Dalam proses pembelajaran, guru sebagai ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa dituntut untuk memainkan berbagai peran penting demi suatu ketercapaian dalam pembelajaran. Sehingga, untuk mampu melaksanakan perannya tersebut, guru hendaknya selalu berupaya untuk mengembangkan dan mengasah keterampilan, serta pengetahuannya, agar dapat menjadi guru yang ideal bagi peserta didiknya.
Menjadi seorang guru ideal, terlebih pada mata pelajaran yang dianggap membosankan oleh siswa, tentu saja menjadi suatu hal yang tak mudah. Sebab, kompetensi pedagogik saja tak akan cukup untuk memenuhi kriteria tersebut. Sehingga, diperlukan kemampuan profesional lain, seperti kompetensi pribadi dan sosial, yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan bagi siswa. Disamping itu, untuk menjadi seorang pendidik sejarah yang ideal pun, guru hendaknya selalu open minded dan up to date, serta meng-upgrade kualitas dirinya, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang baik, maka profesionalisme pendidik, dalam hal ini guru, harus lebih ditingkatkan sesuai dengan bidang keahliannya.
Seperti kata pepatah, bahwa “guru itu digugu dan ditiru”, maka secara fisikal pun perlu menjadi perhatian seorang pendidik. Dengan berpenampilan rapi, sopan, dan sesuai dengan tata aturan yang berlaku, dapat mencitrakan dan menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman bagi kedua belah pihak, yaitu guru dan peserta didik; disamping kepribadian positif seorang guru yang sabar, ramah, penuh kasih sayang, dan bersifat terbuka; juga tegas, adil, dan disiplin, serta humoris, dapat meningkatkan minat peserta didik untuk mengikuti pembelajaran.
Selain itu, sikap sosial yang dimiliki seorang guru pun perlu diperhatikan, terlebih ketika berhubungan dengan peserta didik di luar proses pembelajaran. Sebab, keakraban yang dibangun oleh guru dengan siswa melalui hal-hal kecil, seperti menyapa ketika bertemu di suatu tempat dan memberikan bantuan ketika mereka mengalami kesulitan dalam belajar, bahkan dapat berperan sebagai teman,
sekaligus orang tua mereka, akan menciptakan keharmonisan dalam proses pembelajaran yang membuat peserta didik merasa nyaman dan senang.
Disamping itu, dalam pembelajaran pada abad ke-21 ini, guru yang ideal perlu menggunakan strategi yang terbuka, adaptif, akomodatif, dan mengikuti perkembangan zaman dengan materi dan model pembelajaran, serta teknik penilaian yang menyesuaikan pada perkembangan dunia global untuk mendidik generasi masa kini. Sehingga, ruang lingkup kompetensi bagi seorang guru dalam pembelajaran pada abad ini, harus meliputi perencanaan dan pengorganisasian pembelajaran, keterampilan penyajian secara
verbal maupun non verbal, teamwork, keterampilan strategi bertanya, keahlian dalam penguasaan materi pembelajaran, pelibatan aktif peserta didik dalam pembelajaran dengan koordinasi aktivitas belajarnya, pengetahuan tentang teori belajar dan pembelajaran digital, serta perencanaan pembelajaran, pun dengan penguasaan media pembelajaran.
Namun, di era post truth seperti sekarang ini, ketiga kompetensi tersebut, tak lagi cukup untuk memenuhi kriteria sebagai guru sejarah yang ideal. Sebab, guru hendaknya dapat memberikan kebermanfaatan bagi siswa sebagai generasi penerus bangsa yang akan memajukan peradaban umat manusia kelak, melalui materi yang dikuasainya. Sehingga, dalam proses pembelajaran itu, guru sejarah tak hanya mengajarkan pada pengetahuan terkait peristiwa yang telah lalu saja, melainkan dilengkapi dengan nilai dan relevansinya dalam kehidupan masa kini. Artinya, guru harus mengajarkan suatu peristiwa masa lalu dengan membawa dan mengaitkannya pada situasi nyata, untuk diambil hikmahnya agar tidak terulang kembali di masa kini dan masa depan. Karena, sejarah pada hakikatnya mencakup tiga dimensi temporal, yaitu masa lampau, masa kini, masa yang akan datang.
Disamping itu, guru sejarah pun hendaknya dapat melakukan konversi pengetahuan kesejarahan dan proses pembelajarannya menjadi sebuah inspirasi yang tak hanya merengkuh aspek normatif saja, melainkan memancing pula terbentuknya keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif, serta produktif tanpa kehilangan kesadaran akan nilai-nilai etis dan estetis bagi peserta didik, sebagaimana tuntutan kecakapan dalam hidup di era Society 5.0 ini. Maka, guru harus membangun kesadaran imajinatif faktual peserta didik berdasarkan kenyataan historis, sehingga dengan cara yang demikian, sejarah akan hidup dalam diri peserta didik.
Tak hanya itu, guru sejarah yang ideal pun hendaknya mampu menjadi pendorong berlangsungnya perkembangan ilmu pengetahuan yang benar dan bijak, serta dapat membantu dan membimbing setiap peserta didik untuk bersikap waspada terhadap pemikiran yang sederhana dan dangkal dalam menghadapi dan memahami berbagai fenomena buta yang berkembang dalam kesemuan dewasa ini. Sebab, berbagai peristiwa sosial saat ini telah dipahami secara keliru oleh sebagian besar masyarakat, terlebih dengan begitu cepatnya penyebarluasan informasi yang belum tentu dan masih diragukan, bahkan dipertanyakan kebenarannya.
Dengan demikian, guru sejarah yang ideal itu harus mampu mengajarkan dan mengajak siswa untuk melakukan perenungan dan belajar dari suatu peristiwa sejarah dalam menilai setiap proses sosial yang berlangsung, agar berkembangnya sikap sosial peserta didik yang mendukung pada kebenaran, demi pembangunan peradaban manusia mendatang yang lebih baik, dengan terus berupaya untuk mencerdaskan generasi muda bangsa, melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan karakter yang baik secara modern, berupa penguasaan teknologi dan informasi.
Maka, untuk menjadi seorang guru sejarah yang ideal itu bukanlah merupakan hal yang utopis. Sebab, kriterianya dapat dilihat pada berbagai standar yang ditetapkan dalam peraturan dan referensi ilmiah yang telah tersedia. Namun, perlu ditegaskan kembali, bahwa hal tersebut bukanlah merupakan sesuatu yang mudah, dikarenakan begitu kompleksnya karakteristik seorang guru yang ideal. Tetapi, walaupun demikian, hendaknya kita tak hanya melihat dari suatu sudut pandang saja, bahwa untuk menjadi ideal, seorang guru itu harus memiliki pengetahuan yang luas dan dapat melakukan segala hal. Sebab, baiknya seorang guru sejarah yang ideal itu dilihat berdasarkan proses yang dilakukannya tanpa henti, demi menjadi individu yang lebih baik, melalui pengembangan dan peningkatan kualitas dirinya sendiri, untuk berbagi rasa dan memajukan pendidikan anak bangsa