Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gempa Aceh, Maskapai Penerbangan Kehilangan Empati?

8 Desember 2016   23:02 Diperbarui: 8 Desember 2016   23:32 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pidie Jaya adalah sebuah wilayah di pantai timur Aceh yang merupakan kabupaten hasilpemekaran dari kabupaten Pidie.

Bersama Pidie kabupaten induknya Pidie Jaya dikenal sebagai tempat asal paraperantau tangguh asal Aceh. Para pedagang asal Aceh yang bertebaran di segalapenjuru Indonesia dan juga Malaysia, banyak sekali yang berasal dari duawilayah ini.

Subuh 7 Desember 2016, di hari yang sama dengan Indonesia memastikan diri loloske babak final Piala AFF 2016, Aceh diguncang gempa berkekuatan 6,5 skalarichter. Gempa ini menimbulkan kerusakan setidaknya di empat kabupaten, BenerMeriah, Bireun, Pidie dan Pidie Jaya.

Dari keempat wilayah kabupaten terdampak, kerusakan paling parah terjadi diPidie Jaya. Di kabupaten ini ratusan rumah rusak bahkan hancur dan dari kabarterakhir yang saya terima, tercatat ada 99 korban jiwa dan ratusan korban lukaberat dan ringan. Ribuan orang memenuhi tenda pengungsian.

Sebagai daerah yang dikenal memiliki banyak perantau, tentu saja kejadian diPidie Jaya ini membuat sanak saudara dan kerabat yang ada di luar berduka dan inginpulang, berkunjung, memastikan keadaan keluarga, memberikan bantuan dan salingmenguatkan.

Alhasil, seluruh maskapai penerbangan yang melayani jalur ini diserbupenumpang. Dan apa lacur, dengan tingginya permintaan. Tiket-tiket berhargamurah yang biasanya disediakan oleh maskapai penerbangan segera ludes terjual.Yang tersisa tinggal tiket-tiket dengan harga yang jauh dari jangkauan. Tiketyang tersisa tinggal yang harganya di atas 2 juta bahkan di atas 4 juta.Padahal pada hari-hari biasa, tidak terlalu sulit menemukan tiket yang dijualdengan harga di bawah satu juta.

Sesuai hukum ekonomi, supply and demand, kenaikan harga ini sangat kitamaklumi.

Tapi kalau kita bandingkan dengan peristiwa tsunami pada Desember 12 tahun yangsilam, yang terjadi juga di masa high season seperti ini. Saat itu maskapaipenerbangan seolah berebut menunjukkan simpati dengan memberikan diskon harga,bahkan menggratiskan tiket bagi para penumpang asal Aceh yang ingin kembali kekampung halaman.

Hari ini, kejadian seperti itu tidak kita lihat lagi. Ucapan bela sungkawamemang datang dari mana-mana. Tapi cara menyikapi bencana ini sudah sangat jauh berbeda.

Entah apa penyebabnya, apakah karena masih dalam suasana tegang perpolitikanyang dipicu oleh Pilkada DKI yang imbasnya melebar kemana-mana, ataukah karenapasca tsunami 2004 standar ‘shock factor’ dari sebuah bencana telah melonjaksedemikian tinggi sehingga bencana dengan korban ratusan orang tidak lagidirasa sedemikian emosional.  Ataujangan-jangan persaingan sedemikian ketat telah membuat maskapai penerbanganlebih mengetatkan pengeluaran sehingga tidak lagi bisa memberikan tiket murahsebagai wujud belasungkawa terhadap korban yang tertimpa bencana. Entahlah

Yang jelas, saat ini tampaknya belum ada maskapai penerbangan di Indonesia yangberinisiatif memberikan keringanan biaya sebagai wujud simpati bagi keluargakorban yang sedang mengalami musibah ini. Bahkan, terakhir sebelum saya postingartikel ini, sudah sama sekali tidak tersedia tiket pesawat dari Jakarta menujuke Banda Aceh.

Apakah maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia telah kehilangan empati?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun