Mohon tunggu...
Wira Syafutra
Wira Syafutra Mohon Tunggu... lainnya -

aku seorang petualang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun Kesadaran dalam Sejarah dan Agama

25 Maret 2017   12:21 Diperbarui: 25 Maret 2017   12:32 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hidup ini adalah sejarah. Sejarah adalah kehidupan. Kehidupan merupakan wujud dari penciptaan Tuhan yang diisi oleh makhluk hidup termasuk manusia. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan hal yang utama perlu ada dalam diri kita adalah kesadaran. Kesadaran menjadi pondasi bagi kita dalam menjalani kehidupan yang sudah di atur oleh Tuhan. Tanpa adanya kesadaran, kehidupan yang dijalani seperti mayat hidup, tidak tahu arah dan tersesat.

Kesadaran dalam menjalani kehidupan berarti sama juga dengan kesadaran akan sejarah. Seperti yang telah diketahui bahwa sejarah merupakan peristiwa masa lalu yang berkaitan dengan manusia. Apapun peristiwanya yang telah berlalu akan menjadi sejarah. Manusia merupakan aktor penggerak sejarah. Sedangkan Tuhan merupakan sutradara sejarah. Skenario kehidupan yang dijalani oleh manusia sudah ada yang mengatur; Tuhan. Bukan berarti manusia tidak bisa berimprovisasi dalam menjalani kehidupan, tentu manusia diberi ruang dan peluang untuk menjalani perannya.

Semakin tinggi kesadaran seseorang tentang sejarah akan berpengaruh pada kesadaran akan Tuhan. Bisa dikatakan bahwa, agama dan sejarah itu beriringan. Kedua hal ini sangat penting dalam menjalani kehidupan dan juga untuk mengenal Tuhan. Dalam agama selalu ada kisah atau sejarah mengenai masa lalu; sejarah agama misalnya. Jadi, kedua hal ini sangat urgen dan harus di tekuni dan terus menumbuhkan dan membangun kesadaran keduanya. Dari sejarah kita mengetahui sebab dan bagaimana proses pengenalan Tuhan melalui penciptaan mahkluk hidup, turunnya nabi dan rasul, serta turunnya kitab suci.

Melalui sejarah, kita mengerti bagaimana sebuah agama menjadi pintu utama mengenal Tuhan. Orang yang tidak bergama belum tentu akan mengenal Tuhan. Sedangkan yang beragama saja banyak yang tidak mengenal Tuhan; tersesat, karena tidak mengenal sejarah, tidak mempelajari sejarah. Ada juga yang mempelajari sejarah tapi tidak diimbangi dengan pengetahuan agama yang kuat juga akan tersesat. Jadi seperti itu, membangun kesadaran sejarah dan agama sangat penting.

Bangsa dan Negara—dalam hal ini pemerintah— perlu menggalakkan gerakan membangun kesadaran akan sejarah dan agama, terutama pada generasi muda. Generasi muda yang menjadi cikal bakal penerus dalam membawa bangsa dan Negara tetap ada atau runtuh berada di tangan generasi muda. Bila generasi muda hancur, masa depan dari sebuah Negara kemungkinan besar juga akan hancur atau minimal mundur. Maka dari itu, perlu penjagaan pada generasi muda untuk meneruskan bahkan memajukan peradaban bangsa dan Negara.

