"Oh martabak khas mesir ya Kak?" Jawabku mulai berani bercanda dengan Kak Maja.
"Hehehe, receh juga selera humormu Shel" respon Kak Maja dengan tertawa.
Selain mendapatkan beasiswa pendidikan gratis dari yayasan ku sebelumnya, untuk biaya hidup di Kairo aku di fasilitasi bantuan dari Kementerian Agama. Jadi aman lah untuk jajan pertama kali masuk Mesir.
"Shel, Shel, maaf ya sebelumnya. Aku si sudah mendengarkan cerita dari Ustadzah Hafidzah terkait perjalanan terjal hidupmu semasa kecil hingga aliyah. Semangat ya Shel, kamu nggak boleh bersedih. Kalau butuh apa-apa di Kairo ngomong saja sama Kakak" Kak Maja dengan semangat mengutarakannya di Cairo Metro (Angkutan Umum di Mesir).
"Iya Kak, Terima kasih sebelumnya" Jawabku penuh lesu.
Dadaku kembali sesak, teringat sosok Bapak dan Ibuku yang masih lengkap hidup sampai saat ini. Tetapi tidak pernah hadir tampak hidupnya di hadapanku.
Aku sadar betul, dari kecil belum menikmati kebahagiaan sama sekali dari orang tua. Kasih sayang yang seharusnya aku nikmati di ganti dengan perpisahan dan siksaan.
Sampai aku keluar dari Indonesia untuk melanjutkan pendidikan di Kairo pun, tidak ada tangan lembut Bapak dan Ibu yang bisa ku jabat untuk berpamitan. Apalagi sosok mereka mengantarkan.
"Lho, kok melamun malah" Senggol Kak Maja di perjalanan.
"Kamu jangan berpikiran yang tidak-tidak, Kamu pantas bahagia shel. Kembali tata niat datang kesini untuk belajar dan pulang memeluk kesuksesan di masa depan" Kak Maja dengan lembut mengalunkan motivasi kepadaku.
 "Iya Kak, Terima kasih ya Kak. Walaupun kita baru kenal, Tetapi shelomita di sini merasakan kehadiran keluarga yang begitu lembut menenangkan" Jawabku penuh senyum kepada Kak Maja.