Kebangkitan Brand Gayo Kopi, Fantastis
*Ini Tentang Uang Triliyunan dari Kopi Rakyat Gayo
[caption id="attachment_323715" align="aligncenter" width="300" caption="Kopi Gayo, dikenal karena rasa dan aroma khas. Dieksport sejak Jaman Belanda hingga kini. Inilah saatnya revolusi kopi gayo setelah tertinggal ratusan tahun sejak ditinggal Belanda. Generasi muda gayo bangkit secara fantastis dan mulai mengolah kopi dari hulu hingga hilir. Dari batang kopi hingga tersaji di cafe dan gerai kopi dalam gelas keramik menggunakan alat modern dari roasting hingga coffee maker. Revolusi Kopi Gayo sudah dikumandangkan. Dengan atau tanpa peran siapapun.Swadesi.Salam gayo kafein"][/caption]
Konplik Aceh merupakan titik paling parah hancurnya ekonomi masyarakat petani kopi gayo. Betapa tidak, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang disumbang sector kopi rakyat dengan retribusinya yang kini Rp.250,- dari setiap kilogramnya ini, terhenti.
Uang senilai triliyunan rupiah dari kopi-kopi rakyat gayo yang dieksport dalam keadaan mentah (greenbeans/kopi beras) ke luar negeri tidak ada lagi karena kebun produksinya menjadi belantara rumput dan hutan kembali setelah ditebang dan dibudidayakan.
Nyawa menjadi tidak berarti. Jasad beku manusia dibuang di pinggir jalan. Rumah menjadi arang dan debu. Pengungsian dari tanah –tanah perkebunan kopi yang jauh dari pusat pemerintahan terjadi berkali –kali demi selamatkan hidup dari kematian konplik yang mengarah horizontal setelah sebelumnya vertical saja.Antara Pemerintah dan Pemberontak. Rakyat yang berada diantara dua “senjata” itu, kerap menjadi korban.
Rakyat yang seharusnya menjadi bagian yang paling diperjuangkan dan dimuliakan dalam setiap perjuangan dan pembelaan atas nama Negara dan politik, justru menjadi paling dihinakan akibat konplik ini.
Menjadi sasaran antara dan pemanfaatan antara demi tujuan masing-masing pihak yang kini berkuasa. Politik kemudian menjadi bahasa pembenaran penghancuran atau penghentian masa depan banyak orang, bahkan bertindak seolah sudah memegang Surat Keputusan (SK) dari Izrail.
Hina dan kejamnya konplik berdarah di ujung tanah Sumatera ini kemudian reda setelah “ekstra” bencana maha dahsyat disumbang Sang Maha Penguasa dengan bahasa ilmiah phenomena alam gempa dan tsunami. Sebagai bahasa peringatan yang harus diterjemahkan dengan hati karena akal budi tak berpungsi dari para politikus tanah ini.Lengkaplah sudah penderitaaan ini.
Memorandum of Understanding (MoU) menjadi bahasa Islah sesama sendiri. Pembuka silaturrahmi yang difasilitasi asing demi mengalahkan “nafsu” politik diantara dua kepentingan yang sama –sama memegang “kuasa” Izrail.
Barulah keadaan berubah selepas itu. Kebangkitan ekonomi dan pembangunan grafiknya menjadi naik. Pemulihan ekonomi demi menyambung hidup setelah mengungsi atau bekerja diluar perkebunan kopi, kini kembali ke kebun.Mata asing yang mengawasi lebih ditakuti dari pada mata kebenaran dan nurani.
Kemajuan ekonomi petani kopi murni karena besarnya akan permintaan kopi gayo di pasar Internasional. Keterkenalan rasa dan aroma gayo kopi menjadi daya tarik pasar asing bagi pecandu kafein dunia.
Tak ayal, kebangkitan ekonomi di sector perkebunan kopi terus beranjak naik. Hal ini disebabkan jelasnya pasar luar negeri dan harga yang terus bersaing. Fenomena kopi gayo memang menjadi magnet bagi pasar karena keunggulan yang teruji tadi.
Setiap hari, kemajuan sector kopi terus secara fantastis naik. Kenaikan nilai ekonomi kopi gayo, bukan saja di pasar mentah kopi yang diangkut keluar negeri puluhan ribu ton setiap tahunnya, dengan pasar terbsesar Amerika. Tapi juga diikuti pada peningkatan kopi olahan di tingkat lokal.
Sejak beberapa tahun terakhir, kesadaran penduduk pribumi gayo mengolah kopi dari bahan mentah yang dijual menjadi bubuk kopi atau air kopi tumbuh pesat. Membaiknya situasi keamanan dan politik Aceh yang penuh dinamika darah, mesiu, arang dan nyawa ini, ikut mendongkrak kemajuan sector kopi.
Meski kopi gayo di pasar lokal dan regional belum sepopuler pasar luar negeri, namun tren minum kopi gayo di Aceh dan Sumatera, ikut merambah pasar lokal yang ditandai dengan semakin banyaknya café yang khusus menyediakan arabika gayo.
Lihatlah sekarang, di dua kabupaten tengah Aceh yang merupakan areal perkebunan kopi gayo arabika rakyat terbesar di Asia ini, tumbuh puluhan café modern dengan menu khusus arabika gayo.
Café-café ini bukan café tradisional. Tapi merupakan kafe modern. Moderen karena mulai dari pengolahan kopi hingga mesin roasting yang digunakan sampai alat saji pembuat kopi, berstandar Internasional.
Tidak heran jika mesin-mesin roasting buatan Taiwan, Turki ,Indonesia hingga German, ditempatkan di café sederhana pinggir jalan yang dijadikan tempat terbuka meroasting dan minum kopi.
Selain itu, merek-merek Coffee maker ternama buatan Itali sekalipun, dengan mudah ditemui karena dipakai menyaring kopi arabika gayo menggunakan tekanan bar berbahan stainless.Menikmati kopi enak di perkebunan kopi. Kawasan gayokini menjadi surga penikmat dan pecandu kopi.
Kopi olahan dan café tumbuh pesat dengan kekuatan rakyat sendiri. Ada berbagai alasan yang muncul kenapa penduduk lokal gayo dapat mengimbangi kebutuhan modern para penikmat kopi sekelas gerai ternama di dunia.
Pertama, karena tanah gayo merupakan tempat tumbul ideal kopi arabika, juga robusta. Berada di daerah khatulistiwa dengan lahan yang subur dari semburan api gunung berapi di masa lalu, membuat Dataran Tinggi di Aceh ini “surga” tanaman perkebunan dan sayuran serta bunga.
Kedua, karena menanam kopi sudah merupakan kebudayaan turun temurun yang biasa dilakukan sejak masa modern peradaban gayo. Sehingga, tehnologi apapun yang bersinggungan dengan kopi, akan cepat diterima dan diadaptasi.
Ketiga, tingginya nilai transaksi kopi gayo yang memiliki banyak sertifikat khusus kopi yang diakui dunia, membuat kopi gayo memiliki posisi tawar yang tinggi. Hal ini berdampak pada kemampuan individu warga lokal gayo mengimbangi kebutuhan pasar pada mesin roasting dan mesin pembuat kopi.
Keempat , mudahnya mengakses perkembangan kopi dunia dengan berbagai pernak perniknya lewat jaringan internet, membuat trend kopi olahan di gayo yang jauh dari pusat pasar New York ini ikut perkembangan terkini.
Sehingga tidak heran, menu minuman kopi di antero dunia bisa didapat di gayo. Malah soal harga, kopi kualitas terbaik ini yang harganya sangat mahal persatu gelasnya di gerai kopi kota besar, di Tanoh Gayo, harganya jauh lebih murah.
Sebut saja harga luwak liar yang di café kota besar atau luar negeri persatu gelasnya mencapai ratusan ribu, di gayo hanya dibandrol Rp.25 ribu saja. Satu shot kopi dengan mesin kopi manual buatan Itali jenis espresso hanya dikenakan tarif Rp. 6 ribu .
Perkembangan kopi arabika gayo olahan ini, tidak saja pesat di pusat kopi arabika gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Tapi juga ke kabupaten tetangga gayo, seperti Bireuen , Aceh Utara, Lhokseumawe, Pidie hingga ke Timur Aceh dan pusat Koetaradja Banda Aceh.
Jika dahulu Internasionalisasi Aceh di dunia disebabkan konplik , bencana dan migas. Sesungguhnya, sejak jaman Belanda hingga kini, Internasionalisasi Aceh juga popular karena gayo arabika.
Tidak dapat dipungkiri, di era pra merdeka dimana Belanda menjadikan Aceh daerah kolonialisasinya, kopi gayo, getah pinus , kentang dan the Redelong, sudah merambah pasar Erofa.
Hanya saja, meski kopi gayo menginternasionalkan Aceh, sayang penanganan kopi rakyat gayo masih menjadi isu lokal kabupaten, bukan provinsi. Akibatnya, maju mumdurnya kopi, kekuatannya benar-benar ditangan rakyat petani kopi.
Kini, seiring waktu dan kesadaran yang tinggi akan nilai kopi arabika gayo, trend kopi olahan dengan brand gayo semakin fantastis terjadi setiap harinya. Permintaan akan kopi gayo terus meningkat tajam.
Bukan saja kopi mentah yang keluar dari gayo meski itu yang masih paling banyak transaksinya, namun juga kopi roasted bean memnuhi café-café regional Aceh yang tumbuh bak jamur dimusim hujan.
Juga kopi siap saji, yakni kopi bubuk. Kopi gayo bubuk organic , setiap bulannya keluar dari gayo memenuhi pasar Indonesia hingga tonan kilogram. Selain mengandalkan rasa dan aroma yang telah teruji, kopi olahan gayo dalam bentuk bubuk ini juga dikemas modern.
Menggunakan alumunium foil dengan katup satu arah (valve) dan pembuka khusus, kini kopi gayo sudah melenggangkangkung lebih meyakinkan memenuhi permintaan konsumen lokal dan mancanegara.
Kemajuan pengolahan dan penyajian kopi gayo yang dilakukan kalangan sipil rakyat, belum diikuti oleh perhatian pemerintah dan juga anggota legislative yang lebih bergaya bak selebritis daerah.
Kemampuan keuangan yang terbatas bagi pemula atau pengusaha kopi kelas menengah kebawah (IKM) di gayo mengakses alat kopi modern seperti mesin sangria dan mesin saji kopi, masih belum diikuti regulasi atau kebijakan akan kredit.
Pemda belum melirik pengusaha lokal gayo yang bergerak di bidang kopi olahan ini. Seperti kemudahan pinjaman atau kredit lunak. Semua dilakukan pengusaha secara konvensional dengan ketentuan berlaku di bank.
Tidak ada subsidi atau kemudahan lainnya. Semua masih dilakukan pengusaha IKM secara lokal dan sendiri-sendiri. Konon lagi soal regulasi kopi. Sama sekali nihil. Siapapun boleh membawa kopi gayo keluar daerah sesuka hatinya.
Kopi yang dibawa keluar daerah dalam bentuk green dikenakan tarif retribusi. Itupun tanpa timbangan yang khusus. Artyinya , setiap truk yang membawa kopi biji hijau tidak diketahui secara pasti tonasenya.
Aneh memang tapi ajaib dan nyata, jumlah kopi dari satu truk diduga-duga jumlah muatannya kemudian dikenakan tariff retribusi. Keadaan ini membuat salah satu factor bocornya PAD dari retribusi kopi yang merupakan PAD terbesar.
Sementara kantor atau alat timbang truk pengangkut kopi yang dibangun Pemda Aceh Tengah beberapa tahun lalu tidak berfungsi karena kesalahan bangunan sehingga tidak bisa dimasuki truk. Hebatnya, hal itupun dibiarkan begitu saja tanpa usaha perubahan atau pembangunan kembali atau memenjarakan kontraktor serta sang konsultan sehingga bangunan ratusan juta itu sia-sia tak berguna.
Nah, jika kopi green dikenakan retribusi, kopi buah merah (gelondongan merah) yang dibawa keluar daerah , tidak dikenakan biaya apapun. Demikian halnya kopi kemasan lainnya. Artinya, jika kita membawa batang kopi keluar dari gayo, tidak dikenakan beban apapun alias bebas karena memang tidak ada regulasi untuk itu.
Berbeda dengan Negara pecahan Indonesia , yakni Timor –Timur. Di Negara tetangga bekas provinsi Indonesia itu, tidak boleh membawa kopi Timtimdalam bentuk green beans. Tapi minimal Roasted Beans. Membawa kopi green dari sana sama halnya membawa barang haram.
Walau perkembangan kopi dengan Brand Gayo terus melambung setiap harinya, namun juga terjadi hal yang sangat mengkhawatirkan. Bayangkan saja, kopi-kopi terbaik gayo dan sudah dilepas menjadi kopi unggul nasional dan mendapat sertifikat dari Departemen Hukum dan HAM RI, seperti Gayo 1 dan Gayo 2, ternyata pembibitannya bersumber dari petani.
Pemerintah Daerah hingga kini sejak seratusan tahun lebih yang lalu ditinggalkan Belanda dengan perkebunan modern dan komersialnya, belum memiliki Pusat pembibitan kopi gayo.
Parahnya bukan disitu saja, Pemda yang mengelola dana DAK, DAU hingga Otsus ini, juga belum memiliki atau berusaha memiliki atau merencanakan pusat penelitian kopi gayo. Plasma nutfah kopi gayo atau setingkat catalog kopi gayo.
Semua dilakukan secara liar dan tidak ilmiah.Jika perlu bantuan bibit kopi untuk petani, biasanya Pemda mengambil benih dari kebun petani yang khusus menanam kopi unggul, kemudian diproyekkan. Begitu saja.
Konon lagi berpikir bagaiamana memasarkan kopi gayo langsung pada konsumen dalam bentuk kopi olahan dan bukan kopi mentah sehingga margin harga kopi gayo tinggal di daerah. Soal kopi, Pemda masih mengambang dan tidak jelas visi dan misinya.
Padahal, kopi sudah terbukti menjadi andalan penjajah Belanda sebagai sumber ekonomi mereka dari tanah jajahan. Kopi sudah teruji sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dua kabupaten Gayo ini.
Kopi arabika gayo sudah merupakan budaya gayo dan sumber dari segala sumber ekonomi keluarga petani untuk biaya melahirkan hingga naik haji.Diikuti sayuran dan peternakan tradisonal yang disebut Peruweren serta menanam padi .Kurang apalagi?.
Belum lagi bicara nasib petani yang masih miskin di kebun sendiri. Masalah utamanya adalah rendahnya produktivitas per areal tanamnya. Hingga saat ini, produksi kopi gayo perhektarnya rata-rata 720 kilogram/tahun.
Hal ini bukan disebabkan oleh tidak suburnya lahan. Tapi pengetahuan petani yang rendah, malas dan kurang berperannya penyuluh perkebunan. Berbeda dengan beberapa tahun yang lalu.
Saat berkembang apa yang disebut PRPTE (Proyek Rehabilitasi Tanaman Eksport). Kala itu, penyuluh perkebunan dengan proyek dari Provinsi, mengintroduksi dan melakukan penyuluhan kopi langsung kepada petani.
Kopi yang merupakan tanaman eksport andalan Aceh digenjot perkembangannya. Kantor-kantor penyuluh perkebunan kopi khususnya dibangun disetiap kecamatan dan merupakan lahan utama kopi.
Namun saat ini hal seperti itu tidak ada lagi. Pemda hanya puas dengan retribusi kopi tanpa bertindaklebih responsive ataumelakukan “Revolusi Kopi Gayo”. Pemahaman soal kopi, dari budidaya hingga kopi olahan sampai resi gudang dan pasar lelang kopi, justru dilakukan oleh LSM asing.
Ajibnya lagi, LSM asing yang mengurusi pengungsi dunia ini rela menggelontorkan dana milyaran rupiah pada kebijakan kopi gayo. Adalah suatu hal yang mustahil melihat kejadian ini. Dimana LSM asing mencoba bercokol pada kebijakan kopi gayo, ada apa?. Sayang hanya sedikit orang yang “Ngeh”. Sementara yang lain lebih senang menerima bantuan. Padahal setiap uang asing yang masuk, tentu berkonsekwensi negative dimasaa depan.” Manalah ada makan siang gratis. Manalah mungkin tempayam bersarang rendah…..”. Tidakkah kita sadar, apa yang sedang ditarget Paman Sam lewat kebijakan kopinya di gayo? Payah memang kalau tak peduli, apalagi tangan sudah dibawah.
Diluar euphoria menjadi pemimpin dan wakil rakyat di gayo yang masih di tataran gengsi , bangga, derajat naik, puncak sebuah tahta, dianggap “Reje” dipayungi serta diberi ules opoh ulen-ulen serta sekedar lapangan pekerjaan dengan gaji lumayan dengan biaya hidup ditanggung Negara, sesungguhnya, sebagian rakyat melihat ini dengan sedih.
Sedih karena mentalitas pemimpin masih rendah seperti itu. Mendahulukan kedudukan yang amanah, ratusan ribu amanah yang dibebankan di pundak atas nama Tuhan lagi. Konon lagi amanah itu didapat dengan kesadaran rakyat memilih secara ikhlas, diminta, dipaksa hingga dibeli atau dengan cara menghiba-hiba.
Masih ada waktu berubah. Mumpung masih bernapas sebagai anugerah Allah. Kopi adalah potensi dengan nilai tawar tinggi. Diperdagangkan di dunia yang luas ini setelah minyak. Jadi kebijakan sekecil apapun soal kopi akan berdampak luas pada rakyat petani kopi gayo.
Mensejahterakan petani kopi, sama dengan mensejahterakan rakyat gayo secara keseluruhannya. Dan itu mungkin jihad yang sesungguhnya karena tidak ada perang melawan kafir disini. Kecuali perang dalam konplik lalu sesama muslim. Dan itu sudah berakhir sebagai dosa bersama yang dihentikan bencana tsunami sebagai peringatan keras dari Sang Khaliq.
Merupakan lapangan jihad bagi pemimpin khususnya. Tepatnya Pemimpin daerah dua kabupaten kopi. Bersama legislative yang telah terpilih, baik secara suara murni atau dibeli.Inilah saatnya berbuat baik.
Berbuat baik dengan membangun kesadaran bersama soal kopi. Petani akan mampu membuat dan menghasilkan kopi unggul apapun jenisnya. Asalkan sesuai harga dengan produksi yang dihasilkan.
Potensi kopi gayonya sudah baik. Tinggal mengolahnya menjadi setengah jadi atau siap saji dan tidak lagi dijual mentah. Sehingga uang dan kesejahteraan lebih banyak tinggal di petani, bukan sebaliknya di pengusaha dan pemerintah.
Kopi, adalah lapangan jihad terbesar kita saat ini. Saatnya bagi pemimpin, pengusaha, rakyat untuk menggunakan potensi akal, kebijakan,dana, lebih banyak pada sector kopi. Jangan lagi pekerjaan kita dikerjakan LSM asing dan anehnya kita bangga dengan itu dan seolah cuci tangan.
Soal kopi adalah soal hajat hidup rakyat banyak. PAD terbesar yang harus segera dikembalikan bagi kesejahteraan petani kopi. Bukan lagi untuk perjalanan dinas, bahan habis pakai, rapat, seminar dan studi tour.
Tinggal bagaimana melihat petani kopi gayo tersenyum karena tidak lagi mengutang sembako yang dibayar panen berikutnya. Karena produksinya telah lebih tinggi. Untuk itu, mari gunakan waktu, pikiran dan dana daerah ini lebih banyak pada Kebijakan Kopi.
Bila tidak jugamengambil peran dan lebih memilih euphoria politik picisan yang rendah dan menjadikan amanah rakyat untuk lapangan pekerjaan, “berempus dan berume wan amanah rakyat”, sebagian rakyat tertawa melihat ini.
Selain tertawa, sebagian rakyat gayo ini juga sedih. Karena politik memimpin masih demikian rendah dijalankan. Hanya untuk hidup mewah bak selebriti lokal dan gengsi diatas biaya Negara. Pelayan atau budak yang menjadi Tuan.Mata parang ditangan yang salah.Karena bicara kopi gayo, setiap tahunnya dihasilkan trilyunan rupiah. Ini bukan uang receh. Rp.1,2 trilyun -2 trilyun lebih dihasilkan dari kebun kopi rakyat gayo .
Pun begitu, ada peran perorangan pegawai pemerintah yang getol menulis dan berdiskusi soal kopi gayo bahkan menjadi duta kopi. Tentu motivasi pegawai negeri seperti pantas diberi penghargaan, salut dan telah menjadi motivator yang mampu mengisi kesempatan tentang kopi secara visioner.
Kita tentu berharap, peran seperti yang dilakukan seorang pegawai negeri yang dikenal luas dikalangan “pemain” kopi , lsm dan wartawan ini dapat menjadi contoh dan bergerak secara .berjamaah sehingga bisa lebih mengejar ketertinggalan di segala lini masalah kopi gayo,
Diluar itu semua, kebangkitan brand gayo kopi akan terus berlangsung, dengan atau tanpa peran kita secara fantastis. Karena di kopi gayo itu ada budaya, seni, ibadah, dan candu. Kopi gayo, dari Nenggri Antara kedalamcangkir keramik minuman anda. Kopi gayo memang soal kualitas rasa dan aroma dengan karakter specialty. Salam GayoKafein
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H