‘Sesuatu yang tidak dirawat pasti akan hilang dan diambil alih orang lain’
Iya, itu kalimat yang pas buat kamu. Telah menyia-nyiakan apa yang menurut kamu berharga saat kamu telah kehilangannya. Kamu lebih memilih orang yang jelas-jelas tidak peduli denganmu. Membiarkan rasa sayang tulus perlahan mati dan menjauh dari kehidupanmu.
Kamu tidak sadar telah menolehkan luka di hati seseorang. Kamu pasti tidak peka atas apa yang telah kamu lakukan terhadapnya. Bahkan kamu tidak merasakan besarnya ketulusan hati seseorang saat kamu masih mengharapkan masa lalu mu itu.
Sebegitu besarkah pengharapanmu terhadap masa lalu mu itu?
Sebesar itu kah perasaanmu terhadapnya?
Sudahlah itu bukan urusanku. Hanya sebatas keingintahuanku.
‘Kamu tidak akan merasakan adanya ketulusan cinta, kalau kamu belum pernah merasakan artinya kehilangan seseorang’
Saat dia telah benar-benar pergi dari kehidupanmu. Sepertinya kamu mulai merasakan rasanya kehilangan. Yaa.. kehilangan segala apapun bentuk keberadaan, perhatian, pengorbanan. Tapi maaf ya cantik. Rasa kehilangan kamu itu telah terlambat. Kini dia telah bersamaku.
Sepertinya rasa kehilanganmu itu memancing munculnya pula rasa ketakutanku akan kehilangannya. Ah, tak pantas aku berfikiran terlalu jauh seperti itu. Namun kerap kali aku ingat masa lalu nya pasti saja aku mengingat kamu. Selalu saja aku nethink terhadapmu akan kehancuran hubunganku.
Setiap manusia pasti pernah keluar dari kotak rasa nyamannya.
hmm seharusnya aku tidak berhak membenci masa lalu seseorang, karena aku tahu setiap orang pun pasti punya masa lalu, yaa termasuk diriku. Hmm tapi wajarlah muncul sedikit rasa jealous terhadap masa lalu pasangan sendiri selama tidak menjadi boomerang di hubungan ini.
Dengan perlahan munculnya benih-benih kecemburuan bukan berarti muncul pula permusuhan. Sepertinya bahagia tiada tara bila sang masa lalu itu terlihat down, seakan egoisme bersarang dalam otak. Rasa puas yang tiada henti saat dia terjatuh tak berdaya.
Betapa bahagianya saat aku mengetahui dia mempunyai penggantinya. Lantas hatinya otomatis pasti sudah perpaling kepada yang lain. Ah rasanya sudah tidak ingin lagi aku mengetahui tentang dirinya. Namun ada saja kabar burung tentangmu yang sampai ketelingaku. Selalu saja kalian bermasalah, tidak pernah akur satu sama lain. Sampai suatu saat hubungan kalian berada di ujung tanduk. Kamu begitu down, dan mengungkapkan butuh teman berbagi, seolah mencari uluran bahu untuk bersandar.
Perasaanku bergejolak, mengibakanmu, merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan.
Bukan lagi sebutan ‘masa lalu’, bukan lagi keegoisan yang berperan. Namun hati nurani seakan berbicara.
‘Aku wanita, kamu wanita, kita sama-sama wanita yang mempunyai perasaan. Aku pernah mengalami sepertimu, lantas bagaimana bila hal itu sedang terjadi pada diriku? Butuh perjuangan keras sepertinya untuk bangkit kembali. Akankah aku terus membencimu, membenci masa lalu kekasihku?’
Rasanya tidak etis jikalau aku terus tertawa diatas kepedihanmu. Seolah kebencianku mencair berempati terhadapmu. Ingin sekali aku mengusap air matamu, menjadi pendengar yang baik bagi masalahmu. Toh percuma juga bila kita tidak saling kenal.
‘aah. Rasanya mustahil niat tulus ini. mana mungkin masa lalu akur dengan kekasihnya saat ini?’
‘bila saja kita akur, pastilah ada masalah lain yang muncul’
Hmm sudahlah..
‘Aku hanya masa depannya sekarang. Tak ada kaitan sama sekali denganmu. Aku hanya berempati kepadamu.’
‘Kamu cantik, baik, easy going. Semoga kamu lebih tegar. Bisa memahami arti masalahmu sendiri. Bersikaplah dewasa. Tanpa aku memasuki kehidupanmu, pasti banyak yang memberimu semangat di luar sana’. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H