Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pengalaman Naik Bis di Aceh dan Pulau Jawa

13 Desember 2016   07:31 Diperbarui: 13 Desember 2016   08:08 1284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Bis PT.Aceh Tengah (sumber :https://www.youtube.com/watch?v=NhSc3xAgsgQ)

Kupon Makan
Kupon Makan
Perjalanan menyeberang sebenarnya tidak terlalu lama, sebab antara Bali dan pulau Jawa sebenarnya terpisak jarak tidak lebih dari 5 kilometer. Kalau di Takengen, jarak ini sedikit lebih jauh daripada jarak antara Dedalu di sisi Selatan danau dengan Mepar di sisi utara. Lama waktu penyeberangan tidak lebih dari setengah jam. Tapi karena kapal yang menyeberang banyak sekali dan dermaga yang ada dikedua sisi pelabuhan jumlahnya terbatas. Ketika tiba di seberang, kapal harus menunggu giliran untuk merapat.  Kadang proses ini bisa lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan untuk menyeberang dari Gilimanuk di Bali ke pelabuhan Ketapang di Banyuwangi.

Oh ya, Banyuwangi, kabupaten di ujung paling timur pulau Jawa ini beberapa waktu belakangan ini heboh di dunia maya karena kehadiran seorang bocah perempuan yang bernama Afi Nihaya Faradisa yang masih duduk di bangku SMA yang belakangan ini beberapa tulisannya di Facebook viral dishare orang di dunia maya. Ya Afi yang masih SMA ini memang hadir di saat yang tepat, saat jiwa-jiwa gersang orang Indonesia baru saja ditinggalkan oleh Mario Teguh, sang bapak bijaksana yang biasa mengisi kekosongan itu dengan petuah-petuahnya.

Afi tinggal di Genteng, sebuah kecamatan di sisi selatan Banyuwangi. Tapi kali ini kami tidak lewat sana.

Tiba di seberang, bis melanjutkan perjalanan ke Surabaya melalui jalur utara. Lewat Watu Dodol dan terus ke Situbondo. Kami akan makan malam di Situbondo.

Saat akhirnya tiba di Situbondo dan waktunya makan malam, waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Kami makan di Warung “D. Ayu Lestari” di desa Bletok,Situbondo. Makannya tentu saja ala kadarnya. Nasi, sayur dan kerupuk boleh diambil sepuasnya. Tapi lauk, ayam goreng atau telur asin itu dibatasi. Ada yang jaga.

Tampaknya warung ini memang khusus dikontrak oleh perusahaan bis Restu Mulya untuk melayani penumpang mereka makan. Kami tiba pertama, tapi setelah kami tiba ada banyak sekali bis Restu Mulya yang lain , yang melayani berbagai jurusan, ada ke Malang, Jember, Blitar sampai Tulungagung juga berhenti di sana, yang sialnya penampilannya semua seragam sehingga kita jadi bingung, yang mana bis kita.

Kultur Islam yang berafiliasi dengan NU sangat terasa di bagian timur pulau jawa ini. Orang-orang di sini umumnya begitu menghormati Kyai. Ini terbukti dibanyak rumah dan tempat usaha, termasuk warung makan yang kami singgahi. Dindingnya dipenuhi foto kyai-kyai kharismatik. Mulai dari HadrattussyaikhHasyim Asy’ari sampai ke kyai-kyai yang masih aktif hari ini.

Selesai makan, kami melanjutkan perjalanan menuju ke Surabaya. Tadinya saya berencana berhenti dulu di Surabaya selama sehari baru melanjutkan perjalanan ke Madura. Tapi karena Muhammad Syahroni, teman saya yang di Surabaya sedangada pekerjaan ke Bromo, saya memutuskan untuk ke Madura dulu baru setelah itu Surabaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun