"Kenaikan Ppn 12%: Mengulik Seputar Ppn, Apa Yang Perlu Anda Tahu?"
Kenaikan PPN menjadi 12% secara resmi di berlakukan di Indonesia mulai 1 Januari 2025 mendatang. Kebijakan ini telah diresmikan oleh pemerintah dan mengundang berbagai reaksi dari masyarakat dan dunia usaha. Lantas, apa saja sebenarnya yang perlu Anda ketahui tentang kenaikan PPN 12%? Yuk simak penjelasan berikut: APA ITU PPN? PPN atau Pajak pertambahan Nilai merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa yang ada dalam suatu daerah pabean. Ini jadi salah satu instrumen kebijakan fiskal yang punya peran penting dalam pengumpulan pendapatan negara. Kapan kita kena PPN?PPN dikenakan setiap transaksi jual beli barang dan jasa. Semua perhitungannya didasarkan pada selisih antara nilai penjual dan pembelian suatu barang atau jasa. Yang kena PPN hanya barang dan jasa?Ada barang kena pajak (bkp) dan jasa kena pajak, dilansir dalam laman fiskalkemenkeu pengaturan bkp dan jkp dalam PPN bersifat “negatif list” yang berarti seluruh barang dan jasa adalah bkp atau jkp kecuali di tetapkan barang atau jasa yang tidak dikenai PPN.(Melansir dari tempo.co)
PERATURAN TERKAIT KENAIKAN PPN? Pemerintah Indonesia akan menerapkan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). BARANG DAN JASA APA SAJA YANG KENA PPN? Kenaikan PPN menjadi 12% berlaku untuk semua barang dan jasa. Beberapa barang dan jasa yang terkena PPN 12% sebagai berikut;•Beras Premium•Buah-buahan Premium•Daging Premium (seperti, Wagyu, Daging Kobe)•Ikan Mahal (seperti, Salmon Premium, Tuna Premium)•Udang dan Crustacea Premium (King Crab)•Jasa Pendidikan VIP•Jasa Pelayanan Kesehatan Media VIP•Listrik Pelanggan Rumah Tangga 3.500-6.600 VA
ADA BARANG DAN JASA YANG TIDAK KENA PPN 12%? Sesuai perkataan Sri Mulyani, pemerintah memberikan pengecualian untuk barang-barang yang disebutkan merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Tujuan dari pembebasan PPN pada barang pokok adalah untuk memastikan harga tetap terjangkau bagi masyarakat. Diantaranya:1.Minyak goreng pemerintah (minyak kita)2.Tepung terigu3.Gula Industri
Ketiga barang ini masih 11%, Nah terdapat 3 kategori lagi yang bebas PPN yaitu:1.Sembako (sembilan bahan pokok) meliputi,a)Berasb)Gula Pasirc)Minyak Goreng Dan Mentegad)Daging Sapi Dan Ayame)Telur Ayamf)Susug)Jagungh)Minyak Tanahi)Garam Beryodium
2.Beberapa Jasa diantaranya:a)Jasa Pelayanan Kesehatan Medisb)Jasa Pelayanan Sosialc)Jasa Keuangand)Jasa Asuransie)Jasa Pendidikanf)Jasa Angkutan Umum Di Darat Dan Di Airg)Jasa Tenaga Kerjah)Jasa Persewaan Rumah Susun Umum Dan Rumah Umum
3.Barang laina)Bukub)Kita Sucic)Vaksin Poliod)Rumah Sederhanae)Rumah Susun Sederhana Milik (rusunami)f)Listrikg)Air Minum
ANTISIPASI YANG DITAWARKAN PEMERINTAH? Terkait PPN Sejumlah Bantuan Masyarakat Berpenghasilan Rendah Telah disiapkan diantaranya:✓ Bantuan Pangan Beras 10kg/bulan✓ PPN DTP 1% (Untuk Tepung Terigu, Gula Industri dan Minyak Kita)✓ Diskon Tarif Listrik 50% untuk Data Listrik hingga 2.200 VA (Januari-Februari 2025) Untuk Kelas Menengah Pemerintah Menyiapkan Beberapa Bantuan diantaranya:
✓ PPN DTP Properti maksimal Rp 5 miliar Januari-Juni 2023 (100%) Juli-Desember (50%)✓ PPN DTP Otomotif✓ Keringanan Pajak untuk Kendaraan Listrik/Hybrid✓ Intensif PPH untuk Industri Padat Karya✓ Optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan Tunai dan Pelatihan✓ Diskon 50% Iuran JKK Industri Padat Karya 6 bulan
CARA MENGHITUNG PPN YANG BENAR BAGAIMANA? Banyak berseliweran di media sosial bahwa kenaikan pajak yang awalnya 11% menjadi 12% itu bukan 1% tetapi 9%, simak cara penghitungan yang benar Menurut staf ahli bidang pengawasan pajak kementerian keuangan RI, Nufranta Wira Sakti Sebagai ilustrasi, mari kita lihat sebuah barang yang harganya Rp 7. 000 dengan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%. Dalam hal ini, PPN yang dikenakan adalah Rp 770, sehingga total yang harus dibayarkan konsumen menjadi Rp 7. 770. Mulai tanggal 1 Januari 2025, barang yang sama akan dikenakan PPN sebesar 12%, sehingga pajak yang harus dibayar menjadi Rp 840, naik dari sebelumnya Rp 770. Jika kita hitung kenaikan yang dialami oleh konsumen, yaitu: Rp 7. 840 (total baru) dikurangi Rp 7. 