalan-kejanggalan yang ada pada dirinya.

Sesuatu yang salah atau benar, sesuatu yang berdosa atau berpahala, hanya jiwa yang mampu merasakannya. Sementara, fikiran kita hanya mampu menikmati apa yang dianggap menyenangkan dan mampu menyesali apa yang dianggap menderitakan. Jalan hidup yang salah akan selalu mengakibatkan penderitaan, begitu pula jalan hidup yang benar akan mengantarkan kita pada kondisi yang menyenangkan.

Kehidupan adalah sebuah jaringan. Tidak ada satu hal pun di alam semesta ini yang berada sendirian. Semuanya saling terhubung satu sama lain, tanpa bisa dipisahkan. Perasaan kesepian dan sendiri hanyalah ilusi, karena sejatinya, kita tak pernah sendirian.

Segala masalah yang datang juga adalah bagian dari jaringan kehidupan ini. Semuanya berguna dan berharga, asal ditanggapi tidak melulu dengan pikiran yang analitis, tetapi juga dengan kesadaran. Pikiran untuk menganalisis digunakan seperlunya saja. Sisanya, orang perlu hidup dengan menggunakan kesadarannya.

Pikiran itu memisahkan. Ia menganalisis dan memberi penilaian baik-buruk, benar-salah, pahala-dosa dan sebagainya. Ia adalah alat yang berguna. Namun, jika orang hidup hanya dengan menganalisis dan memisahkan, ia akan terus menderita dalam hidupnya.

Pikiran adalah bagian dari kesadaran. Kesadaran lebih besar dari pikiran. Di dalam kesadaran, orang berhenti untuk menganalisis dan memisahkan. Ia hanya ada "disini dan saat ini" dalam hubungan dengan segala sesuatu yang ada.

Orang yang bisa menemukan dan menggunakan kesadarannya tidak akan pernah merasa takut. Ia hidup tanpa penilaian baik-buruk, benar-salah dan enak-tidak enak. Ia melihat dan menerima apa yang ada "saat ini" sepenuhnya. Ia lalu menemukan kekuatan dan kedamaian hati untuk bertindak sesuai dengan keadaan yang ada.

Ia juga sadar, bahwa kebahagiaan dan cinta yang sejati tidak bisa dicari di luar sana. Keduanya ada di dalam hati manusia. Cinta bukanlah perasaan, melainkan cara hidup "saat ini". Ia selalu ada. Tinggal kita saja yang mencoba meraihnya.

Cinta dan kebahagiaan tidak pernah bisa hilang. Tidak ada yang bisa mengambilnya, karena ia ada di dalam hati setiap manusia. Ketika orang hidup "saat ini", maka otomatis cinta dan kebahagiaan akan muncul. Kesadaran akan "saat ini" juga menghasilkan cinta dan kejernihan pikiran dalam hidup.

Kita harus belajar untuk hidup tanpa pikiran. Kita harus belajar untuk menunda semua analisis dan penilaian kita. Pikiran, analisis dan penilaian hanya digunakan seperlunya saja untuk keperluan praktis, misalnya memasak, bekerja, dan sebagainya. Ketika pikiran ditunda, yang muncul adalah kesadaran. Kesadaran adalah "saat ini", yakni sumber dari segala kedamaian dan kebahagiaan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun