Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Polisi Moral Memperkosa, Tuntut Tanggung Jawab Yang Mendesain Hukum Syari'at Islamnya

16 Januari 2010   11:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:26 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Begitu pula dengan para desainer Syari'at Islam versi Aceh ini, ketika kita tanyakan tentang urgensi penerapan undang-undang ini, dengan fasih mereka mengutip sejumlah ayat Qur'an dan Hadits sahih yang mendukung penerapan Qanun itu, tanpa merasa perlu memahami bahwa permasalahan, situasi dan kondisi Aceh saat ini membutuhkan prioritas yang berbeda.

Pemilihan prioritas seperti ini, ditambah dengan ketergesaan penerapan Qanun ini tanpa kesiapan infrastuktur dan tanpa kesiapan mentalitas personel yang memadai. Membuat banyak orang merasa penerapan Qanun ini hanyalah sekedar upaya dari para pembuat keputusan itu untuk menegaskan identitas keacehan yang melekat dengan Islam. Tapi oleh mereka, identitas keacehan yang melekat dengan Islam ini dipahami hanya sebatas penampilan kulit luar. Sehingga tidak bisa tidak, hal ini membuat banyak orang yang menilai bahwa penerapan Syari'at Islam versi Aceh ini tidak lebih dari sebuah proyek mercu suar yang lebih bersifat KOSMETIK daripada menyembuhkan.

Terbukti, kemudian ketika Syari'at Islam versi Aceh yang sejak ide pembentukannya banyak menuai kontroversi ini diterapkan, kita sama sekali tidak melihat adanya perubahan signifikan terhadap kesejahteraan dan kenyamanan hidup orang Aceh.

Pasca diterapkannya 'Syari'at Islam' versi Aceh ini, yang paling jelas kita lihat terjadi dalam masyarakat Aceh adalah; banyaknya perempuan baik-baik yang dicap TIDAK TERHORMAT. Kita melihat banyak perilaku barbar main hakim sendiri yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat terhadap para pasangan yang secara "syari'at Islam" dicap melanggar SUSILA.

Rekruitmen anggota WH ini sendiri banyak bermasalah. Yang merekrut dan mempekerjakan mereka tidak bisa menjamin bahwa Polisi Moral yang dibayar untuk mengawasi moral orang lain ini terdiri dari orang-orang yang mampu menjaga moralnya sendiri. Ini terbukti dari kejadian beberapa waktu yang lalu saat seorang anggota WH tertangkap basah sedang berbuat mesum di dalam toilet. Dan terakhir adalah kejadian perkosaan terhadap seorang tahanan perempuan ini, kejadian yang membuat kita semua orang Aceh merasa marah dan dipermalukan.

Dalam setiap kebudayaan dan masyarakat, selalu ada laki-laki dan perempuan yang tidak terhormat. Tapi dalam setiap kebudayaan dan masyarakat, hampir selalu, bukan laki-laki tapi hanya 'kehormatan' perempuanlah yang banyak menjadi sorotan masyarakat. Setiap kebudayaan dan masyarakat memiliki standar sendiri untuk menilai 'kehormatan' perempuan. setiap kebudayaan dan masyarakat memang rata-rata memandang nilai 'kehormatan' perempuan berdasarkan tingkah laku keseharian dan cara berpakaian.

Di Amerika, seorang artis yang bergoyang erotis memamerkan bagian-bagian sensitifnya di depan umum, seperti Beyonce dengan goyang pinggul erotisnya atau Madonna dengan berbagai kontroversinya pun masih dianggap terhormat.

Terhadap perempuan semacam ini, laki-laki Amerika tidak berani bertindak cabul, tapi beda halnya dengan pandangan dan perlakuan mereka terhadap pelacur dan pemain film porno. Orang Amerika tidak segan-segan menunjukkan 'mupeng'nya.

Lain tempat, lain pula standarnya.

Di beberapa kota besar di Indonesia, umumnya masyarakatnya punya standar tersendiri dalam menilai 'kehormatan' seorang perempuan. Para laki-laki punya banyak istilah untuk menyebut perempuan-perempuan yang dianggap bisa dijadikan pelampiasan birahi secara bebas atau berbayar. Istilah ini mulai dari Lonte dan pelacur yang paling kasar sampai ke istilah-istilah yang dihaluskan seperti 'bispak', 'ayam' dan sebagainya.

Dulu, dalam masyarakat Aceh, perempuan dipandang sebagai perempuan kurang baik, kalau berpakaian terbuka, suka berbicara nyerempet-nyerempet, terhadap perempuan seperti ini, banyak laki-laki yang tidak terhormat yang berani menunjukkan birahi secara terang-terangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun