Hari kesehatan mental sedunia yang diperingati setiap 10 Oktober, menjadi hari antarbangsa untuk pendidikan kesehatan mental, kesadaran, dan pembelaan dunia melawan stigma sosial. Upaya untuk memberikan pendidikan tentang kesehatan mental ini juga dilakukan oleh tim podcastand melalui podcastnya (siniar).
Hari kesehatan mental menjadi tanda bahwa kesehatan bukan lagi persoalan fisik saja, melainkan ada yang lebih penting yaitu kesehatan mental. Keadaan Pandemi Covid-19 yang memunculkan berbagai dampak kehidupan, seperti peningkatan angka kelahiran juga kematian, persoalan ekonomi hingga memicu terjadinya perceraian dalam rumah tangga.Â
Persoalan ini tentu berdampak juga pada aspek kesehatan mental. Banyak anak yang harus kehilangan orang tua akibat Covid-19, suami yang harus kehilangan mata pencahariaannya, istri bekerja dan juga mengurus anak, atau kekerasan dalam rumah tangga. Tentu persoalan-persoalan tadi dapat memicu persoalan kesehatan mental.
Persoalan ini bisa hadir karena berbagai faktor. Bisa saja karena adanya kerentanan psikologis dan pengaruh eksternal tadi, yang dipicu oleh Pandemi Covid-19 ini.Â
Berbicara soal kerentanan psikologis, dalam podcast ini pembicara menjelaskan bahwa kita sebagai manusia akan membawa karakter genetis dari orang tua. Hal tersebutlah yang bisa berpengaruh pada bagaimana kita menyikapi sesuatu. Misal saja, orang tua kita memiliki persoalan neurotis atau kecemasan, bisa saja itu diturunkan pada diri kita.Â
Namun hal ini tidak selalu menjadi semakin parah atau berkurang, kembali lagi kepada terpaan sosio kultural dari individu tersebut berada. Ketika individu dengan genetis kecemasan dari orang tuanya tadi, maka diibaratkan seperti gelas yang sudah sedikit terisi. Lalu, ditambah lagi dengan lingkungan yang tidak supportive atau keadaan seperti pandemi ini yang penuh dengan ketidak pastian, sehingga akan menambah persoalan kesehatan mental dari individu tersebut.
Setiap orang memiliki kecemasan, ditambah lagi dengan keadaan pandemi. Terutama permasalahan ekonomi yang muncul akibat pandemi ini. Kenyataannya, banyak kaum laki-laki yang justru mengalami persoalan kesehatan mental ini. Perempuan memang rentan dengan kecemasan dan persoalan mental lain, hanya saja pada perempuan mereka lebih bisa mereduce rasa ketidaknyamanan tersebut. S
edangkan, laki-laki menjadi individu yang kurang terbuka dan lebih memendam persoalan ketidaknyamanan yang mereka alami. Sehingga, ini menjadi penyebab utama banyaknya kaum laki-laki yang memiliki persoalan kesehatan mental.Â
Memiliki kerentanan psikologis merupakan kemungkinan yang dimiliki baik laki-laki maupun perempuan. Berada di lingkungan yang sehat, supportive, dan menjadi individu yang lebih berani mengungkapkan apa yang dirasakan adalah cara untuk mengurangi kerentanan tersebut, dan menjadi individu dengan kondisi mental yang sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H