Mohon tunggu...
Winda LevisaSlamet
Winda LevisaSlamet Mohon Tunggu... Mahasiswa - dokter umum

saat ini sebagai mahasiswa magister kesehatan masyarakat di UNHAS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Bebas Kemiskinan 2030: Harapan atau Fakta

17 November 2022   11:25 Diperbarui: 17 November 2022   14:46 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Winda Levisa Slamet

(Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat UNHAS)

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu isu penting yang harus terus menerus diamati. Berdasarkan SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs), No Poverty (tanpa kemiskinan) menjadi poin yang pertama, artinya kemiskinan adalah hal yang sangat disoroti dan dapat berdampak kepada masalah-masalah lain yang ada di masyarakat seperti kelaparan, tingkat kesehatan, dan pendidikan yang berkualitas.

Namun, apakah Indonesia mampu menyelesaikan kemiskinan di tahun 2030 sesuai dengan tujuan dari SDGs?

Berdasarkan data penduduk miskin di Indonesia dari Badan Pusat Statistik dalam 5 tahun terakhir pada Maret 2018 sebanyak 7,02%, pada Maret 2019 sebanyak 6,69%, pada Maret 2020 sebanyak 7,38%, pada Maret 2021 sebanyak 7,89%, dan pada Maret 2022 sebanyak 7,5%

Menilai dari data tersebut, angka kemiskinan di Indonesia selama 5 tahun terakhir ini masih cenderung naik. Perekonomian masyarakat Indonesia juga diperberat dengan adanya pandemi Covid-19, ditambah dengan adanya ancaman resesi global pada tahun 2023 yang tentu akan mempengaruhi perekonomian masyarakat. Akibatnya ancaman kenaikan angka kemiskinan di Indonesia masih ada.

Untuk itu diperlukan kewaspadaan dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi berbagai masalah perekonomian, sehingga tidak jatuh dalam kemiskinan.

Berbagai perencanaan keuangan perlu dipersiapkan, contohnya dengan menggunakan formula 40-30-20-10 dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Dimana 40% gaji digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, 30% untuk usaha atau membayar cicilan, 20% untuk tabungan masa depan, dan 10% untuk membayar zakat atau sedekah.

Gaya konsumtif yang berlebih juga perlu dikontrol, contohnya membeli makanan secukupnya agar tidak terbuang. Masyarakat juga perlu meningkatkan pengetahuannya tentang pengelolaan keuangan dan kondisi perekonomian negara dengan mengikuti berita terkini atau membaca berbagai literasi terkait.

Selain itu dibutuhkan berbagai kebijakan dan usaha dari berbagai sektor pemerintahan contohnya terus menjaga kelancaran distribusi bahan pangan, terus mendukung UMKM, meningkatkan sektor pariwisata, dan sebagainya.

Semua upaya ini dilakukan dengan harapan angka kemiskinan tidak bertambah, dan mampu mengatasi kemiskinan sesuai dengan tujuan SDGs yaitu No Poverty di tahun 2030.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun