Mohon tunggu...
Wira Ksatria
Wira Ksatria Mohon Tunggu... Penulis - Menerima, menjalani, dan mensyukuri

Aku bisakan dirimu, saat dirimu tidak mengerti.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tiupan Ilahiah

3 Maret 2021   12:02 Diperbarui: 3 Maret 2021   22:31 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Rentang waktu 46 tahun durasi, 1975 hingga 2021 dan dari waktu yang tersisa, merupakan sikap dan karakter Sang Pencerah dalam menggenapi bilangan karsa dan karya mensyukuri anugerah hidup.

Dialektika antara guru dan murid penuh drama dan problematik, membuncahnya sifat mengasihi dan menyayangi kadang berwujud emosi jiwa, kemarahan, dan berujung murka. Itulah kekuatan energi cinta. Dalam banyak hal serpihan, anasir, dan butiran cinta penuh hijab yang kelak menghantarkan Sang Murid pada proses mensublimnya keindahan jiwa.

Percikan api cinta mewarnai dan berpendarnya sinaran energi itu, menerobos ruang dan palung kalbu. Usia 23 tahun Sang Murid berbanding naik dengan usia Sang Guru yang ketika itu berkepala tiga. Keduanya pada gejolak dan kecamuk kekuatan energi cinta yang terkadang dimaknai dan diwujudkan dalam perbuatan bersulih jalan. Yupz, jalan cinta keduanya proses penuh misteri dan kini bagi saya dan mungkin juga Anda menjadi pengetahuan dan hikmah.

Kota Cilegon, Banten ketika itu adalah takdir dipertautkan kedua insan oleh ruang, waktu, dan energi semesta. Keduanya menemui jalan takdir kehidupan yang mungkin saja keduanya tak meniatkan perjumpaan itu. Namun lagi-lagi energi cinta dalam banyak hal menyimpan banyak misteri, fenomena, dan keajaiban. Siapa menduga, awal mula perjumpaan itu menjadi titik awal merangkai menjadi garis edar dan orbit Sang Guru dan Sang Murid memahat kisah dinding takdir. Cinta.

Ego sektoral dan perbedaan sudut pandang guru dan murid telah mencipta sembilan episode dan alur kisah keduanya. Mempertentangkan, benar vs cinta. Benar pada dimensi asumsi pikiran dibenturkan dengan energi mengasihi menyayangi. Terjadilah perbedaan, bersulih jalan, dan perenungan. Inilah embrio dan proses dialektika yang melahirkan pahaman dan capaian 'Pemikiran Ruuhi', suatu energi given tiupan Ilahiah.

Tiupan Ilahiah pada setiap insan yang terlahir di planet bumi untuk menapaki jalan takdir kehidupan adalah anugerah diatas anugerah. Sungguh ajaib! Anasir Ilahiah yang kekuatannya dapat mengeringkan bilangan debet air lautan dan samudera. Kelembutan energinya dan bukan kekuatannya. Yupz, kelembutan dan kehalusan energi-Nya diatas segala kekuatan energi semesta yang ada.

Kelindan dealektika pikiran guru dan murid adalah tabir rahasia yang terbuka helai demi helai. Pikiran, panca indra, dan aksioma adalah proses lahirnya pengetahuan. Namun siapakah owner dan pengendali pikiran insan? Tiupan Ilahiah, yang dengan-nya membuat insan mewujudkan esensi, eksistensi, dan substansi bilangan takdir pikirannya.

Tiupan Ilahiah adalah milik-Nya, Allah. Yang Maha Meniupkan. Ruang, waktu, materi, dan energi adalah khasanah semesta menggenapi, menaungi, dan meliputi sifat Maha Pengasih Penyayang. Dan tiupan Ilahiah itu ada pada guru dan murid, karena setiap insan merangkap kedua peran itu. Murid sejati dan guru sejati. Siapapun. Kita.

Perjalanan dan pendakian guru dan murid telah mematangkan keduanya. Ranum. Bukan kearifan, bukan kebijaksanaan, dan bukan tingginya moralitas. Namun khasanah keagungan cinta meliputi arif, bijak, dan tingginya moral keduanya. Saya dan mungkin juga Anda tengah memahami dan menjalani capaian itu. Diperjalankan oleh tiupan Ilahiah dalam menggenapi bilangan takdir-Nya.

Pengadaan segala yang ada berwujud alam semesta, galaksi, tata surya, dan manusia oleh Sang Khalik, Allah. Maha Pengada. Boleh jadi karena tiupan Ilahiah. Visi dan misi untuk mengjejawantahkan percikan eksistensi api cinta. Temui, gauli, dan akrablah dengan tiupan Ilahiah didalam setiap dirimu, pada palung akalmu, palung pikiranmu, palung kalbumu, palung jiwamu, dan luasnya semesta. Dia bersamamu untuk dan atas nama cinta-Nya. Itulah kalam Sang Bijak.


Sublim, 3 Maret 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun