Bullying dalam bahasa Indonesia dikenal dengan penindasan, perundungan atau risak. Bullying merupakan suatu tindakan tercela yang biasanya sering dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang memiliki kuasa atau yang lebih kuat terhadap orang lain. Tindakan agresif ini sengaja dilakukan dengan tujuan untuk meluapkan emosi maupun hanya untuk menyakiti seseorang yang dilakukan secara terus-menerus.
Penyebab dari tindakan penindasan atau perundungan ini ada banyak faktor dan bervariasi. Namun ada beberapa faktor yang sering ditemukan yaitu adanya ketidakseimbangan antara pelaku dan korbannya. Biasanya berupa perbedaan berat badan dan tinggi badan, fisik yang kurang mengikuti standar, kemampuan dalam berkomunikasi atau tingkat kepintaran akademis, gender, dan bisa berujung pada perbedaan status sosial.
Selain beberapa faktor diatas, bullying juga bisa disebabkan oleh lingkungan keluarga. Misalnya seperti, anak pernah melihat orang tuanya bertengkar, kekerasan yang dilakukan salah satu anggota keluarga, selalu meremehkan maupun membandingkan kemampuan anak, dan yang paling berbahaya yaitu orang tua memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada pantauan sama sekali.
Kasus bullying di Indonesia memduduki peringkat kelima menurut data Programme For International Students Assessment (PISA). Sebanyak 41,1 persen pelajar di Tanah Air mengaku pernah mengalami perundungan di sekolah. Padahal, pendidikan sejatinya bertujuan untuk menciptakan karakter pribadi setiap anak yang berakhlak mulia dan mengembangkan kualitas hidup anak. Tetapi karena bullying sudah menjamur dan marak terjadi, kini sekolah menjadi salah satu tempat yang cukup rawan terjadinya penindasan.
Bullying selain dapat merusak mental dan gangguan jiwa si korban, kasus seperti ini juga bisa berujung pada rusaknya masa depan dari korban maupun pelaku perundungan.
Dilihat dari sudut pandang korban bullying, dampak yang berujung pada rusaknya masa depan ini dapat memperburuk kualitas hubungan sosial dengan masyarakat luas. Mereka menjadi tidak percaya diri untuk melakukan aktivitas yang disukai, karena terlalu sering mendapat cemoohan ataupun cibiran dari si pelaku. Mereka mungkin juga kesulitan untuk mempercayai orang lain. Hal seperti ini dapat berdampak buruk dalam jangka panjang terhadap kualitas komunikasi maupun interaksi sosial si korban di masa depan.
Jika dilihat dari sudut pandang pelaku bullying, dampak negatif yang dapat merusak masa depan, yaitu kasus perundungan yang sampai membuat kondisi korban terluka parah, maka bisa jadi pelaku akan mendapat sanksi di sekolah hingga bisa dikeluarkan dari sekolah. Selain itu pelaku juga akan dapat sanksi sosial yang lebih parah dari masyarakat. Bullying ini juga bisa berisiko menjadi pecandu alkohol dan obat-obatan terlarang. Ketika beranjak usia dewasa si pelaku akan kesulitan mencari pekerjaan atau impiannya hancur. Terakhir, pelaku perundungan berisiko menjadi pelaku kekerasan dalam lingkungan sosial dan rumah tangga (KDRT).
Kasus bullying di Indonesia sudah sering sekali terdengar. Bahkan yang lebih parahnya kasus ini ada yang berakhir dengan kematian. Oleh karena itu, menghentikan bullying harus benar-benar dipertimbangkan dan dilakukan oleh setiap pihak, baik itu orang tua atau keluarga maupun dari sekolah. Dengan begitu setiap anak di Indonesia diharapkan dapat kembali percaya diri mengembangkan potensi akademis atau nonakademis, kehidupan sosial yang baik, kesehatan mental yang terjamin, hingga keselamatan nyawa anak.
Berikut ini adalah beberapa cara mengatasi bullying di sekolah :
1. Mendeteksi sejak dini tindakan perundungan dan memberikan sosialisasi terkait bahayanya bullying.