Kata peneliti sangat cocok dinabalkan pada Zaini. Sosok sederhana seorang petani kopi arabika gayo di Blang Gele, Takengon.
Meski tak bergelar Profesor, Doktoral atau Sarjana Perrtanian, namun keilmiahan Zaini menjadi kesehariannya.
Intuisi ilmiahnya menyertai setiap gerak dan langkahnya, mengamati semua pohon kopi yang tumbuh dipekarangannya.
Tak hanya itu, menjadi peneliti kopi selalu merangsangnya untuk selalu menguji coba. Bahasa tingginya, bereksperimen.
Experimen yang dilakukan Zaini, bisa membuatnya melebihi gelar Profesor sekalipun.
Apalagi penelitian Zaini berlangsung setiap hari dalam hidupnya . Dari pengalamannya, Zaini mulai melakukan analisa logika, membangun praduga, menduga, berhipotesis.
Lalu beraksi dengan eksperiman menguji hipotesa yang dibangunnya. Begitu terus berlangsung.
Saat aku kesana, Selasa 15 Agustus 2023, Zaini sedang santai mengenakan sarung. Rumah den kebunnya adalah lahan riset.
Aku diminta Zaini memberi materi Citarasa Kopi pada puluhan siswi SPP Saree yang magang disana.
Aku yang awam tentu saja menyatakan siap. Apalagi yang menyuruhnya bang Zaini. Yang kuanggap guru tani dan metafisik.
Zaini menunjuk kopi yang timbuh di halamannya. Semuanya dibangun dan menghasilkan lewat hipotesanya yang teruji.
Salah satu penelitiannya adalah pemotongan cabang kopi secara zig zag. Kopi yang menumbuhkan dua cabangnya. Salah satunya dipotong.
Kemudian cabang kopi dipotong lagi di ruas keempat dari pangkal.