Pendekatan sejarah dalam studi islam adalah metode dan perspektif untuk mengkaji dan menafsirkan peristiwa sejarah dan tentunya peristiwa yang diangkat berkaitan dengan kajian islam. Kata sejarah menurut buku Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki beberapa makna yaitu keturunan, kejadian yangsebanarnya terjadi dimasa lalu atau riwayat dan penjelasan peristiwa yang terjadi dimasa lalu. Sejarah juga berasal dari bahasa arab yaitu syajarotun yang artinya pohon, dan kemudian berkembang menjadi menjadi asal-usul atau keturunan, dan sejarah. Didalam bahasa yunani sejarah dikenal dengan istoria yang artinya ilmu. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sejarah merupakan peristiwa atau kejadian yang terjadi dimasa lalu.
Sebelum muncunya istilah studi islam atau dirasah islamiyah, minat terhadap kajian agama khususnya islam sudah lebih dulu berkembang dibarat pada abad ke-19. Para sarjana seperti F.Max Muller,C.P. Tiele, dan E.B Tylor telah memberikan kontribusi signifikan dalam bidang ini.
Selain di barat, di asia juga memiliki kontribusi besar dalam bidang studi agama. Tokoh-tokoh seperti J. Takakusu dari jepang dan S. Radhakrishnan dari india telah memberkan sumbangsih yang signifikan dalam memahami agama buddha dan hindu.
Berbeda dengan barat, kajian agama telah lama berkembang didunia islam. Sejak abad - abad awal islam, telah muncul tokoh – tokoh besar dalam berbagai bidang seperti hukum, tafsir, kalam, dan tasawuf. Tokoh- tokoh yang dikenal yaitu abu hanifah, al- syafi’i, malik, dan ahmad bin hanbal.
Pada masa awal islam kegiatan belajar mengajar agama islam dipusatkan dimasjid. Menurut sejarawan islam terkenal, pusat-pusat pembelajaran islam petama kali muncul di hijaz (makkah dan madinah), irak (basrah dan kufah) serta damaskus. Dan masing-masing wilayah dipimpin oleh sahabat nabi yang sangat berpengaruh. Ketika islam mencapai puncak kejayaannya dibawah pemerintahan abbasiyah, pusat ilmupengetahuan islam berpindah ke baghdad dengan didirikannya bait al-hikmah yang menjadi pusatstudi yang terkenal.
Meskipun studi agama terutama islam, sudah menjadi bidang kajian yang umum, masih ada perdebatan apakah kajian ini bisa dianggap sebagai bagian dari ilmu pengetahuan. Hal ini karena ada perbedaan mendasar antara agama dan ilmu pengetahuan. Cara pendang yang berbeda terhadap islam melahirkan berbagai disiplin ilmu yang berbeda pula. Jika melihat islam dari sisi ajarannya, akan berbicara tentang islam. Namun jika melihat islam dalam konteks sejarah dan masyarakat, akan berbicara tentang studi islam. Sains islam, disisi lain adalah ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh muslim dan dipandu oleh nilai-nilai islam.
Metode yang digunakan untuk memahami Islam mungkin suatu saat akan dianggap tidak memadai, sehingga diperlukan pendekatan baru yang harus terus dikembangkan oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan ini mencakup teori, metode, dan teknik yang berbeda. Terdapat berbagai pendekatan untuk memahami agama, seperti pendekatan teologis normatif, sosiologis, filosofis dan lainnya. Pendekatan yang dimaksud di sini adalah cara pandang atau paradigma dalam satu bidang ilmu yang digunakan untuk memahami agama. Jalaluddin Rahmat menekankan bahwa agama dapat diteliti melalui berbagai paradigma, di mana realitas keagamaan yang diungkapkan memiliki nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada masalah apakah penelitian agama termasuk dalam ilmu sosial, filosofi, atau legalistik.
Melalui pendekatan sejarah, seseorang diajak untuk beralih dari alam idealis ke alam yang lebih empiris dan konkret. Dari sini, individu dapat mengamati kesenjangan atau keselarasan antara apa yang ada dalam alam idealis dan realitas empiris serta historis. Pendekatan sejarah ini sangat penting untuk memahami agama, karena agama itu sendiri muncul dalam konteks yang nyata dan terkait dengan kondisi sosial masyarakat. Kuntowijoyo telah melakukan penelitian mendalam tentang agama, khususnya Islam, dari perspektif sejarah. Dalam studinya terhadap al-Qur’an, ia menyimpulkan bahwa isi al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian: yang pertama berisi konsep-konsep, dan yang kedua berisi kisah-kisah sejarah serta perumpamaan.
Bagian pertama, yang berisi konsep, mencakup banyak istilah dalam al-Qur’an yang mengacu pada pengertian normatif, doktrin etik, aturan legal, dan ajaran keagamaan secara umum. Istilah-istilah ini mungkin diambil dari konsep-konsep yang sudah dikenal oleh masyarakat Arab pada masa al-Qur’an diturunkan, atau mungkin juga merupakan istilah baru yang diciptakan untuk mendukung konsep-konsep religius yang ingin diperkenalkan. Istilah-istilah ini diintegrasikan ke dalam pandangan dunia al-Qur’an, sehingga menjadi konsep-konsep yang otentik. Dalam bagian ini, kita menemukan banyak konsep, baik yang bersifat abstrak seperti Allah, Malaikat, dan Akhirat, maupun yang konkret seperti fuqara’ dan masakin.
Jika pada bagian yang berisi konsep, al-Qur’an bertujuan membentuk pemahaman menyeluruh tentang nilai-nilai Islam, maka pada bagian kedua, yang mencakup kisah dan perumpamaan, al-Qur’an mengajak pembaca untuk merenungkan dan mengambil hikmah. Melalui pendekatan sejarah, individu diajak untuk memahami konteks nyata dari suatu peristiwa, sehingga tidak bisa memahami agama tanpa memperhatikan konteks historisnya. Untuk memahami al-Qur’an secara benar, misalnya, seseorang perlu mengetahui sejarah turunnya al-Qur’an dan peristiwa-peristiwa yang menyertainya, yang dikenal sebagai ilmu asbab al-nuzul, yang pada dasarnya menjelaskan latar belakang turunnya ayat-ayat al-Qur’an.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H