Mudahnya memasarkan produk hasil pertanian ini, membuat para petani Tengger begitu bersemangat dalam mengusahakan kebun sayur milik mereka. Bahkan halaman rumah mereka pun nyaris tak bersisa, semuanya ditanami sayur, kalaupun tidak langsung di tanah di atas tanah, mereka menanamnya dalam pot-pot kantongan plastik yang diletakkan memenuhi seluruh halaman rumah dengan hanya menyisakan akses masuk dari gerbang pagar menuju pintu depan.
Waktu sore hari saya berjalan-jalan, di seputaran desa Jetak yang tidak jauh dari Hotel Java Banana, tempat saya menginap. Saya melihat sebuah truk pengangkut sayur jenis Colt Diesel sedang memuat kol ke dalam bak-nya. Para pekerja mengangkut kol-kol tersebut dari ladang dipinggir jalan dengan pikulan, lalu ditimbang dan langsung dimuat ke dalam truk. Saat saya menanyakan kepada pemilik ladang itu, berapa harga jual kol miliknya, dengan wajah sumringah dia menceritakan kalau sekarang harga kol sedang tinggi. Rp.1700 per kilogramnya. Dengan harga sebesar itu, dari lahan seluas satu hektar miliknya, dia bisa mendapatkan keuntungan sekitar 55 - 60 juta yang di dapat dari hasil penjualan hasil panen kol nya yang minimal menghasilkan 30 Ton per hektar, sementara modal yang dikeluarkan hanya di kisaran Tiga juta rupiah saja dan waktu tanam sekitar 3 bulan saja. Dan masih menurut Pak Sutikno, pemilik ladang sayur ini. Saat ini petani Tengger memang sedang bergembira, karena bukan hanya Kol, harga komoditas sayur yang lain, seperti kentang, daun bawang dan wortel juga sedang bagus-bagusnya.
Menurut sopir truk, kol yang dia beli dari Pak Sutikno akan dia angkut dan dipasarkan di Jakarta.