Oleh. Purwalodra.
[caption id="attachment_375939" align="alignright" width="300" caption="Foto koleksi probadi"][/caption]
Hari Minggu ini rencananya kugunakan untuk menyelesaikan tugas kantor yakni, menulis laporan tahunan, kerna Sabtu kemaren kegiatan kampus cukup padat, yang menyita waktu seharian, maka hari minggu ini kurasa tepat untuk menyelesai tugas kantor tersebut. Namun, entah kenapa ketika akan memulai pekerjaan, ada saja gangguan. Semua gangguan ini menjadi menghambat tugas yang seharusnya sudah kelar. Kondisi semakin 'bete' aja ketika sudah hampir Magrib laporan gak selesai-selesai. Sementara deadline laporan besok pagi kudu kelar. Kalo udah gini, satu-satunya jalan, meninggalkan tugas ini dan ngopi, berselancar di FB lalu nulis apa saja yang kumau atau yang kutahu ... nikmaaaat juga sih !!!.
Kenikmatan sesaat ini memang bisa sedikit menghapus kebuntuan fikiran, namun lagi-lagi kondisi fikiran yang 'kemrungsung' ini kembali menyerang. Dan kali ini yang diserang adalah perutku, yang tiba-tiba pengen buang air besar terus. Ujung-ujungnya aku harus minum obat anti buang-buang air, lalu istirahat, kerokan, tidur.
Pikir punya pikir, ternyata, kondisi psikhis yang kualami ini gara-gara tidak mampu menyelesaikan tugas di hari minggu, dan hal ini sangat berpengaruh pada kondisi fisikku sekarang. Saat ini, aku sudah berada dalam tirani troumatis yang mengancam jiwa dan raga. Aku berada situasi yang tidak menguntungkan, fikiran tertekan dan mata tak lagi melihat huruf dengan jelas.
Sebenarnya, aku tidak pernah mengalami hal semacam ini sebelumnya, entah kenapa kondisi 'bete' yang berkepanjangan ini ternyata mengakibatkan 'hubungan pendek' alias koslet antara otak dan jiwa, yang ujung-ujungnya kena percikan penderitaan, adalah tubuh fisik dalam bentuk buang-buang air ... he .. he .. he ..
Jiwa manusia bukanlah sesuatu yang mengambang secara metafisis, melainkan selalu terkait dengan sisi biologis manusia. Organ yang paling erat hubungannya dengan jiwa adalah otak. Sementara itu, jiwa manusia memiliki tiga keadaan dasar, yakni keadaan senang, penuh tekanan dan keadaan traumatik. Ketika orang merasa senang, dunia seolah terbuka untuknya. Dia siap untuk merengkuh beragam kemungkinan yang ada. Kecemasan jauh dari hidupnya. Namun, ketika orang merasa tertekan, dunianya seolah tertutup. Ia selalu terjaga dan cemas. Ia tidak bisa tenang. Ia selalu waspada, andaikan nasib buruk menimpanya.
Ketika orang merasa tertekan, ia menjalani hidupnya dengan berat. Ia butuh banyak sekali energi untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Tertekan adalah dampak langsung dari trauma yang terpendam. Di dalam keadaan ini, orang akan gampang lelah, walaupun hanya melakukan pekerjaan yang ringan.
Keadaan ketiga adalah keadaan trauma, yakni ketika orang mengalami peristiwa yang amat menyakitkan dirinya. Jejak peristiwa itu masih terasa, walaupun peristiwa itu sudah lama berlalu. Di dalam keadaan ini, orang akan melihat dunia secara gelap. Kenyataan menjadi begitu menyakitkan, walaupun ia hanya menjalani kegiatan sehari-hari yang biasa.
Kembali ke kondisi diatas, memang awalnya sih tidak pernah terasa ada gesekan antara pekerjaan yang harus kelar, dengan kondisi tekanan yang bakal muncul ketika pekerjaan belum bisa kuselesaikan tepat waktu. Namun, lama-kelamaan kondisi fisik ini tidak bisa berbohong, ia mengingatkan padaku bahwa ada sesuatu yang tidak beres di dalam, antara bathin dan fikiran. Nah, kalo sudah begini biasanya saya pasang badan aja. Terserah atasan aja, mo digimanain, terserah dech. Kuterima dengan ikhlas aja. Wallahu A'alam Bishshawab.
Bekasi, 17 November 2014.