Di era saat ini atheis bukan lagi hal yang asing di telinga kita, terutama di kalangan anak muda seperti GenZ. Atheis atau atheisme sendiri adalah sebuah pandangan filosofi yang percaya bahwa tidak adanya Tuhan atau Dewa-Dewi. Sebenarnya bagaimana konsep dan keagamaan dalam pandangan antropologi sendiri?
Awalnya, secara antropologis, agama adalah salah satu cara manusia untuk bertahan hidup. Karena pada saat itu banyak hal hal yang sulit dijelaskan secara rasional dan juga belum banyak tokoh-tokoh cendikiawan yang mampu memunculkan teori dan pemahaman baru.Â
Namun seiring berjalannya waktu hingga saat ini dimana banyak orang berbondong-bondong mencari makna dari segala sesuatu yang terjadi pada peradaban kita secara rasional dan mencari-cari teori logika yang masuk diakal, yang sebenarnya dalam beberapa hal tidak semua bisa dijelaskan secara rasioal logika manusia. Terutama dalam hal spiritualitas, dimana keimanan dan logika tidak bisa dengan gamblang disamakan.
      Di Indonesia sendiri sudah mulai banyak anak muda kalangan GenZ yang menganggap dirinya sebagai atheis. Banyak yang mengaku bahwa keterangan agama di KTP hanyalah sekedar formalitas saja, namun sebenarnya mereka saja tidak mempercayai adanya Tuhan apalagi agama.Â
Alasan yang mungkin menjadi salah satu jawaban mengenai pertanyaan mengapa persentase atheis semakin meningkat terutama di kalangan GenZ adalah; dimana perkembangan zaman yang segala sesuatunya sudah dipermudah, dan segala sesuatunya dipaksa untuk bisa masuk ke dalam pemahaman secara logika dengan adanya kemajuan teknologi yang pesat ini.Â
Karena balik lagi, awalnya agama sendiri adalah salah satu cara manusia untuk bertahan hidup. Ketika di era sekarang yang untuk mendapatkan segala sesuatu itu lebih mudah dan segala sesuatu itu dipaksakan untuk masuk diakal, oleh sebab itu lah anak muda banyak yang semakin meragukan dan mempertanyakan sebenarnya adakah Tuhan itu? Karena sekarang segala sesuatu bisa mereka dapatkan dengan mudah.
 Ditambah beberapa waktu lalu yang sempat menghebohkan muncul suatu aliran baru yaitu aliran Googleism, dimana para penganutnya percaya bahwa google adalah Tuhan yag maha tahu menyediakan berbagai informasi, ada dimana mana dan bisa diakses kapan saja, tidak bisa mati, dan lain sebagainya.
      Dari sini kita lihat bahwa karena perkembangan teknologi yang begitu pesat, yang dimana segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia semakin mudah didapatkan dan diketahui, akhirnya Tuhan dan agama itu semakin dipertanyakan keberadaannya. Padahal hal tersebut tidak bisa dijawab menggunakan logika penalaran, tapi secara kepercayaan dan keimanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H