Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ingin Jadi Pelawak?...Mendaftarlah ke IAIN Ar-Ranniry

3 Mei 2010   17:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:26 2376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dalam tahun-tahun belakangan ini dunia lawak di negeri ini telah mengalami evolusi.

Dulu, untuk mengundang tawa penonton, dunia kocok-mengocok perut di negeri ini didominasi oleh para pelawak yang mengandalkan abnormalitas fisik.
karena pada saat itu, abnormalitas fisik inilah yang menjadi andalan utama para pelawak untuk mengundang tawa penonton, maka pada masa itu, orang-orang dengan fisik normal hampir pasti tidak memiliki peluang untuk bisa berkarir sebagai pelawak.

Memang pada zaman itu ada juga beberapa pelawak yang memiliki fisik normal, sebut saja misalnya Eddy Sud atau Cahyono. Tapi kehadiran tokoh seperti mereka dalam lakon bukan untuk menjadi sasaran tawa penonton. Fungsi tokoh seperti ini dalam sebuah lakon biasanya sebagai yang membulan-bulani para pelawak yang memiliki fisik abnormal sepanjang pertunjukan, dan kemudian tingkah polah para pelawak yang memiliki fisik abnormal yang dibulan-bulani inilah yang menjadi  objek tertawaan penonton.

Tapi diawali dengan kemunculan Bagito, pola ini berubah.

Bagito membawa revolusi dalam dunia lawak negeri ini. Kemunculan Bagito membuat lawakan di negeri ini mulai berani mengandalkan komentar-komentar lucu, mulai dari yang cerdas sampai yang konyol untuk mengundang tawa penonton. Bagito terhitung grup lawak yang cerdas dalam pengertian komentar-komentar yang mereka keluarkan untuk mengundang tawa itu biasanya adalah komentar-komentar yang cerdas.

Tapi lawakan jenis kedua ini juga berevolusi, saat awal kemunculannya Bagito banyak menggunakan komentar-komentar cerdas untuk mengundang tawa. Tapi belakangan, cerdas tidaknya sebuah komentar tidak lagi menjadi patokan, komentar apapun bisa dilontarkan, pokoknya asal konyol dan penonton bisa tertawa.

Jejak Bagito yang mengundang tawa dengan cara berkomentar konyol bukan semata mentertawakan abnormalitas fisik, kemudian diikuti oleh Patrio, Cagur dan belakangan yang paling fenomelal Extravaganza.

Pada masa ini, dunia lawak menjadi lebih demokratis.

Pada masa ini, untuk sukses menjadi pelawak, orang tidak perlu menjadi seperti Jojon dengan kumis Hitler, Ateng yang pendek atau Dono yang bergigi mancung. Sekarang orang dengan wajah biasa-biasa saja semacam Eko Patrio, Deni Cagur atau Ronald Extravaganza pun bisa sukses sebagai pelawak, bahkan yang memiliki wajah terbilang ganteng atau cantik seperti Tora Sudiro, Ferry Maryadi, Andre Taulani sampai Luna Maya pun bisa sukses sebagai pelawak.

Di generasi ini pula muncul Tukul Arwana yang fenomenal, yang sukses menjadikan dirinya bahan tertawaan nasional.

Meskipun secara fisik, Tukul ini sekilas mirip dengan pelawak-pelawak klasik yang mengandalkan abnormalitas fisik untuk mengundang tawa. Tapi sebenarnya kekuatan utama Tukul Arwana dalam mengundang tawa penonton ada pada komentar-komentarnya yang konyol dan jawaban-jawabannya yang ngawur terhadap sebuah pertanyaan atas sebuah permasalahan serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun