Mohon tunggu...
Winda Lutfiana
Winda Lutfiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi 23107030064 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

individu yang gemar menyendiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keraton Yogyakarta: Simbol Kejayaan dan Kebudayaan Jawa

17 Juni 2024   22:21 Diperbarui: 17 Juni 2024   23:08 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keraton Yogyakarta, juga dikenal sebagai Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, adalah salah satu istana kerajaan paling terkenal di Indonesia. Terletak di jantung Kota Yogyakarta, keraton ini bukan hanya menjadi simbol kekuasaan Sultan, tetapi juga pusat kebudayaan dan sejarah yang penting bagi masyarakat Jawa dan Indonesia.

Keraton Yogyakarta didirikan oleh Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755, setelah terjadinya Perjanjian Giyanti yang membagi Kesultanan Mataram menjadi dua bagian: Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta.

Perjanjian Giyanti merupakan titik balik penting dalam sejarah Jawa. Pada awalnya, Kesultanan Mataram mengalami ketegangan dan perselisihan internal yang berkepanjangan. Perjanjian ini, yang dimediasi oleh VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau Perusahaan Hindia Timur Belanda), membagi wilayah kerajaan menjadi dua bagian: Yogyakarta di bawah Sultan Hamengkubuwono I dan Surakarta di bawah Sunan Pakubuwono III. Sejak saat itu, keraton ini berfungsi sebagai tempat tinggal Sultan dan keluarganya, serta pusat pemerintahan Kesultanan Yogyakarta. Keraton juga menjadi tempat penyimpanan berbagai tradisi, seni, dan budaya Jawa yang diwariskan secara turun-temurun.

Pembangunan Keraton Yogyakarta dimulai pada tahun 1755 dan selesai pada tahun 1756. Lokasi keraton dipilih dengan hati-hati, mengikuti prinsip-prinsip tata ruang tradisional Jawa yang dikenal sebagai "catur gatra tunggal," yang berarti empat elemen yang bersatu. Elemen-elemen ini meliputi keraton (pusat pemerintahan), alun-alun (ruang publik), pasar (pusat ekonomi), dan masjid (pusat keagamaan).

Arsitektur keraton mencerminkan keindahan dan kompleksitas budaya Jawa, dengan perpaduan elemen-elemen Hindu, Buddha, dan Islam. Kompleks keraton terdiri dari berbagai bangunan dengan fungsi khusus, termasuk:

  • Pagelaran dan Siti Hinggil: Area ini digunakan untuk acara-acara resmi dan upacara adat. Pagelaran adalah tempat Sultan menerima tamu resmi, sedangkan Siti Hinggil digunakan untuk upacara-upacara penting.
  • Pendopo: Bangunan terbuka ini digunakan untuk pertunjukan seni dan kegiatan budaya lainnya. Arsitekturnya yang khas mencerminkan keindahan dan keanggunan seni bangunan Jawa.
  • Bangsal: Ruang-ruang khusus di dalam kompleks keraton yang digunakan untuk pertemuan resmi dan kegiatan kerajaan lainnya.
  • Tamansari: Juga dikenal sebagai Taman Sari, ini adalah kompleks pemandian yang dulunya digunakan oleh keluarga kerajaan untuk beristirahat dan berekreasi.
    gambar milik pribadi
    gambar milik pribadi

Selama masa kolonial Belanda, Keraton Yogyakarta mengalami berbagai perubahan dan penyesuaian. Sultan Hamengkubuwono II, yang memerintah dari tahun 1792 hingga 1810, melakukan renovasi besar-besaran terhadap keraton. Namun, pada tahun 1812, Yogyakarta diserang oleh pasukan Inggris di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles, yang mengakibatkan kerusakan besar pada keraton.

Setelah kekalahan Inggris, Belanda kembali menguasai Yogyakarta dan Keraton Yogyakarta mengalami periode pemulihan dan stabilisasi di bawah pemerintahan Sultan Hamengkubuwono III dan penerusnya. Pada masa ini, keraton memainkan peran penting dalam mempertahankan budaya dan tradisi Jawa, meskipun berada di bawah pengaruh kolonial.

Keraton Yogyakarta tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal Sultan, tetapi juga memainkan peran penting sebagai pusat kebudayaan dan spiritualitas bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. Beberapa fungsi utama keraton antara lain:

  • Tempat Tinggal Sultan: Sultan dan keluarganya tinggal di keraton, yang juga berfungsi sebagai simbol kekuasaan dan legitimasi Sultan.
  • Pusat Budaya: Keraton aktif dalam pelestarian seni dan budaya Jawa, termasuk tari-tarian, musik gamelan, dan berbagai upacara adat.
  • Wisata Sejarah: Keraton menjadi salah satu tujuan wisata utama di Yogyakarta, menarik ribuan pengunjung setiap tahunnya yang ingin belajar tentang sejarah dan budaya Jawa.

Keraton Yogyakarta memiliki pengaruh besar dalam menjaga dan mengembangkan budaya Jawa. Seni, musik, tarian, dan kerajinan tangan dari keraton sering menjadi acuan dan inspirasi bagi masyarakat luas. Keraton juga bekerja sama dengan berbagai lembaga pendidikan dan kebudayaan untuk mempromosikan dan mengajarkan warisan budaya Jawa kepada generasi muda.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Keraton Yogyakarta terus memainkan peran penting dalam kehidupan politik dan budaya Indonesia. Sultan Hamengkubuwono IX, yang merupakan salah satu tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, diangkat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua dan memainkan peran penting dalam pemerintahan.

Pada tahun 1989, Sultan Hamengkubuwono X naik takhta dan melanjutkan upaya modernisasi keraton sambil tetap menjaga tradisi dan budaya. Keraton Yogyakarta kini menjadi salah satu tujuan wisata utama di Indonesia, menarik ribuan pengunjung setiap tahun yang ingin mempelajari sejarah dan kebudayaan Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun