Ini sebenarnya pertanyaan buat diri sendiri, sih. Saya nggak bisa boleh bohong kalau seringnya hati mencelos dulu baru ikut senang saat mendengar kabar baik yang didapat oleh seorang kerabat. Apalagi kalau kabar baik juga sesuatu yang sudah lama saya idam-idamkan juga. Hiks, sesaat sempat mikir, "why is life so unfair to me? Aku kan udah lama pengen punya mobil kayak gitu, kok dia yang dapet duluan, sih? Jahat, jahat, jahat...Benci, benci, benciii!" Wkwkwkwk...sorry, ini rada didramatisir, kok. Aslinya...lebih lebay lagi. Huahahaha, nggak deng!
Tapi bener nggak kamu suka gitu juga? Kalau nggak, wah salut deh sama manajemen hatimu. Itu artinya kamu sudah bisa menempatkan diri di posisi orang lain setiap saat. Itu sulit sekali, lho! Saya jadi malu sendiri dengan ke labil an saya ini. Kadang suka merasa sedikit munafik saat mengucapkan, "Selamat, yaaa... So happy for you!" dengan senyum yang dibuat selebar mungkin menghias wajah. Berusaha mengeluarkan suara dengan tone yang lebih tinggi agar terdengar ikut excited, padahal dalam hati, menjerit perih. Wkwkwkwk...
Tapi sekarang saya sudah punya solusi jitu ala emak gaul untuk masalah ini. Peringatan sebelumnya, seperti biasa, solusi dari emak gaul amat sangat penting untuk ditelaah ulang sebelum diaplikasikan. Hahahaha...
Ternyata bagi saya lebih mudah mengubah rasa 'mencelos' itu menjadi sebuah motivasi dalam bentuk kalimat sederhana di dalam kepala saya. "Kalau dia bisa, kenapa saya nggak?" It works for me, it makes me feeling better. Coba aja dipikir, dia juga makan nasi, sama seperti saya. Dia juga pakai baju, sama seperti saya. Dia juga berbicara pakai mulut, saya juga. Jadi nggak ada penghalang sebenarnya bagi saya untuk tidak bisa mencapai apa yang dia capai.
Masalahnya adalah, mungkin usaha saya kurang, mungkin doa saya kurang dan yang paling tidak bisa kita kuasai adalah mungkin keberuntungan saya kurang. Keberuntungan bagi saya adalah faktor x yang tidak bisa diapa-apain lagi. Jadi kalau saya mau sukses dan mencapai seperti pencapaian dia, saya memilih untuk berusaha lebih keras dan berdoa lebih tekun lagi dari biasanya. Satu hal, kalimat "Life is so unfair" itu hanya berlaku bagi mereka yang harapannya belum terkabul tapi terlalu malas untuk mencari penyebab mengapa harapan itu belum juga terkabul. Alih-alih termotivasi, kalimat itu jadi semacam pembenaran akan 'kesialan'nya. Jadi daripada ngomong begitu, kenapa nggak ngomong ke diri sendiri, "Life is so fair for those who work hard!" Ahahahahaa...maaf yang kesentil. Sumpah, saya mah lagi nyentil diri sendiri, kok! ;)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H