Sebagai contoh, saat ini pengguna OVO dapat mengisi akunnya dengan sejumlah uang, misalnya Rp100.000. Saldo ini secara otomatis akan masuk ke akunnya yang lain, misalnya akun Grab dan akun Tokopedia. Padahal antara OVO, Grab, dan Tokopedia tidak berada dalam satu korporasi atau konglomerasi. Saldo yang Rp100.000 ini dapat juga digunakan untuk membayar dari Tokopedia atau dari Grab. Secara instan, saldo di OVO juga akan berkurang. Sisi positif yang lain adalah biaya transaksi yang jauh lebih murah dibandingkan dengan alat pembayaran digital konvensional.
Sejalan dengan contoh di atas, dapat dimungkinkan seorang nasabah Bank A mengisi saldonya, otomatis juga akan menambah saldonya di Bank B dan Bank C, karena nasabah tadi memiliki tiga rekening di bank yang berbeda. Bila dia ingin melakukan pembayaran, dia tinggal memilih kartu salah satu bank, atau menggunakan aplikasi di ponselnya. Apabila Bank A dan B belum menyediakan aplikasinya (atau sedang mengalami gangguan koneksi), maka nasabah tadi tinggal menggunakan aplikasi Bank C.
Negara pengguna Blockchain
Beberapa negara sudah mulai menerapkan teknologi blockchain dalam sistem pembayaran nasionalnya, misalnya saja (berdasarkan urutan penggunaan) adalah Singapura, Korea Selatan, Inggris, Ukraina, Uni Emirat Arab, Kuwait, Cina, Jepang, Kanada, Belanda, dan Swiss. Kesebelas negara tersebut sebenarnya sangat berbeda karakteristiknya, baik dilihat dari luas wilayahnya, tingkat penguasaan teknologinya, maupun kekuatan di bidang ekonominya.
Yang menarik adalah belum ada negara-negara dari benua Afrika maupun dari benua Amerika (kecuali Kanada). Bahkan Amerika Serikat yang merupakan salah satu negara besar di bidang ekonomi dan teknologi, belum mempersiapkan penggunaan blockchain di bidang keuangan.
Saat ini memang belum banyak negara yang menggunakan teknologi blockchain. Mungkin disebabkan oleh belum disepakatinya alat pembayaran yang disebut dengan BitCoin, yang juga menggunakan teknologi blockchain. Meskipun banyak negara yang belum mengakui BitCoin, tetapi banyak juga negara yang sudah mengakui alat pembayaran tersebut. Indonesia termasuk negara yang belum mengakui BitCoin. Meskipun demikian, Indonesia harusnya dapat memanfaatkan teknologi blockchain untuk menyelenggarakan alat pembayaran nasionalnya.
Penutup
Sebenarnya teknologi blockchain juga dapat membawa dampak yang lebih luas lagi, misalnya pencegahan tindak kejahatan di bidang keuangan, seperti korupsi, pencucian uang, dan terorisme. Dengan semakin dibatasinya penggunaan uang kartal, masyarakat tidak perlu lagi membawa uang kertas dalam jumlah besar (bahkan di China, uang kecil sekalipun sudah dapat ditinggalkan).Â
Berbagai jenis pembayaran, dilakukan secara digital, sehingga dapat dengan mudah dilacak oleh negara. Selain itu, juga akan terjadi peningkatan kepatuhan kewajiban perpajakan oleh para wajib pajak, karena mereka tidak perlu lagi melaporkan transaksinya (terutama penerimaan penghasilan), toh semuanya sudah tercatat di sistem.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H