Mohon tunggu...
Winardi Nurdin
Winardi Nurdin Mohon Tunggu... wiraswasta -

seseorang yang ingin mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kapas Putih yang Terlupakan

19 Juni 2011   07:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:22 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ranjang ini baru saja usai berderik, peluh dan desah telah berlalu. Abbi memeluk erat tubuhku yang masih berada diatas dadanya yang bidang. Dua kulit anak Adam menyatu dalam sebuah ritual penetrasi, melepaskan ‘bisa-bisa orgasme’. Sebuah tangan kekar dengan gerakan lembut menekan punggungku, gerakannya mengalir dari tengkuk hingga ke tulang ekor.

Aku merasakan nikmat,… peredaran darah di tulang punggungku serasa berjalan normal kembali. Ritual tadi membuat seluruh sendi-sendiku tersengat arus cinta yang menyatukan hati kami. Pijatan itu membuat tubuhku tenang, membuatku tak ingin beranjak dari sentuhan bulu-bulu kecil di dadanya.

Malam jum’at ini sungguh melambungkan auraku hingga titik klimaks. Setelah sekian minggu kami disibukkan si kecil mencari playgroup yang cocok untuknya. Kelelahan itu terbayar oleh sentuhan Abbi, kecupan Abbi melancarkan darah merahku membawa oksigen yang membuat sakit kepalaku hilang. Ini sungguh membuatku tenang,…

Tenang sekali,…

Allahu Akbar,… Allaaaahu Akbar,….

“Ummiiii,… bangun miii,… dah subuh nih,…”

“Haaaah ?!!,…” mataku terbuka dan kulihat jam dinding, 4:35 pagi,…

Sesaat tubuhku masih enggan beranjak, ku tarik lagi selimut yang menutupi tubuhku yang masih telanjang lebih tinggi lagi. Sebuah ciuman mendarat lembut di belakang telingaku, mengalirkan kembali arus listrik yang mampu mengusir udara dingin pagi itu, walau hanya sesaat.

“Cium lagi Abbi,… sentuh aku lagi,… lakukan lagi pagi ini,… Abbi,… ayo doong” harapku dalam hati. Tapi tak ada lagi reaksi, yang kudengar hanya derit pegas spring bed. “Ahhh kemana lagi si Abbi ni…” kubalikan tubuhku menatap dirinya. Senyuman itu,… senyuman yang membuat aku menerima lamarannya enam tahun lalu.

“Ayoo dong Ummi,… nanti telat sholatnya,… belum mandi junubnya ?!,…

“Tuh udah jam 5 lewat,… Hayooo !,…”

“Gendong,…” pintaku manja,…

“Nggak ahh,… kamu berat sekarang,…”

“Aku ?!!,… berarti gendut doong sekarang,…”

“Nggaaak,… cuma sedikiiit,…” goda Abbi

“AAAh Abbiii,…”

Ia mendekat dan membisikan sesuatu di telingaku, membuat hasratku kembali bergelora. Bisikan itu membuatku tersenyum,… dan bersemangat untuk segera bangkit lalu mengikuti tubuhnya ke kamar mandi.

( apa hayooo?!,… rahasia doong,… lover nggak boleh tau,… hehehe )

Usai sholat subuh,… aku pergi ke dapur membuatkan roti bakar dan susu untuknya (susu sapi loh, bukan yang lain), aku menyempatkan melihat kamar Bunga. “Masih tidur,…” tumben, biasanya udah ngerepotin aku. Sementara itu sayup-sayup ku dengar suara Abbi melantunkan bait-bait yang menenangkan rumah ini, jauh dari aura pemakaman.

Roti bakar,… isi saus coklat kacang tebal (kaya judul film aja,…) menjadi pengganjal perut kami pagi ini. Sambil menikmati itu, mata Abbi menatapku. Tatapan mata itu meneduhkan,… tatapan yang membuatku bertahan melalui bahtera hidup rumah tangga kami. Melenyapkan semua masa lalu, melupakan seseorang yang pernah mengisi hatiku. Mengubur keraguan diantara dua pilihan. Pilihan yang aku rasa tepat saat ini.

“Ummi,… sekarang bulan Juli kan ?,…”

“Iya,… kenapa Biii,… Abbi mau ngajak berlibur ?,…”

“Kemana ?,… ke Bali yachh,… ayoo dong dah,…” tanyaku penasaran.

“Kamuuu,… liburan di kamar aja, lebih enaak,…”

“Aaaeeaaa,… di kamar hotel di Bali aja Biii,… lagi promosi liburan sekolah loh Biii,…” rayuku sambil mempermainkan lengan dan bahunya yang kekar. Tapi ia hanya menggelengkan kepalanya.

“Ummi,… sekarang kan bulan Juli,… sebentar lagi Agustus,…”

“Agustus,…” batinku,… yach agustus kan ulang tahun aku,… apa Ia akan memberi kejutan special ?,…

"Apa yach kira-kira ?,…” masih membatin sambil mataku menerawang plafon mushola di rumahku.

“Mulai deh pikiranya yang aneh-aneh,…"

"Ummi tau nggak bulan agustus tahun ini ada peristiwa penting apa ?” tanyanya

“Mmmm, apa yach ?!!,…” aku pura-pura lupa.

“Minggu terakhir bulan agustus ini Miii,…” ucap Abbi serius.

“Yup tepat dugaanku, aku kan lahir di hari terakhir bulan agustus ?!!,…"

"Jadi pasti soal ulang tahun,…"

"Apa ini ?,… suamiku mau memberi kejutan apa ?” pikirku.

“Udah deh jangan pikir yang macem-macem,…"

"Sekarang Abbi kasih tau,… kamu masih punya utang kan ?” tanya Abbi nggak sabar.

“Utang ?!!” tanyaku heran,…

“Apa Abbi tahu kalau aku pinjam uang sama mamah,” tiba-tiba aku jadi cemas.

“Masa sih mamah nagih ke Abbi,… aku kan dah minta mamah jangan kasih tahu Abbi,… waduuh bisa gawat nih,…” batinku sambil menatap matanya, berharap sungguh ia tak tahu alasan apa sebenarnya yang membuatku pinjam uang ke mamah,… ini juga untukmu Abbi, untuk kita,…

Aku hanya tak ingin merepotkanmu Abbi,…

“Akhir agustus sudah mulai puasa Miii,…”

“Ohh iya puasa,… benar Biii,… puasa,…” Alhamdulillah bukan itu, mudah-mudahan Abbi tidak tau soal utang itu.

“Kamu punya utangkan ?” tanya Abbi lagi.

“Utang ?!!” tanyaku cemas lagi,

Duuuuh,… jangan-jangan bener lagi,…

Abbi tau soal itu, gimana dooong ngejelasinnya ke dia.

“Udah kamu bayar ?,…”

“Nggaaaak,… Ummi nggak punya utang kok,…” aku berusaha menampik dan segera sibuk mencari akal untuk mengalihkan pertanyaanya.

“Jangan bo’oong,… wajar kalau perempuan itu punya utang,… dah biasa,… bukan hal yang aneh, seingat Abbi emang punya utang deeeh Ummi,… sembilan yachh,… bener kan ?”

“Aaaaaaaaaah,… ampuuun Abbiiii, berarti mamah udah ngasih tau Abbi,… aduuuh mamah gimana sih ?” jeritku dalam hati, mengumpat-umpat kesal karena mamah memberitahukan hal ini ke Abbi.

“Jadi kapan mau dibayar ?” tanya Abbi

“Eeeeeh,… gini pokoknya ini tanggung jawab Ummi,… Abbi nggak usah takut Ummi bisa kok bayarnya,… Insya Allah nggak sampai dua tahun kok,…”

“Loooh ngapain sampai dua tahun,… waktunya tinggal dua bulan lagi,… kurang malah !!,… Ummi lagi sehat kan ?!,… nggak ada halangan” aku bengong,… ini maksudnya apa sih ?,… aku jadi nggak mudeng,… aku nggak tahu bagaimana ekspresi wajahku saat ini,… tapi yang jelas Abbi mencium bibirku yang sedikit terbuka,… ( bibir gue nafsuin kali ya,… duuuh narsis )

“Mmmm Abbiii, jangan di sini aah,… ntar Bunga liat tau !!” aku pura-pura marah, padahal suka, bahkan tak menolak untuk session ke dua,… (hehehe,…) gimana nggak ?, sensasi semalam masih membekas di otakku. Sengatan orgasme masih terasa di setiap sendi-sendiku.

“Abiiisnya di tanya bengong,… tu bibir sampai bolong,…” ledek Abbi

Jelas bolong lah,… aku makan lewat mana emangnya ?,…

“Benerkan sembilan ?...” tanya Abbi

“Mmmm,… iii,… ya,…” ucapku pasrah,…

Terserah deh, mau dimarahin kaya apa aku pasrah Biii,… di hukum kaya semalam juga boleh,… enak,… (ngarep banget). Tapi please jangan benci kepadaku,… jangan cuekin aku,… aku terbelenggu dalam kedewasaanmu,… itu yang membuatku tak ingin jauh darimu. Aku butuh pelukanmu,… aku butuh bahumu,… aku perlu suara detak jantungmu untuk mendamaikan hati ini.

“Tapi di cicil ya Biii ?!!,…” pintaku

“Ya iya lah,… gimana ceritanya dibayar sekaligus, dicicil tiap hari dooong,… kalau bisa jangan bolong-bolong, biar cepat,… kalau bolong ntar malah ares-aresan bayarnya, sembilan tuh sedikit neng, tiap hari dibayarkan nanti nggak terasa tau-tau sudah lunas, “

“Duuuh sembilan juta sedikit ?!!!,… duit dari hongkong !!!,…” batinku

“Masak apa lah yang enak,… biar kamu semangat makan sahurnya,…”

“SAHUR ?!!!,… MASAK,…” ucapku heran dalam hati.

Apa hubungannya nyicil utang ma sahur,… pake suruh masak enak lagi?!!,… mang bisa lunas ?,… emang mamahku mau dibayar ma semur jengkol ?!!, sembilan juta Biiii,… ehh sebentar,… oooh paham aku,… HUTANG PUASA,…

PUASA RAMADHAN,…

Yach benar,… aku punya utang puasa, (wah udah lemot nih hardisknya,.. kudu di upgrade,…) ternyata obrolan Abbi pagi ini tentang utang puasa, bukan utang duit yang aku pinjam dari mamah tanpa sepengetahuan Abbi. Jadi Abbi belum tahu, syukur deh,… Alhamdulillah,… jangan sampai Abbi tahu,…

“Ya Allah ku mohon dengan sangat, beri aku rezeki lebih untuk membayarnya tanpa merepotkan suamiku, sudah cukup lelah ia bertarung memenuhi kehidupan kami,… ijinkan aku membantunya,… Ya Allah ku mohon dengan sangat,…”

“Ummiii,… jadi mulai besok ya Miii,… utang puasa ramadhan itu wajib hukumnya kamu bayar, tidak boleh membayar fidyah, karena kamu masih sehat dan mampu,… jangan sampe kesundulan, utang tahun kemaren belum lunas udah keburu datang bulan puasanya, bisa-bisa nambah nanti utang puasamu,…”

Aku mengangguk, “Makasih Abbi,… udah ingetin ummi,…”

“Sama-sama ummi,… udah kewajiban Abbi sebagai imammu,… karena ketahuilah, puasa itu menghapuskan dosa-dosa diri kita, Allah akan membukakan pintu khusus di surga bagi mereka yang menjalankan puasa dengan sempurna,… seperti kapas putih ini,…”

“Kapas putih ini akan menghapus noda-noda di wajahmu,… membuat wajahmu nampak lebih cerah, nampak lebih muda,… lebih,…” Abbi mendekatkan wajahnya,… matanya menatap dalam kepadaku. Jemari yang sedikit kasar mulai menyapu bagian pipiku, darahku kembali terpompa. Jantungku mulai berdetak lebih kencang.

Abbi menyium lembut bibirku,… sengatan kecil mulai menjalar ke seluruh urat syaraf hingga naik ke otak. Membuatku reflek menyambut ciumannya,… deretan kumis tipis di bibirnya semakin membuat sengatan itu membesar. Aroma sabun mandi dan segarnya kulit yang tersiram air membuat payudaraku mulai mengeras, nafasku perlahan mulai cepat bergerak memompa udara ke jantung.

Hasrat itu kembali ada,…

Gelora itu kembali membuana ke seluruh aura kami,…

Pelukan cinta membaur nafsu mengiringi kami ke arena pertarungan,…

“Katanya berat Biii,…” godaku, ketika Abbi dengan cekatan membopong tubuhku ke pembaringan kami.

“Mau expres, apa biasa ?” tanya Abbi

“Express,…” jawabku

“Biasa aja deh,… Abbi nggak ke kantor hari ini,…”

“Express,…” tegasku

“Biasa aja,… yach,… ok,…” goda Abbi

“Nggak,… nanti Bunga keburu bangun,…” akupun langsung mendekapnya, membelai rambutnya yang mulai beruban. Dan ritual penetrasi session dua pun segera di mulai,…

Zzzzzzzzzzzzzz(layar putih dengan semut berserakan)zzzzzzz

‘Eeeeeiiit di sensor yach,…’

tulisan ini dibuat setahun lalu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun