Dari sini kita mulai melihat bahwa medium penyimpanan produk tersebut tidak menjadi penentu harga jual akhir barang tersebut. Kenapa demikian, karena di sini ada unsur "Hak Cipta". Oleh karena itu nilai impor sebuah barang hak cipta tidak lagi seperti rumusan di atas, namun kasarnya seperti berikut ini:
Biaya produksi + ongkos kirim + biaya hak cipta + bea masuk + PPN + keuntungan pedangang
Ini juga yang terjadi dalam dunia perdagangan film, medium penyimpanan film bisa macam-macam dari yang termahal IMAX (75mm), Standar Bioskop (35mm), Standar bioskop keliling (16mm) atau Standar pemakaian rumah (Super 8mm). Semakin besar ukuran film yang dipakai maka akan semakin mahal harga cetak filmnya. Namun seperti lukisan Affandi di atas, baik yang dilukis di atas kanvas mahal atau murah, maka nilai Hak Cipta film ini tidaklah berubah di tangan konsumen.
Sekarang kita masuk dalam kasus film Hollywood yang diimpor oleh beberapa importir film Indonesia.
Selama puluhan tahun biaya yang dibayar Hollywood dan importir tersebut hanya mengikuti rumusan memasukkan barang non hak cipta. Artinya komponen hak cipta tersebut tidak dimasukkan walau Hollywood menerima uangnya dari importir.
Lebih rinci lagi dapat dijelaskan bahwa ketika Hollwyood membawa rol film ke Indonesia, mereka hanya membayar bea masuk pembuatan rol film tersebut (harga fisik rol film), apakah ukuran 35mm atau 16mm. Padahal setelah film itu diputar, Hollywood menerima uang royalty dari importir. Seharusnya uang yang diterima tersebut dikenai pajak oleh pemerintah, yang disebut dengan Pajak Royalty tersebut.
Kalau hanya berpatokan pada bea masuk rol filmnya saja, maka ke depannya Indonesia akan rugi besar. Kenapa? Anda tentu sudah mendengar bahwa di belahan dunia lain banyak bioskop yang sudah beralih ke full digital, di mana medium penyimpanannya adalah hard disk atau keping disk. Maka jika Indonesia juga sudah beralih ke bioskop digital, maka Hollywood dan importir hanya dikenai bea masuk keping CD tersebut yang nilainya tidaklah seberapa. Mungkin hanya $50. Dan silakan dihitung Bea Masuk (23,75%) dari $50 ....tidak menghasilkan duit untuk negara bukan??
Karena itulah, ke depannya dalam era teknologi, maka impor film haruslah dikenakan Pajak Royalty dan bukan semata menyandarkan pada bea masuk. Hal ini juga, jika selama ini belum diterapkan pada produk-produk CD, software, game, dan berbagai produk lainnya yang mengandung unsur hak cipta, maka dapat saja kena peraturan yang sama.
Semoga penjelasan di atas dapat dipahami dengan mudah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H