770 (total lama), kemudian dibagi Rp 7. 770 dan dikalikan 100%, hasilnya adalah 0,9%. Selama ini, banyak orang beranggapan bahwa kenaikan PPN ini akan menyebabkan kenaikan harga sebesar 9%. Hal ini terjadi karena penghitungan yang hanya melibatkan pajak saja. PPN awal sebesar Rp 770 yang meningkat menjadi Rp 840 hanya dilihat sebagai selisih dan dibagi Rp 770, tanpa memperhitungkan harga barang itu sendiri. Padahal seharusnya semua aspek termasuk harga barang diperhitungkan, sehingga sebenarnya kenaikannya hanya 0,9%. Informasi ini telah diperhitungkan dan disosialisasikan kepada pihak terkait serta masyarakat. Kesimpulannya, kenaikan PPN menjadi 12% akan mengakibatkan tambahan beban harga sebesar 0,9% bagi konsumen akhir. Peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, yang telah direncanakan atau diterapkan oleh pemerintah Indonesia, membawa dampak yang signifikan baik dari perspektif ekonomi mikro maupun makro. Berikut adalah beberapa pandangan tentang kenaikan PPN ini, dengan mempertimbangkan data yang relevan serta teori ekonomi yang berkaitan.1. Kebutuhan Fiskal Negara dan Pembiayaan Pembangunan Kenaikan PPN menjadi 12 persen dapat dimaklumi sebagai respons terhadap kebutuhan pendapatan negara yang terus meningkat. PPN menjadi salah satu sumber pendapatan yang paling efektif karena stabilitas dan kemudahan dalam administrasinya. Berdasarkan teori fiskal, pajak konsumsi seperti PPN mampu meningkatkan penerimaan negara tanpa menambah beban pajak penghasilan, yang berpotensi memperlambat aktivitas ekonomi. 2. Dampak terhadap Daya Beli Masyarakat Dari sudut pandang teori ekonomi mikro, kenaikan PPN bisa berdampak negatif pada daya beli masyarakat, terutama bagi kelas menengah dan bawah yang lebih sensitif terhadap perubahan harga barang dan jasa. Peningkatan tarif ini pada akhirnya akan mendorong kenaikan harga barang konsumsi, yang berimplikasi pada pola konsumsi masyarakat. Jika harga barang dan jasa meningkat akibat kenaikan PPN, maka permintaan dari masyarakat kemungkinan akan menurun, terlebih pada barang yang memiliki elastisitas tinggi. Penurunan konsumsi domestik ini dapat mengganggu pilar penting dalam perekonomian.3. Keseimbangan antara Pendapatan Negara dan Beban Masyarakat Sementara teori ekonomi mendukung kenaikan PPN untuk meningkatkan pendapatan negara, teori kesejahteraan menekankan pentingnya mempertimbangkan kemampuan masyarakat dalam menanggung beban pajak. Kenaikan ini berpotensi membebani mereka yang memiliki pendapatan terbatas. Oleh karena itu, meski langkah ini sah dari sudut pandang negara, pemerintah perlu melengkapi kebijakan ini dengan langkah-langkah yang mengurangi dampak negatif bagi kelompok yang rentan. Misalnya, melalui bantuan sosial langsung atau subsidi untuk kebutuhan pokok.4. Inflasi dan Dampaknya terhadap Ekonomi Teori inflasi mengingatkan kita bahwa kenaikan PPN dapat menambah tekanan inflasi. Lonjakan harga barang dan jasa akibat tarif pajak yang lebih tinggi berisiko memicu inflasi di Indonesia, yang pada gilirannya akan berpengaruh pada kestabilan daya beli masyarakat. Inflasi yang melambung tinggi dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi, justru menghambat pemulihan yang tengah diupayakan pemerintah. Oleh karena itu, pengawasan harga dan upaya pengendalian inflasi seharusnya menjadi bagian integral dari kebijakan pendukung yang menyertai kenaikan PPN ini. Sebagai penutup, peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% merupakan suatu langkah yang tidak dapat diabaikan dalam konteks fiskal negara. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara demi mendukung pembangunan, dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi harus diperhatikan secara serius. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menyeimbangkan kebijakan ini dengan upaya pengendalian inflasi serta perlindungan bagi kelompok masyarakat yang rentan. Pemahaman yang mendalam mengenai PPN dan dampaknya akan memungkinkan kita sebagai anggota masyarakat untuk lebih siap menghadapi perubahan ini, sekaligus berperan aktif dalam memelihara keseimbangan perekonomian negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H