Bahasa Indonesia sempat diwacanakan menjadi bahasa internasional, sebab pengguna bahasa Indonesia yang jauh lebih banyak dari pada pengguna bahasa-bahasa di Eropa. Bahasa Jerman yang penggunanya sedikit ditolak oleh UNESCO (PBB) menjadi bahasa internasional, namun bahasa Indonesia yang banyak penggunanya, dimungkinkan untuk menjadi bahsa internasional. Menyusul penolakan itu, pemerintah mewacanakan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Wacana yang sempat popular pada akhir tahun 2011 dan awal tahun 2012 itu bagaikan wacana yang mati tertelan waktu. Sebab kini di pertengaham tahun 2012 kita sudah tidak lagi mendengar tentang terealisasinya wacana tersebut.
Hilangnya Fungsi Sebagai Bahasa Nasional
Wacana tentang menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional ternyata tidak dibarengi dengan semangat masyarakat Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia.
Tidak adanya semangat masyarakat Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dapat dilihat dengan hilangnya fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi: (1) lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu bangsa, dan (4) alat perhubungan antardaerah, antarwarga dan antarbudaya.
Yang pertama dalam bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, Kita lihat akhir-akhir ini masyarakat Indonesia terutama masyarakat urban, lebih bangga dan percaya diri jika dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asing. Dapat kita jumpai dalam pergaulan remaja perkotaan, mereka jarang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka lebih merasa percaya diri ketika berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Terlebih para figur publik yang dengan bangga menggunakan aksen bahasa Inggris dalam berkomunikasi. Remaja yang masih membutuhkan seorang figur pun dengan bangganya menirukan aksen figur publik (artis) tersebut. bahkan terkadang mereka lupa jika bahasa Inggris yang mereka ucapakan ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia.
Kedua, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang identitas nasional. Tidak adanya rasa bangga menggunakan bahasa Indonesia dikalangan kaum muda bangsa Indonesia membuat bahasa Indonesia kehilangan lambang identitas diri. Pemuda Indonesia yang lebih senang menggunakan bahasa asing dalam pergaulan, membuat mereka melupakan bahasa Indonesia dan ini membuat bahasa Indonesia kehilangan jati diri. Berkomunikasi dengan sesama bangsa Indonesia saja remaja lebih sering menggunakan bahasa asing, apalagi jika berkomunikasi dengan orang asing. Sehingga tidak tercermin identitas diri bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
Ketiga dan keempat, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa dan alat penghubung antardaerah. Kebanggaan kaum muda bangsa Indonesia menggunakan bahasa asing tidak lagi membuat bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan. Dalam berkomunikasi antar teman kita sering menggunakan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, karena kita merasa ada kebanggaan tersendiri saat menggunakan bahasa asing. Dan kita seperti terkucilkan saat kita tidak mampu menggunakan bahasa asing dengan baik. Jadi, tidak heran jika anak muda lebih terbiasa menggunakan bahasa asing dalam berkomunikasi antardaerah.
Hilangnya fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, juga dipengaruhi oleh masyarakat Indonesia yang terlalu meremehkan bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia yang meremehkan bahasa Indonesia, dapat dilihat dari jarangnya orang tua yang mau memberikan pelajaran tambahan bahasa Indonesia pada anaknya. Mereka lebih memilih mengeluarkan uang untuk pelajaran bahasa asing. Atau orang tua lebih membiasakan anak-anaknya untuk berbahasa asing dalm kehidupan sehari-hari.
Kesalahkaparahan dalam Berbahasa
Semua bahasa di dunia mempunyai kesulitan dalam mempelajarinya. Termasuk bahasa Indonesia, mungkin kita menganggap bahasa Indonesia sangat mudah sebab bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu untuk kita, namun, pernahkah kita sedikit meperhatikan lebih dekat? Bahasa Indonesia ternyata sangat sulit dipelajari, bahkan oleh pemilik bahasa itu sendiri yaitu masyarakat Indonesia.
Ironis memang melihat kenyataan masyarakat Indonesia yang tidak lagi menghargai bahasanya sendiri. Bahasa Indonesia yang kita remehkan ini merupakan salah satu bahasa yang sulit untuk dipelajari. Jangankan untuk orang asing, untuk kita masyarakat Indonesia saja masih sulit mempelajarinya. Bagaimana tidak, kita lihat pada bahasa Indonesia terdapat kata imbuhan dan akhiran (afiks dan sufiks), belum lagi kata yang berawalan huruf K, T, S, dan P, bila mendapat imbuhan meN- maka kata yang berawalan huruf tersebut akan berubah bunyi. Seperti kata ‘sapu’ yang mendapat awalan meN- bukan lantas menjadi ‘mensapu’ tetapi menjadi ‘menyapu’ huruf ‘s’ diawal kata melebur, kata ‘pinjam’ menjadi ‘meminjam’ bukan ‘menpinjam’, kata ‘kasih’ menjadi ‘mengasih’ dan kata ‘tulis’ menjadi ‘menulis’ bukan ‘mentulis’. Tapi ada beberapa kata yang berawalan huruf K, T, S, dan P, tidak berubah bunyi walaupun mendapat awalan meN-, seperti kata berawalan huruf ‘P’ yaitu ‘proses’ ketika mendapat awalan meN- bukan lantas menjadi ‘memroses’ tetapi huruf ‘p’ tidak luluh sehingga tetap menjadi ‘memproses’.
Banyak dari kita yang menganggap hal tersebut sebagai hal kecil dan tidak penting. Karena anggapan bahasa Indonesia sudah tidak penting lagi, membuat masyarakat Indonesia malas melihat kamus sehingga banyak terjadi kesalahkaprahan bahasa Indonesia. Salah kaprah itu dpat kita lihat dari kata, nuansa yang oleh banyak orang mengartikan ‘suasan’ padahal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nuansa berarti ‘(1) variasi atau perbedaan yg sangat halus atau kecil sekali (tt warna, suara, kualitas, dsb); (2) kepekaan thd, kewaspadaan atas, atau kemampuan menyatakan adanya pergeseran yg kecil sekali (tt makna, perasaan, atau nilai)’, atau kata absensi yang sering diartikan masyarakat dengan ‘daftar absen’, padahal dalam KBBI kata absensi berarti ‘ketidakhadiran, dan kata acuh yang sering diartikan dengan ‘tidak memedulikan’, sedangkan dalam KBBI kata acuh berarti ‘peduli; mengindahkan’.
Kemalasan kita membuka KBBI memang beralasan, selain karena KBBI yang harganya terbilang mahal untuk kalangan menengah ke bawah, yang memiliki KBBI juga hanya segelintir orang. Tidak seperti kamus bahasa Inggris yang setiap rumah memiliki, KBBI jarang kita jumpai. Dilihat dari kepemilikan KBBI saja, dapat kita lihat bahwa masyarakat Indonesia sangat meremehkan bahasanya tersebut.
Perhatian Pemerintah juga sangat diharapkan dalam menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang tidak lagi diremehkan dan mungkin menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional seperti yang dulu pernah diwacanakan. Pemerintah harus turut aktif dalam mengembangkan bahasa Indonesia, salah satunya dengan adanya (TOEFL) bahasa Indonesia. Di mana, orang asing yang akan bekerja dan belajar di Indonesia diwajibkan untuk bisa berbahasa Indonesia. Dengan nilai yang disepakati oleh berbagai kalangan yang bersangkutan, jadi tidak hanya orang Indonesia yang bekerja dan belajar di luar negeri saja yang harus melalui TOEFL, tapi orang dari luar negeri yang bekerja dan belajar di Indonesia juga wajib menjalani tes bahasa Indonesia sehingga nantinya dapat pengguna bahasa Indonesia lebih banyak dan orang asing pun dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H