Mohon tunggu...
Winayatun Azizah
Winayatun Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

La Tahzan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Pemikiran Asy'ariyah: Awal Mula dan Perkembangannya dalam Islam

2 November 2024   14:10 Diperbarui: 2 November 2024   14:41 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Sifat Tuhan: Asy'ariyah berpendapat bahwa sifat-sifat Tuhan harus diterima sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an tanpa mengubah atau menafsirkan secara berlebihan. Sifat-sifat Tuhan, seperti Maha Melihat dan Maha Mendengar, diterima tanpa perlu dipertanyakan mekanismenya.

2. Kehendak Bebas dan Takdir: Salah satu perdebatan utama di kalangan teolog Islam adalah tentang kehendak bebas manusia dan takdir Tuhan. Asy'ariyah memegang konsep kasb atau usaha manusia. Menurut al-Asy'ari, manusia memiliki peran aktif dalam perbuatannya melalui usaha, tetapi kehendak dan kuasa penuh tetap berada di tangan Tuhan. Tuhan adalah penguasa mutlak yang menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap bertanggung jawab atas perbuatannya.

3. Wahyu dan Akal: Bagi Asy'ariyah, wahyu adalah sumber utama dalam pemahaman agama, sedangkan akal memiliki peran sekunder. Akal dianggap penting tetapi tidak mampu secara penuh memahami hakikat Tuhan yang transenden. Oleh karena itu, wahyu memiliki posisi yang lebih tinggi daripada akal dalam memahami ajaran agama.

4. Keimanan: Asy'ariyah menekankan pentingnya iman dan amalan sebagai bagian integral dari keislaman seseorang. Iman tidak hanya melibatkan keyakinan dalam hati, tetapi juga diwujudkan melalui amalan baik. 

Perkembangan dan Pengaruh Pemikiran Asy'ariyah

Seiring berjalannya waktu, pemikiran Asy'ariyah diterima luas oleh umat Islam, terutama di kalangan Sunni. Pada abad pertengahan, pemikiran Asy'ariyah menjadi landasan teologi resmi di berbagai madrasah di dunia Islam, terutama di wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan dinasti-dinasti besar seperti Dinasti Abbasiyah, Ayyubiyah, dan Mamluk.

Salah satu faktor utama yang mendorong perkembangan Asy'ariyah adalah penerimaan aliran ini oleh banyak ulama dan cendekiawan terkemuka. Imam al-Ghazali (1058-1111 M), salah satu pemikir Islam paling berpengaruh, adalah seorang pengikut Asy'ariyah yang memperkuat aliran ini melalui karyanya, seperti Ihya Ulum al-Din dan Tahafut al-Falasifah. Al-Ghazali berhasil mempertahankan posisi Asy'ariyah di tengah tantangan pemikiran filsafat yang berkembang pesat pada masa itu. Berkat peran al-Ghazali, Asy'ariyah berhasil bertahan dan tetap relevan hingga era modern.

Tantangan Pemikiran Asy'ariyah di Era Kontemporer

Di era modern, pemikiran Asy'ariyah menghadapi berbagai tantangan. Munculnya aliran-aliran pemikiran baru, baik yang lebih konservatif maupun yang lebih liberal, memberikan tantangan tersendiri bagi pemikiran Asy'ariyah. Beberapa kelompok modernis mengkritik Asy'ariyah karena dianggap terlalu tradisional dan kurang memberikan ruang untuk perkembangan pemikiran rasional.

Namun, banyak juga ulama dan cendekiawan yang melihat Asy'ariyah sebagai jalan tengah yang relevan dalam menghadapi tantangan modern. Asy'ariyah dinilai mampu menjaga keseimbangan antara pemahaman tekstual dan pendekatan rasional, sehingga dapat menjadi landasan yang stabil di tengah perdebatan pemikiran kontemporer.

 Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun