Cinta kadang membuatku benci. Cinta mengingatkanku pada kehampaan, kesedihan, dan penderitaan tak berujung. Meski kerap menjadi oase di tengah gersangnya hati, tapi cinta seringkali hanya menjadi kumpulan kata manis yang dibungkus dusta.
Cinta membuatku teringat akan malam yang menyergap merayap pada resah. Ketika kau membuat hatiku tersentak dengan rangkaian nasehatmu. Dan saat itu percikan airmata membasahi pipi. “Hidup itu sebenarnya memang benar pilihan, dan sangat ditentukan dengan pilihan”, bait kata terakhirmu malam itu.
Aku berdiri di pintu pagar ruang hatimu, menyuguhkan segenggam rasa yang aku tak tau apa namanya. Dan aku tak berharap kau mengizinkanku menerobos hatimu.
Akupun teringat dengan mataku yang basah saat kau bicara tentangnya. Detik itu hatiku mengabarkan kenyataan bahwa cintalah yang aku genggam untukmu. Ketika aku memilih mencintaimu dalam diam, kaupun tau tentang cinta itu. “Jangan takut dengan cinta, takutlah bila kita tidak bisa merasakan cinta”, katamu menenangkanku.
Kau tau, sejak pertama melihat matamu, hatiku tergerak menelusuk tentangmu jauh lebih dalam. Mungkin sejak saat itu ada cinta untukmu. Hanya saja aku tak menyadarinya.
Aku memang selalu takut mencintai, apalagi bila cinta itu bertepuk sebelah tangan. Bukan aku berharap kaupun mencintaiku, hanya tak ingin kau jengah dengan cintaku. Bukan aku merasa tak nyaman dengan keadaan, hanya hatiku yang semakin bergetar bila dekatmu.
Zafran, begitulah aku memanggilmu. Bukan karna sekedar aku mengidolakan tokoh itu. Tapi karna berharganya kau bagiku. Aku memang bukan hanya mengagumimu layaknya penggemar terhadap idola. Tapi aku mencintaimu, lebih dari sekedar idola
Rindu selalu saja menyapaku. Cukup lama aku tak melihat senyum teduhmu. Saat aku berdo’a, “Tuhan, pertemukan aku dengannya satu detik saja” Tuhan pun menjawab do’aku. Dan hatiku runtuh begitu hening melihatmu didepanku. Benar saja, hanya satu detik. Karna aku melangkah cepat menutup malu melihatmu.
Bukan hanya saat ini aku diterpa rasa bernama cinta. Dan aku tak tau bila sampai sedalam ini, sedalam ini hanya untukmu. Benar kata sahabatmu, bagaimana mungkin aku mencintai seseorang sampai begini. Cinta yang kata sahabatmu, “tak pernah diberi sesuatu yang spesial, tak pernah ada perlakuan lebih dari sang laki2, tapi tak pernah marah, dan itu impossible....”.
Aku tak pernah berharap apapun. Hanya bahagiamu yang selalu aku harap dalam setiap nafasku. Aku tak berharap kau mencintaiku, yang aku tau aku mencintaimu. Dan ketika suatu hari kau bersama perempuan lain , aku hanya tersenyum seraya berharap kau akan baik2 saja dan bahagia dengan jalan yang kau pilih.
Cinta seringkali membuatku beku dalam perpisahan. Perpisahan yang kadang aku tak tau apa penyebabnya. Dan entah dimana keberadaanmu kini. Yang aku tau, kau masih tetap dihatiku. Kau masih saja indah bersama kata-katamu yang menjadi siluet...