Setelah lama menjadi wacana yang diikuti dengan kerasnya penolakan dari berbagai kalangan, dengan susah payah pemerintah masih sanggup bertahan dengan pemberian subsidi BBM. Tapi melihat memburuknya situasi politik dan keamanan di Libya, Negara penghasil minyak terbesar di Afrika yang kentara sekali memicu kenaikan harga minyak dunia . Tampaknya pemerintah tidak akan sanggup bertahan lebih lama lagi untuk tidak mengambil sebuah kebijakan yang tidak populer MENAIKKAN HARGA BBM. Dan kalau itu sampai terjadi, tentu saja semua kalangan akan menjerit, terutama pemilik kendaraan beroda empat atau lebih yang memang membutuhkan konsumsi BBM dalam jumlah besar. Ada beberapa pilihan dalam menghadapi situasi ini sebut saja misalnya : 1. Mencaci maki pemerintah 2. Pasrah 3. Membatasi penggunaan mobil dan memilih moda transportasi umum atau motor atau 4. Mencari solusi bagaimana supaya pengeluaran untuk BBM bisa dikurangi tanpa mengurangi mobilitas dan kenyamanan berkendara. Dua pilihan pertama adalah yang paling mudah, pilihan ketiga cukup masuk akal tapi jelas mengurangi kenyamanan. Nah sekarang bagaimana dengan pilihan keempat? Sekilas pilihan ini terlihat sulit dan agak tidak masuk akal, padahal sebenarnya pilihan ini sudah menjadi pilihan orang di banyak negara di dunia, dengan cara menggabungkan bahan bakar konvensional dengan bahan bakar gas hasil dari elektrolisa air, yang bisa menghemat pemakaian BBM antara 20 sampai 40 %. Sejak beberapa tahun belakangan ini, sejak Stanley Meyer, orang yang berhasil menjalankan mobil VW Kodok miliknya sejauh 160 Km hanya dengan menggunakan 3 liter air, ditemukan meninggal dunia yang diikuti dengan menjadikan teknologi temuannya sebagai Open Source, berbagai kalangan di dunia seperti berlomba-lomba mengembangkan teknologi ini. Saat ini, jika anda mengetikkan kata kunci "HHO Generator Product" di Google, maka anda akan mendapati puluhan artikel yang berisi promosi dan penjelasan tentang alat ini dari berbagai belahan dunia. Dan anda pun bisa melihat kalau di berbagai belahan dunia teknologi ini benarnya sudah telah banyak digunakan orang sebagai alternatif untuk menurunkan konsumsi BBM. Cuma sayangnya, di Indonesia reputasi teknologi ini telah dirusak oleh cerita Blue Energi, yang pada konferensi perubahan iklim di Nusa Dua, dibanggakan oleh SBY sebagai teknologi hasil temuan ilmuwan Indonesia.
Padahal sebenarnya teknologi ini tidak lain adalah hasil dari pengembangan teknik elektrolisa air yang mulai diaplikasikan pada mobil sejak tahun 1897 saat Luther Wattles mengelektrolisa air dan digunakan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mobilnya. Sementara apa yang disebut sebagai Blue Energi yang kabarnya mendapatkan bantuan dana pemerintah dalam melakukan risetnya ini adalah konsep yang masih sangat mentah, belum aplikatif. Akibat dari kejadian ini, teknologi elektrolisa ini pun mendapat reputasi sangat buruk di Indonesia dan reputasi buruk itu menyulitkan orang-orang yang benar-benar serius mengembangkan teknologi ini dengan dana sendiri. Padahal kalau kita lihat perkembangan teknologi ini di Indonesia, sebenarnya di sini teknologi elektrolisa air ini sudah lebih maju dibandingkan dengan teknologi sejenis yang berkembang di belahan dunia lain. Sebab kalau di negara lain yang mengembangkan teknologi ini hanyalah industri rumahan. Di Indonesia, teknologi elektrolisa air ini telah dikembangkan oleh industri skala menengah, dimana semua produknya sudah dicetak dengan mesin dan berfungsi secara otomatis serta dilengkapi dengan sistem pengaman yang lebih baik. Di sini alat ini telah diproduksi secara massal dengan standar kualitas yang sama antara satu alat dengan alat lainnya. Jadi sebenarnya, kalau nanti harga BBM benar-benar naik. Pilihan keempat “Mencari solusi bagaimana supaya pengeluaran untuk BBM bisa dikurangi tanpa mengurangi mobilitas dan kenyamanan berkendara” sebenarnya sudah ada di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H