Oleh. Purwalodra
Judul tulisan ini saya ambil dari kata-kata Mario Teguh dalam acara Golden Ways. Makna judul tulisan tersebut, mungkin cukup sederhana, yakni jangan menggurui siapapun, jangan sok tahu, jangan merasa benar sendiri, jangan sombong, dan makna lainnya yang mampu menafsirkan judul diatas. Namun demikian, konsekuensi dari judul tersebut tidaklah sesederhana yang kupahami. Karena, makna 'memuridkan diri' atau menjadikan diri kita murid bagi siapapun dan apapun, akan sulit kita genapi jika kita tidak mampu merendahkan diri kita kepada siapapun dan apapun yang ada di jagad semesta ini. Kekuatan kita mengalahkan 'ego' adalah kunci dari semua ini. Karena, seperti halnya konotasi 'menggurui' merupakan kata yang menunjukkan kesombongan diri, bahkan kita seakan-akan lebih dari siapapun, sementara orang lain selalu berada dibawah kita.
'Memuridkan diri' adalah lawan kata dari menggurui orang lain. Memuridkan diri berarti menjadikan diri kita murid bagi siapapun dan apapun. Ketika kita mau menjadi murid, maka yang terjadi adalah kita akan selalu menerima banyak ilmu dari siapapun dan apapun. Karena pernyatan 'memuridkan diri' akan selalu mengundang banyak 'guru' dalam hidup kita.
Namun, sayangnya banyak dari kita tidak mau dan tidak mampu menjadi murid yang baik, atau sungguh-sungguh menjadi murid. Apalagi bagi seorang yang berprofesi Guru atau Pendidik, akan terasa sulit menjadi seorang murid. Karena menjadi murid posisinya selalu berada dibawah guru, menjadi murid perlu kekuatan untuk mengosongkan ruang-ruang dalam fikirannya, dan sekaligus mampu menjernihkan hati. Ketidak mampuan kita menjadi seorang murid, seringkali karena kita tidak mampu memberi ruang di benak kita untuk bisa diisi. Dan, kendalanya adalah diri kita yang biasa disebut 'ego.'
Sebagai contoh saja, seperti kata-kata pujian. Bagaimanapun pujian merupakan sesuatu yang mampu melenakan kita dan menerbangkan kita jauh dari ranah kenyataan yang kita pijak saat ini. Pujian seseorang kepada diri kita akan mengaburkan siapa sebenarnya diri kita. Pujian akan mempersulit diri kita untuk bisa menjadi murid kepada siapapun dan pada apapun. Orang yang sering dipuji akan melahirkan bibit-bibit kesombongan pada diri kita, yang pada akhirnya membunuh diri kita secara perlahan.
Selain pujian, kita juga sering tidak mampu bersikap, berfikir dan bertindak apa adanya diri kita. Kita menggunakan banyak topeng untuk sekedar menutupi siapa diri kita sebenarnya, sehingga tindakkan kita tidak bersumber dari diri kita yang sejati, dari topeng-topeng yang kita gunakan. Dalam bahasa agama, orang seperti ini juga bisa disebut sebagai orang yang munafik, dimana hati, fikiran, dan kenyataan yang ditimbulkannya selalu berbeda. Mungkin saja hal ini juga akan menyulitkan kita memuridkan diri kita pada siapapun.
Selanjutnya, yang akan menjadi portal penghalang kita dalam 'memuridkan diri' pada siapapun dan apapun, adalah perasaan sok tahu dan merasa benar sendiri. Perasaan ini mengindikasikan bahwa fikiran dan hatinya sudah penuh, dan tidak ada lagi ruang untuk bisa diisi dengan berbagai kebijaksanaan. Orang yang memiliki sifat ini biasanya sangat tertutup dan tidak fleksibel. Ia memandang sesuatu yang ada di semesta ini dengan warna hitam-putih saja. Benar-Salah. Baik-Buruk.
Jadi jelas bahwa orang yang mampu menjadi murid pada siapapun dan apapun adalah mereka yang kaya akan pengetahuan. Orang yang cerdas. Orang yang mampu 'memuridkan diri' adalah orang yang memahami makna kehidupan, karena esensi menjadi murid pada siapun adalah bersedia menerima kenyataan apapun dengan ikhlas, dan senantiasa mensyukurinya dalam kedamaian bathin. Wallahu A'lamu Bishshawwab.
Bekasi, 12 Februari 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H