Mohon tunggu...
Winda Mursida
Winda Mursida Mohon Tunggu... -

A little girl with a big dream.. Mahasiswi semester akhir Fisipol UGM.. Kompasiana lebih menarik drpd skripsi..!! Oh Dad, forgive me..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kamar Seks di Lapas? Perlukah?

30 November 2010   03:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:10 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini saya tulis saat saya menonton acara di salah satu stasiun TV yang membahas mengenai rencana pengadaan kamar seks di lapas. Saya jadi bertanya-tanya, kog ya makin banyak aja hal gila yang terjadi di negeri ini?

"Lapas kan tujuannya sebagai tempat hukuman atas tindak kriminal, kalau masih ada keikmatan di dalamnya lha mbok ya bubar wae", begitu kira-kira komentar salah satu penonton melalui twitter.

Orang di penjara kan untuk mempertanggungjawabkan tidakan kriminalnya dengan cara dikekang kebebasannya, kalau ini itu difasilitasi keenakan mereka dong. Bagaimana bisa lapas memberikan efek jera bagi para kriminal kalau di lapas sendiri banyak fasilitas? Efek jangka panjangnya bisa jadi mereka tidak akan kapok melakukan tindakan kriminal.

Tapi kemudian salah satu narasumber yang pro dengan kebijakan ini menjelaskan bahwa narapidana pun juga manusia yang memiliki kebutuhan biologis yang harus disalurkan. Dengan alasan tersebut maka keberadaan kamar seks memang urgent. Saya jadi berpikir memang iya sih. Tapi tetap saja ada yang bergolak dalam diri saya untuk berkata tidak setuju.

Sejelas dan seketat apapun aturan yang dibuat untuk operasionalisasi kamar seks ini saya rasa akan tetap banyak pelanggaran di dalamnya. Pertama, bisa jadi kebijakan ini dijadikan celah untuk para petugas lapas dalam mengeruk keuntungan. Meskipun penggunaan kamar seks ini gratis, tapi siapa yang berani jamin bahwa tidak akan ada pungutan nantinya. Kedua, mau seks sama siapa? Istri? Kalau sang istri merasa nyaman sih okelah, tapi apa iya benar-benar nyaman? Ketiga, bagaimana pula dengan yang belum beristri? Mereka hanya bisa gigit jari. Dari poin ini pun bisa menjadi celah untuk terjadi pelanggaran. Bisa jadi wanita yang bukan istri pun bisa masuk ke lapas untuk melayani para napi. Siapa yang berani jamin petugas lapas tidak bisa disuap? Kita sama-sama tau lah bahwa napi merupakan mesin ATM bagi petugas lapas, mungkin tidak semua tapi sebagian besar begitu.

Jadi, berdasarkan hal-hal tersebut saya cenderung tidak setuju dengan kebijakan pengadaan kamar seks di lapas walaupun saya juga masih belum bisa menemukan solusi yang tepat atas tuduhan pelanggaran HAM bila hasrat seks para napi dikekang. Bagaimana dengan pendapat teman-teman kompasianers sekalian? Mari bertukar pendapat.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun