Mohon tunggu...
winda nur dhumarisanti
winda nur dhumarisanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi, UNJ

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Golf Sebagai Alat Reproduksi Status Sosial: Analisis Marxis Terhadap Eksklusivitas Olahraga Elite di Indonesia

10 Juni 2024   19:41 Diperbarui: 10 Juni 2024   19:53 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Winda Nur Dhumarisanti

Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

Email: windanurdhumarisanti@gmail.com 

PENDAHULUAN

Pada umumnya, golf merupakan olahraga di luar ruangan yang dimainkan oleh individu atau tim, cara mainnya ditujukan untuk memasukkan bola ke dalam lubang-lubang yang tersebar di sepanjang lapangan dengan menggunakan jumlah pukulan yang sedikit mungkin (Ensiklopedia, Wikipedia, 2023). Di Indonesia, golf salah satu olahraga yang mengalami kemajuan pesat sejak pertama kali hadir. Lapangan golf pertama kali di Indonesia didirikan oleh Mr. A. Gray dan Mr. T.C. Wilson pada tahun 1872, saat itu dikenal dengan nama Batavia Golf Club. Pada awal pengoperasian, klub golf memiliki 16 anggota yang seluruhnya berasal dari Inggris (Indonesia, Birdie, 2020). Saat ini, golf menjadi populer terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, yang menjadi pusat kegiatan dan tempat tinggal bagi banyak eksekutif muda (Ibrahim, O, & Isdianto, B, 2012). 

Dalam hal ini, golf telah lama menjadi lambang kemewahan, karena berhasil menggambarkan status sosial yang tinggi bagi banyak orang. Hal itu didukung oleh perlengkapan yang mahal, dan membutuhkan lapangan luas yang memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi, sehingga berpengaruh pada biaya keanggotan. Akibatnya, golf menjadi sering dianggap sebagai olahraga yang hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu secara finansial. Artinya, golf menjadi olahraga yang sering dianggap sebagai permainan bagi kalangan atas dan memiliki citra eksklusif, karena tidak semua orang memiliki akses atau kemampuan untuk memainkannya dengan peralatan dan biaya keanggotaan yang mahal. 

Dari penjelasan diatas, maka peneliti menggunakan metode penelitian dengan studi pustaka untuk menganalisis bagaimana golf dapat mengkonstruksi status sosial dengan perspektif marxis. Penelitian ini menggunakan studi pustaka. Studi pustaka merupakan proses yang bertujuan untuk mendapatkan landasan teoritis bagi masalah penelitian yang dipilih, oleh karena itu peneliti membutuhkan banyak referensi seperti buku teks, literatur penelitian, majalah, jurnal, dan sumber informasi lainnya (Notoatmodjo, 2018, dalam Nopriyani, Y, & Saputri, S, 2021). 

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Keanggotaan Klub Golf sebagai Bentuk Reproduksi Kelas Penguasa

Olahraga golf termasuk salah satu bentuk budaya yang dibawa oleh orang Eropa ke dalam Indonesia. Klub-klub golf elit tersebar di berbagai wilayah Indonesia, menawarkan lapangan yang hijau subur dan fasilitas mewah untuk anggotanya. Keanggotaan di klub golf sering dianggap sebagai sarana untuk mereproduksi kelas penguasa atau menunjukkan elitisme sosial. Sehingga bagi mereka yang memiliki penghasilan rendah atau tergolong kelas pekerja, dinilai sulit mengakses keanggotaan klub karena biaya yang mahal. Karena itulah perbedaan kelas sosial seringkali membawa konsekuensi budaya yang berbeda. 

Hal ini disebabkan oleh persyaratan eksistensi material yang berbeda di setiap kelas, seperti akses terhadap pendidikan, pekerjaan, kekayaan, dan kekuasaan (Rahmaniah, A, 2012). Sehingga pengalaman hidup yang berbeda antara anggota kelas penguasa dan kelas pekerja membentuk pandangan yang unik yakni mencakup nilai, keyakinan, dan norma-norma yang membentuk budaya dari masing-masing kelas sosial. Secara objektif, kelas sosial dijelaskan sebagai sekumpulan individu dengan kepentingan bersama yang terkait dengan posisi ekonomi dan sosial mereka, sementara dari segi subjektif, kelas ini terdiri dari individu-individu yang menyadari kepentingan bersama dan bersedia memperjuangkannya dalam struktur masyarakat (Hendriwani, S, 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun