[caption id="attachment_334787" align="aligncenter" width="614" caption="Kebun Sayur Petani Tengger (Dok. pribadi)"][/caption]
Ketika kita mengunjungi atau melintas di kawasan Bromo - Tengger. Kita akan mendapati bahwa rumah-rumah milik warga daerah ini relatif lebih bagus dibanding rata-rata rumah warga di daerah pedesaan lain di pulau Jawa secara umum dan khususnya wilayah Jawa Timur.
Kalau di desa-desa di daerah Jogjakarta, Solo, Blora, Ngawi, Jember, Bondowoso sampai Banyuwangi. Kita biasa mendapati rumah warga yang hanya berdindingkan gedhek (tepas) dari bahan lembaran bambu tipis atau kulit jati, dengan atap genteng tanah liat dan berlantaikan tanah. Di daerah Bromo - Tengger ini, pemandangan seperti itu tidak akan kita dapati.
Hampir semua rumah di sini adalah rumah dengan dinding permanen dari beton, dengan atap genteng yang rapih serta berlantaikan ubin yang beberapa di antaranya dicat dengan warna-warna mencolok. Tidak sedikit dari rumah-rumah milik petani itu yang memiliki garasi dan di dalamnya terparkir mobil Toyota Hard Top aneka warna. Mobil-mobil ini biasanya mereka sewakan kepada para pengunjung gunung Bromo, yang ingin menikmati sunset di Penanjakan dan kemudian turun ke lautan pasir untuk mendaki sampai ke kawah gunung yang beberapa tahun lalu baru meletus ini. Bisnis menyewakan jip ini semakin menguntungkan bagi warga Bromo, karena sejak beberapa tahun belakangan ini pemerintah membuat aturan yang mengharuskan pengunjung yang mengunjungi objek wisata ini untuk menggunakan mobil Jip sewaan dari warga setempat. Mobil milik sendiri, meski setangguh apapun, dilarang keras untuk masuk ke penanjakan dan lautan pasir.
Dari pemandangan sekilas seperti ini, kita dapat menyimpulkan bahwa penduduk Bromo - Tengger, relatif lebih sejahtera dibandingkan dengan penduduk di desa-desa di kawasan lain pulau jawa.
Tapi tentu saja kesejahteraan yang dinikmati oleh warga Bromo - Tengger ini tidak mereka dapatkan dengan hanya duduk santai saja. Warga Bromo - Tengger adalah masyarakat yang terbiasa bekerja keras. Sebelum matahari terbit, kita yang akan menuju ke Penanjakan untuk menyaksikan matahari terbit terbiasa melihat perempuan dan laki-laki suku Tengger yang menggendong atau memikul hasil panen mereka yang terdiri dari aneka macam sayuran seperti Kol, Kentang, Wortel, daun bawang dan sebagainya.
Bagaimana rajinnya warga Tengger dalam bekerja, dapat kita nilai dari hamparan perkebunan sayur mulai dari daerah Tosari, Ngadi Sari, Sukopuro sampai ke daerah Ranupani. Terhampar di atas tanah pertanian yang relatif datar sampai ke lereng-lereng curam. Semua tanah itu penuh ditumbuhi sayuran yang tampak subur dan terawat.
Selain dianugerahi dengan alam yang subur, para petani sayur di Tengger juga mendapat berkah yang tiada tara berupa pasar dengan daya serap yang nyaris tidak terbatas yang terbentang di sepanjang pulau Jawa, Bali dan Madura.
Kesejahteraan para petani Sayur di Bromo - Tengger, tidak bisa dilepaskan dari bagusnya infrastuktur transportasi dan akses jalan yang dengan mudah menjangkau semua kota di pulau Jawa, Bali dan Madura. Sehingga apapun yang mereka tanam bisa langsung sampai pada hari berikutnya di pasar-pasar besar di berbagai kota di pulau Jawa dan Bali. Alhasil, masih dalam keadaan segar, sayur mayur hasil panen mereka langsung bisa dibeli oleh penduduk di kota-kota yang seolah terbentang tak ada batasnya mulai dari Jakarta sampai ke Denpasar dan Kuta. Yang total keseluruhan jumlah penduduknya melebihi jumlah penduduk gabungan negara-negara Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Laos, Brunai Darussalam dan Timor Leste dijadikan satu.
Suatu kemewahan yang tidak dinikmati oleh para petani sayur di dataran tinggi Gayo, daerah asal saya. Yang meskipun dianugerahi alam yang tidak kalah suburnya. Tapi petani di Gayo sering kesulitan untuk memasarkan hasil panen sayur mereka. Seperti saat ini contohnya, di Gayo Tomat nyaris tidak ada harganya.
Buruknya infrastruktur dan akses jalan membuat beberapa kota seperti Meulaboh dan Tapak Tuan yang meskipun seperti dataran tinggi Gayo sama-sama berada dalam wilayah administratif provinsi Aceh. Tapi jauh lebih mudah dan lebih murah membeli sayur dari Provinsi Sumatera Utara, dibandingkan dari dataran tinggi Gayo.