Sejarah dan agama yang diajarkan di sebagian sekolah, ada juga di kota-kota besar, hanya mengajari sejarah dan agama pada taraf kognitif semata; transfer of knowledge. Seharusnya tidak hanya sampai pada transfer of knowledge, tapi harus sampai pada transfer of value. Dalam sejarah misalnya, hanya ada informasi mengenai hal-hal umum tentang suatu peristiwa ataupun tokoh. Lahir tanggal sekian, meninggal tahun sekian, perang ini tanggal sekian, berakhir tanggal sekian, hanya bersifat hafalan, tidak ada himakh, nilai dari suatu peristiwa yang telah terjadi,

Begitu juga dengan agama. Dalam agama Islam misalnya, cukup tahu dengan hafalan sholat, tidak sampai kepada makna setiap gerakan sholat yang bisa selaras dengan kesehatan misalnya. Siwa hanya hafal nabi dan rasul yang wajib di Imani, tapi bagaimana dengan sejarah, lalu perjuangan, nilai-nilai perjuangan para nabi dan rasul dalam berdakwah, dalam berkehidupan seoalah-olah luput. Siswa hanya tahu agama pada ranah kognitif dan juga soal ibadah maghdoh saja, hanya hubungan dengan Tuhan. Lalu bagaimana agama mampu hadir dalam setiap sendi kehidupan tidak diajarkan. Islam mislanya, bisa selaras dengan ilmu pengetahuan. Islam bisa selaras dengan teknologi dan modernitas, tentang menjalani kehidupan tidak hanya memandang aspek pada ibadah maghdoh semata.

Akhir-akhir ini bangsa Indonesia seperti terpecah belah. Lakon elit pemerintahan, tokoh politik, partai politik, aparatur hukum Negara seperti kehilangan arah dalam melangkah. Seperti tidak sadar akan apa hakikat dalam menjalani kehidupan. Saling lempar fitnah, isu sara dikembangkan, tapi disatu sisi kedewasaan dan kebijaksanaan dalam mengahdapi konflik seperti tidak ada. Saling membenarkan diri demi kepentingan sesaat. In juga ironi di negeri yang mempertahankan ego demi persatuan dalam mempertahankan Indonesia yang baru sehari merdeka.

Lalu, melihat kondisi tokoh elit yang seperti itu akan membawa dampak pada rakyat dan tentu pada kelangsungan hidup dan karakter generasi muda. Sangat bahaya bila nantinya generasi muda sudah mulai mengarah pada cara berfikir yang pragmatis bahkan apatis. Tidak perduli dengan kondisi bangsa yang carut marut dan hanya perduli pada diri sendiri. Bila sudah seperti ini yang menjadi taruhan adalah masa depan—bersinar atau suram? Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran akan sejarah serta agama. Bahkan tidak sedikit juga elit politisi, pejabat, tokoh publik, artis, yang juga gagal paham terhadap sejarah dan agama.

Dalam hal politik misalnya, banyak tokoh yang tidak mengerti akan sejarah. Hanya hafal pancasila, tahunya siapa yang menggagas pancasila, tapi sejarah akan pancasila itu sendiri tidak tahu. Bagaimnaa bisa lahir atau muncul yang namanya pancasila seperti yang kita kenal saat ini. Dalam agama juga demikian, maka tidak heran bila korupsi tidak bisa hilang karena agama cuma pajangan, atau pakaian, hanya dipakai dirumah dan di tempat ibadah, itu masih mending, bahkan ada juga yang tidak, jangan kan di dunia luar, dirumah atau dimasjid pun agama ditinggalkan.

“History make man wise.” Ungkapan yang sudah popular di dengar. Sejarah membuat manusia bijak. Walaupun tidak bisa dipungkiri banyak juga yang belajar sejarah tapi demi kepentingan pribadi maupun kelompok, ini juga bahaya. Begitu juga dengan agama, orang memiliki agama agar hidupnya tidak kacau, walaupun banyak juga yang belajar agama tapi juga membuat marabahaya dan ancaman. Maka dari itu perlu sinergi dalam keduanya, belajar sejarah dan agama beriringan. Misalnya dalam Islam, pusaka umat Islam itu ada dua—Al-Quran dan Sunnah—yang keduanya banyak berisikan tentang kisah atau sejarah. Agama dan Sejarah, keduanya sangat penting untuk dipelajari karena banyak pelajaran yang bisa dipetik bagi orang yang berpikir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun