Mohon tunggu...
Dian Sidharta
Dian Sidharta Mohon Tunggu... -

Warga Negara Indonesia, Suka mikir yang gak penting-penting

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Marzuki Alie dan Darsem: Hilangnya Common Sense “Ngono Ya ngongo, Ning Aja Ngono-ngono”

6 Agustus 2011   00:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:03 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“BUBARKAN KPK” demikian berita yang tertulis dalam media on-line tentang pernyataan Marzuki Alie.Setelah membaca beberapa berita terkait, rupanya tidak sekedar usulan untuk pembubaran, namun ada latar belakangnya yaitu terkait berita lain tentang tuduhan melakukan perbuatan yang tidak layak yang dilakukan oleh beberapa pimpinan KPK terkait kasus Nazaruddin, yang sekarang sedang heboh.Inti pernyataan Marzuki konon adalah apabila orang-orang di KPK tidak kredibel sebaiknya KPK di bubarkan saja.

Alih-alih membantah pernyataannya yang kontroversial ini dengan suatu jumpa pers, kemudian Marzuki malah menyalahkan pers yang konon tidak memuat secara lengkap pernyataannya sehingga menimbulkan serangkaian cemoohan, kritikan bahkan ejekan terhadap beliau yang juga Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini.

Dalam berita lain disebutkan, pernyataan Marzuki yang menantang supaya dirinya dilaporkan terkait pernyataannya.Dia yakin bahwa apa yang disampaikan soal pembubaran KPK itu tidaklah melanggar hukum, sehingga dia mempersilakan orang-orang yang mengkritik atau menentangnya untuk melaporkan ke pihak yang berwajib.

****

Di sisi lain, berita terbaru kali ini adalah tentang Darsem, seorang Tenaga Kerja Indonesia yang berhasil di selamatkan dari hukuman mati atas lobi dan upaya pemerintah dan masyarakat RI, serta tentunya pengampunan dari pemerintah Kerajaan Saudi negeri dimana dia di bui.Masih jelas dalam ingatan bagaimana hiruk pikuk pemerintah dan teriakan LSM dalam kasus ini, terutama Pemerintah yang tidak mau kecolongan lagi sebagaimana terjadi pada kasus Ruyati.

Hampir memberitakan pembebasannya, bahkan salah satu stasiun TV membuka dompet bantuan untuk Darsem ini.Semua berita saat itu memceritakan tentang Darsem dari segala sisi dengan heboh mengalahkan pemberitaan tentang Prestasi Pelajar Indonesia yang meraih penghargaan di Olimpiade Fisika atau keberhasilan Rio Haryanto di dalam ajang balapan Internasional.

Di saat kedatangan Darsem dari Negeri Arab Saudi, sambutan pun tak kalah hebohnya, dan tidak hanya sambutan, rupanya nasib baik benar-benar berpihak pada Darsem pasca pembebasannya. Sumbangan pemirsa dan simpatisan yang diberikan sebagai ungkapan rasa solidaritas telah menggembungkan rekeningnya dalam bilangan Milyar.Sungguh jumlah uang yang sangat banyak bagi Darsem dan keluarganya, bahkan keluarga rata-rata Masyarakat Indonesia.

Namun kali ini Darsem membikin berita lagi (atau diberitakan lagi) dengan penampilannya yang konon menjadi semakin kinclong, karena perhiasan yang dipergunakannya.Bahkan sebuah media –seakan tidak iklas- menyebutnya sebagai Toko Emas Berjalan dan sebutan miring lainnya.Mereka mulai mempersoalkan tentang uang sumbangan yang diterima Darsem serta janji-janji Darsem saat menerima sumbangan itu, dari mulai membangun jalan, bantu panti asuhan dan lain-lain kegiatan sosial lainnya.

***

Berita antara Marzuki dan Darsem di atas memang tidak berhubungan, meskipun Marzuki adalah wakil Rakyat dan Darsem adalah Rakyat, mungkin Marzuki tidak kenal Darsem kalau tidak masuk berita.Demikian halnya Darsem mungkin tidak peduli apa dan siapa itu Marzuki.

Ada satu hal menarik dari kedua pribadi di atas, dari sisi hukum, baik pernyataan Marzuki maupun kelakuan Darsem.

Pernyataan Marzuki, tidak melanggar hukum, tidak ada lagi Haatzaai Artikelenatau pasal-pasal penyebar kebencian yang mungkin dapat dihubung-hubungkan untuk memidanakannya atas apa yang disampaikannya.Satu lagi, dalam sebuah negara Demokrasi semua rakyat dijamin kebebasannya untuk mengeluarkan pendapat.Demikian pula dengan apa yang dilakukan Darsem yang berubah menjadi toko emas berjalan ataupun “lupa” dengan janji-janjinya, tidaklah dapat dihukum, karena dia membeli segala perhiasan itu secara sah dengan uangnya.Seandainya benar dia membeli semua itu dengan uang yang berasal dari sumbangan, bukankah setelah diserahkan uang itu telah sah menjadi miliknya, sehingga dia bebas untuk menggunakannya ?Mengenai sumbangan atau janji pembangunan sarana jalan dan lain-lain yang konon pernah dijanjikannya, apakah Darsem harus berkoar-koar tentang berapa yang telah disumbangkan , bukankan itu termasuk perbuatan Riya dalam agama??

Namun ada satu hal yang dilupakan baik oleh Marzuki dan Darsem, yaitu common sense atau nilai-nilai dasar kemanusiaan. Common sense timbul dan tumbuh sesuai perkembangan budaya yang dipengaruhi oleh unsur agama dan ilmu pengetahuan dalam suatu masyarakat.Suatu perbuatan bisa dikatakan benar tidak hanya karena sesuai dengan aturan atau karena tidak melanggar hukum, namun hendaknya juga sesuai dengan norma-norma atau pandangan hidup masyarakat.

Marzuki mengeluarkan pernyataan itu di tengah giat-giatnya negara dalam memberantas Korupsi dimana KPK masih dipercaya sebagai lokomotifnya, tentunya tidak tepat dan jelas melukai perasaan rakyat Indonesiayang mungkin menjadi korban korupsi atau setidaknya tahu bagaimana dampak negatif yang secara DAHSYAT diciptakan korupsi..Sementara Darsem berbalik grembyang penampilannya yang mungkin mengalahkan penampilan orang-orang yang membantunya, serta melupakan janji-janjinya, tidaklah pantas dan tentunya dapat mengecewakan orang-orang yang bersimpati terhadapnya.

Dalam bahasa Jawa kita mengenal istilah “Ngono ya ngono, nanging aja ngono” (secara lateral dapat diterjemahkan sebagai “silakan begitu namun jangan begitu”), sebuah istilah yang gampang diucapkan namun susah sekali dimaknai bahkan dijalani.Kalimat itu memberikan kebebasan kepada manusia untuk melakukan sesuatu namun janganlah sesuatu itu membuat rugi orang lain.Kita bebas untuk melakukan sesuatu namun hendaknya kebebasan itu tidak merugikan orang lain.Dalam masa orde baru istilah tesebut diejawantahkan sebagai “Kebebasan yang bertanggung jawab”.

Sebagai manusia memang kita diberikan kebebasan untuk memilih dan bertindak, disertai risiko yang juga selayaknya siap kita terima.Namun dalam kebebasan itu tetap terdapat tanggung jawab agar kebebasan kita tidak merugikan orang lain.Dalam hal inilah common sense perlu kita tengok lagi agar tidak muncul Marzuki dan Darsem lainnya.

Hamilton-Sabtu Pagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun