Mohon tunggu...
Winda Situmorang
Winda Situmorang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahsiswa

Saya mahasiswa S2 di Univesitas Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Kriminal

16 September 2024   12:39 Diperbarui: 16 September 2024   12:51 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Istilah kebijakan kriminal merupakan terjemahan dari penal policy (Inggris). Ungkapan ini lebih sempit apabila dibandingkan dengan criminal, (law) policy atau kebijakan hukum pidana. Kebijakan kriminal menurut Muladi adalah usaha rasional dan terorganisasi dari suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan  Kebijakan kriminal di samping dapat dilakukan secara represif melalui sistem peradilan pidana (pendekatan penal) dapat pula dilakukan secara non penal melalui berbagai usaha pencegahan tanpa melibatkan sistem peradilan pidana, misalnya usaha penyehatan mental masyarakat, penyuluhan hukum, pembaharuan hukum perdata serta hukum administrasi, dan sebagainya. Menurut Muladi, pencegahan kejahatan pada dasarnya merupakan tujuan utama dari kebijakan kriminal. Soedarto memberikan pengertian kebijakan kriminal dalam arti sempit, lebih luas, dan paling luas.  Dalam arti sempit, kebijakan kriminal (yang juga disebutnya dengan politik kriminal) digambarkan sebagai keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dan reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana dalam arti yang lebih luas, kebijakan kriminal merupakan keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi. Sedangkan dalam arti paling luas kebijakan kriminal merupakan keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan resmi yang bertujuan untuk menegakan norma sentral dan masyarakat.  Kebijakan kriminal dilakukan secara terorganisasi, artinya menggunakan metode atau konsep tertentu dalam rangka penanggulangan kejahatan, dimana dalam metode atau konsep kebijakan kriminal, pertimbangan rasionalitas mutlak dikedepankan. kebijakan kriminal juga berkaitan dengan tujuan praktis yakni sebagai pedoman bagi pengadilan dalam menjatuhkan pidana (tentang pemilihan jenis dan berat ringannya pidana) serta pedoman bagi aparat eksekusi (di Indonesia adalah Kejaksaan), apakah harus dijalankan seluruhnya atau sebagian atau ditunda (suspended sentence). Sebagai suatu ilmu, kebijakan kriminal harus menggunakan metode ilmiah tertentu agar supaya secara intelektual dapat dipertanggung jawabkan, Untuk itu kebijakn kriminal tidak membicarakan hukum secara hitam putih (textual) tetapi bersifat kontekstual. Artinya seberapa jauhkah hukum melindungi kepentingan-kepentingan hukum, apakah tujuan ditegakkannya hukum untuk mencapai kepastian hukum atau guna mewujudkan keadilan, harus dijawab secara tegas. Praktik hukum selama ini mengejar kepastian Dengan demikian, dapat dilihat bahwa kebijakan kriminal membicarakan langkah-langkah represif di damping tidak mengabaikan langkah previntif untuk mencegah meluasnya kejahatan. Kedua pendekatan merupakan salah satu metode ilmiah dalam rangka menanggulangi kejahatan. Sebagai suatu metode, kebijakan kriminal meletakkan suatu sistem yang bulat dan terpadu, keterpaduan dimaksud terlihat pada karakteristik berikut  a) keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dengan politik sosial.b) Ada keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan saran penal dan non penal. Dengan keterpaduan (integralitas) hendak ditolak pendekatan yang bersifat parsial artinya hanya menekankan pada suatu aspek dengan mengabaikan aspek lainya. Bahkan kebijakan kriminal tidak dapat dilepaskan dari kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan pada umumnya yakni usaha yang terpadu antara pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan. Kesajahteraan mencakup terpenuhinya kebutuhan lahiria dan bathiniah, juga kebutuhan akan barang-barang materil dengan immateril. Kebutuhan akan kepastian hukum yang merupakan unsur primer di bidang lahiria dalam penegakan hukum tidak boleh mengabaikan dipenuhinya kebutuhan batiniah, yakni terwujudnya keadilan.Keduanya merupakan nilai antinomik yang membutuhkan pemenuhan secara proposonial. Janganlah demi memenuhi kebutuhan akan kepastian hukum, keadilan diabaikan, begitu juaga keadilan harus dicari melalui prosedur yang ditetapkan hukum dalam pengertian seluas-luasnya.

"dikutip dari beberapa jurnal"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun