Mohon tunggu...
Win Ruhdi Bathin
Win Ruhdi Bathin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani kopi

saya seorang penulis, belajar menulis.....suka memoto, bukan fotografer...tinggal di pedalaman Aceh sana. orang gunung (Gayo). Kini coba "bergelut" dengan kopi arabika gayo olahan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pesan Ekonomi Lewat Telepon

14 Agustus 2020   10:23 Diperbarui: 14 Agustus 2020   10:43 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
saya dan seorang pembeli kopi gayo (Dokpri)

Seorang teman di Medan, Sumut telepon. Memberitahu biaya pengiriman kopi ke Malaysia. Biayanya ternyata sangat mahal. Melebihi harga satu kilogram roasted beans yang akan dikirim. Pelanggan kopi saya dari Malaysia meminta dikrimi satu kilogram kopi arabika gayo. Dan teman saya ini, namanya Mursada Muhammad Rasyid , pernah mengirim kopi ke Malaysia.

Sejak pandemi, pelanggan kopi saya itu, tidak bisa lagi datang ke Medan karena dilarang scara resmi oleh pemerintahnya. Mereka sangat disiplin menaati aturan tersebut. Hampir enam bulan sejak pandemi, satu pelanggan kopi hilang. Padahal hampir stiap bulan kopi dijemputnya ke Medan dengan nilai transaksi Rp. 8 juta.

Pelanggan saya itu Khirul Azhar Bin Haji Talib , membeli kopi gayo juga di Malaysia. Namun katanya , rasanya beda dengan kopi yang selama ini dibelinya dari saya. Gagallah pengiriman kopi Malaysai itu. Karenna ongkos kirim via kantor Pos Rp.300 ribu. Sementara harga kopinya , roasted beans hanya Rp. 210 ribu.

Dalam percakapan telepon itu, teman saya ini memberitahu keadaan ekonomi yang dinilai mulai memburuk. Beberapa pelanggan kafenya yang bekerja di Bank, terlihat jarang datang . Kalaupun datang, mereka tak lama. Seperti orang panik.

Bahkan di satu bank, pengambilan uang tunai mulai dibatasi. Temanku ini mengingatkan agar penyimpanan uang di bank dialihkan kedalam bentuk emas. "Simpan saja uang di bawah kasur", kata Sada sambil tertawa. Sada mengingatkan agar uang digantikan emas yang terus naik harganya. Tapi pembelian emas sebaiknya dalam ukuran kecil. Persatu gram sehingga mudah dijual kembali.

Menurut Sada, indikasi ekonomi Indonesia sedang sakit mulai terlihat akibat pandemi. Eksport kita hancur. 'Singapura paling parah ekonominya akibat pandemi ini", ujar Sada.

Aku terngiang kata Sada. Jangan simpan uang di bank. Kalau ada ambil saja. Beli emas saja. Sementara aku tak punya uang di bank. Apalagi emas. Pandemi ini benar benar meruntuhkan sumber keuanganku. Anda yang punya tabungan, mungkin bisa diantisipasi dengan menukarnya ke emaS. mANA Mana tahu situasi memburuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun