Mohon tunggu...
Winda Ayu Parasti
Winda Ayu Parasti Mohon Tunggu... -

lalu, apa yang harus aku lakukan pada jutaan kata yang menari-nari di otak per detiknya?

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kata Bapak...

22 Oktober 2013   11:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:11 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata bapak kalau jadi wanita itu kayak bunga mawar. Tau bunga mawar? Iya, bunga yang identik sama wewangian. Sekelompok sama cendana dan melati. Kata bapak bunga mawar itu harum. Lalu aku tanya kenapa bapak memilih bunga mawar, bukan bunga-bunga yang lain, bukan melati atau cendana. Kata bapak mawar itu bunga harum yang punya duri. Lalu bapak tanya apakah aku tau bagaimana rasanya kena duri. Aku jawab rasanya sakit. Jadi kalau memetik mawar harus hati-hati, kan? Tanya bapak lagi. Bapak bilang mawar itu indah, kata bapak juga madu di dalam bunga mawar adalah madu paling manis. Kemudian aku bertanya mengapa mawar menggugurkan mahkota bunganya, padahal mawar tau kalau dirinya indah. Lalu bapak jawab, mawar itu mengorbankan dirinya untuk mawar selanjutnya yang mau tumbuh. Dia akan menggugurkan mahkota bunganya. Jadi dia tetap sederhana. Tapi harumnya akan tetap terkenang. Lalu bapak tertidur dan aku memandangi langit-langit kamar. Ya, kata bapak 10 tahun lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun