Lahir dari sebuah keinginan untuk bangkit dari keterpurukan. Menyandang sebagai seorang disabilitas tidak membuat bapak, ibu dan para pemuda anggota Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kabupaten Pati terpuruk dengan kondisi yang ada. Justru berbanding terbalik mereka terus mengasah kemampuannya dalam menciptakan helaian kain putih menjadi sebuah batik yang beraneka ragam jensinya.
UMKM Batik yang berdiri di Desa Sambirejo Kecamatan Gabus kabupaten Pati ini berdiri sejak tahun 2021 inisiasi dari seorang pemuda bernama Hasrat, penyandang disabilitas yang mempunyai keistimewaan, ketekunan untuk memiliki kesibukan di setiap harinya. Didampingi oleh sang Ibu, Hasrat mampu menekuni usaha batik ini sejak tahun 2021 hingga sekarang.
"Awal mula dari adanya usaha ini karena saya sering mengikuti pelatihan membatik yang dilakukan setiap hari Minggu oleh PPDI Pati" ujar Hasrat. Ia juga mengatakan dari hasil ketelatenan menekuni membatik ini bisa memberikan motivasi kepada bapak, ibu di sekitaran daerahnya untuk bisa bergabung dalam pelatihan.
Untuk batik yang dihasilkan beraneka ragam jenisnya. Mulai dari batik ciprat, batik tulis, dan kombinasi batik tulis ciprat. Tentunya dari ketiga jenis batik in imempunyai ciri khasnya masing-masing diantaranya dilihat dari pola pembuatan batiknya. Batik ciprat mempunyai pola cipratan dari malem yang dicipratkan dengan pola miring. Itulah yang menjadi khas dari kain batik hasil pelatihan para penyandang disabilitas dibandingkan batik ciprat lainnya.
"Alhamdulillah kami sudah bisa memproduksi batik sendiri dari hasil pelatihan, walaupun sempat mengalami situasi sulit sewaktu pandemi covid itu kami tidak mendapatkan hasil apapun, tidak ada orderan sama sekali, namun alhamdulilah akhir-akhir tahun ini banyak banjiran order dari dalam kota bahkan luar kota" ungkap Ibu Hasrat.
Beliau juga mengatakan, kerajinan yang dibuat bukan hanya batik melainkan ada dompet batik, totebag, taplak meja, jaket dengan motif batik. Untuk harga dari batik tulis sendiri bisa mencapai harga Rp 300 ribu per buah, sementara untuk batik cipratnya dijual Rp 175 ribu perbuah. Harga ini juga bisa berubah sesuai dengan tingkat kerumitan pengerjaan batiknya itu sendiri.
Tempat produksi batik ini jadi satu dengan tempat tinggal Hasrat sekeluarga. Belum adanya plang resmi di depan rumah seringkali menjadi kesulitan tersendiri ketika orang dari luar ingin berkunjung ke rumah produksi tersebut.
Ada sekitar delapan orang dari teman-teman disabilitas rutin ikut pelatihan membatik. Ia berharap aktivitas dari membatik ini bisa membantu para penyandang disabilitas untuk meningkatkan perekonomian. Dari hasil pelatihan tersebut teman-teman disabilitas bisa mencobanya sendiri di rumah dan memproduksi secara mandiri untuk meningkatkan perekonomian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H