Mohon tunggu...
Winda Mursida
Winda Mursida Mohon Tunggu... -

A little girl with a big dream.. Mahasiswi semester akhir Fisipol UGM.. Kompasiana lebih menarik drpd skripsi..!! Oh Dad, forgive me..

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Saya Memang Suporter Karbitan, Tapi Saya Bangga Pada Timnas

29 Desember 2010   17:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:14 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Saya bukan penggila bola. Saya tidak pernah mengikuti perkembangan Liga Indonesia, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Champhion, dan sebagainya. Jujur, saya tidak tahu banyak soal bola.

Ya.. Saya suporter bola karbitan..

Saya hanya suka bola di saat ada event-event tertentu, seperti Piala Dunia, Euro, AFF, dan sebagainya karena menurut saya kebersamaan sebagai suatu bangsa sangat terasa di event-event tersebut. Seringkali kita yang merupakan suporter bola karbitan ini akan kecewa bila jagoan kita kalah dalam ajang tersebut. Seperti saat Piala Dunia kemarin, saya kecewa Italy gugur dengan mudahnya.

Tapi, di Piala AFF ini saya sama sekali tidak kecewa pada Timnas. Mereka memang tampil buruk di leg pertama. Saya tidak akan mengkambinghitamkan laser, serbuk gatal, atau apapun itu. Tapi di leg ke-2 mereka tampil luar biasa, all out. Walaupun tadi Firman Utina gagal mengeksekusi tendangan pinalti, tapi saya merasakan semangat luar biasa saat menonton leg ke-2 tadi.

Sejujurnya, saya tidak bisa menjelaskan kenapa saya tidak kecewa bahkan malah bangga pada timnas kita. Saya sudah menduga kita akan kalah, tapi tetap menonton.  Sulit diungkapkan dengan kata-kata. Saya sendiri heran, padahal saya tipe orang yang sulit mengatakan "Saya Bangga Menjadi Bangsa Indonesia". Yah, lihat saya kondisi bangsa kita akibat ulah para koruptor. Gimana bisa bangga kalau bangsa ini termasuk negara terkorup?

Berdasarkan pengamatan saya, kebanyakan warga FB, Twitter, maupun Kaskus pun merasakan kebanggaan pada timnas. Sedikit sekati ungkapan kecewa dan penyesalan dalam status-status mereka. Yang ada adalah kebanggaan, dukungan, dan semangat untuk timnas. Fenomena yang sungguh luar biasa menurut saya.

Timnas telah menyatukan kita, membangkitkan rasa nasionalisme kita. Rasa bangga ini seperti energi magis yang memang sulit diungkapkan degan kata-kata. Kita menang, tapi tidak juara. Tak apa kawan. Kitalah juara sejati, dari tiga kali pertandingan melawan Malaysia kita menang dua kali. Bahkan, nasib Si Harimau Malaya sempat berada dalam cengkraman kaki Sang Garuda saat Sang Garuda melawan Gajah Putih. Kita tidak mengalah pada Sang Gajah untuk menjatuhkan  Harimau yang notabene merupakan musuh bebuyutan kita dalam berbagai hal. Kita sangat sportif.

Rasa bangga memang tidak bisa diukur dengan menang atau kalah, juga bukan dengan seonggok piala, tapi permainan terbaik mereka. Mungkin penggalan Surat Untuk Firman yag ditulis E.S.Ito ini mampu menjelaskan betapa kami bangga pada permainan mereka di leg ke-2 tadi.

Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada urusannya dengan garuda di dadamu, sebab simbol hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa, kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan dagangan para pecundang. Berlarilah Firman, Okto, Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa. Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan. Tenanglah Markus, gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian lawan. Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.

Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara. Tidak, kami tidak butuh piala, bermainlah dengan gembira sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir, menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. Esok di Senayan, kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan menjadikan kalian teladan!

Namun, rasa bangga ini tidak akan berhenti sampai di sini. Besar harapan kami, para pendukung skuad merah putih, agar persepakbolaan Indonesia lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun