[caption id="attachment_4097" align="aligncenter" width="680" caption="Jangan Berhenti Belajar: Sumber gambar http://copyquickly.files.wordpress.com/2009/03/learn1.jpg"][/caption]
Setelah melalui 7 kali perkuliahan, mulai hari Senin kemarin saya menghadapi masa test akhir untuk periode IA. Perkuliahan dan tugas-tugas yang melelahkan selama 7 minggu harus diakhiri dengan sebuah test untuk kemudian dinilai. Sejak perkuliahan diawali pada tanggal 5 September lalu, ada masalah yang sebenarnya sudah menjadi perhatian saya sebelum saya mendarat di Belanda. Dalam beberapa pengamatan saya pada mahasiswa internasional baik yang berasal dari Indonesia dan mereka yang menggunakan bahasa Inggris bukan sebagai first language, penguasaan Bahasa Inggris mendapat perhatian yang besar. Mengapa? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah karena Bahasa Inggris dipakai sebagai satu-satunya bahasa komunikasi dalam komunikasi lisan maupun tulisan.
Ketika menempuh test pada sebuah mata kuliah hari Rabu yang lalu, saya dan beberapa teman mahasiswa internasional sempat kecewa dengan kebijakan salah seorang dosen yang berkata bahwa untuk mahasiswa dari Belanda, boleh menjawab dengan Bahasa Belanda, sedangkan international student tetap harus menjawab dalam bahasa Inggris. Dengan perlakuan itu, tentu tidak menjadi adil karena mahasiswa Belanda diperbolehkan untuk menjawab dalam first language mereka, sedangkan mahasiswa internasional harus menjawab dalam second dan international language, dimana untuk menjelaskan sesuatu terkadang harus melalui proses menterjemahkan dari first language (Bahasa Indonesia, Swahili, French, Portugis, Chinese etc) ke Bahasa Inggris. Setelah test selesai, terlepas dari hasil test nanti baik atau buruk, kami menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak adil.
Persoalan komunikasi dan bahasa dalam dunia akademik sering menjadi sebuah sumber permasalahan. Mengapa menjadi sebuah masalah? Saya memakai logika yang sederhana. Ketika berkuliah dengan bahasa pengantar dan buku berbahasa Indonesia saja, saya meski betul-betul mendengarkan setiap kuliah, membuat catatan dan ringkasan, dan memahami buku yang dibaca. Dengan Bahasa Indonesia saja dibutuhkan energi dan pemahaman yang kuat dan seringkali harus membaca buku dan catatan berulang-ulang, kini ketika harus bergulat dengan kuliah dan buku yang berbahasa Inggris, tentu dibutuhkan energi dan usaha yang berlipat.
[caption id="attachment_4109" align="aligncenter" width="360" caption="Never Ever Give Up, sumber foto http://www.walnet.org/sos/neverevergiveup-5in.jpg"]
Contoh yang lebih nyata, saat membuat paper berbahasa Indonesia dengan berbahan jurnal dan buku berbahasa Indonesia, dibutuhkan beberapa hari untuk menyelesaikannya. Kini, dengan situasi yang berbeda, buku-buku dan jurnal yang dibaca berbahasa Inggris. Akibatnya, kendala-kendala muncul dalam dinamika kehidupan perkuliahan mahasiswa. Walaupun memiliki nilai TOEFL atau IELTS yang tinggi, persoalan bahasa tetap menjadi perhatian tersendiri. Bagi yang sudah sejak dini berlatih berbahasa Inggris, berada dalam kelas internasional, kemungkinan akan jauh lebih mudah dibandingkan dengan seseorang yang baru saja mengikuti program pelatihan Bahasa Inggris yang intensif seperti saya. Lain kali, saya akan paparkan perjuangan yang saya lalui hingga akhirnya saya ke Belanda.
Ketika ngobrol dengan seorang tutor ketika persiapan program master dalam sebuah private session, dengan santai dia berkata bahwa seorang native speaker pun akan memiliki kesulitan ketika harus belajar dan membaca materi kuliah, sebagaimana saya ketika kuliah berbahasa Indonesia. Nah lho, kalau native speaker saja mengalami kesulitan, bagaimana untuk yang bukan? Apakah lantas menyerah?
Tidak ada kata menyerah. Never Ever Give Up. Setiap masalah yang muncul dalam perkuliahan adalah sebuah tantangan yang harus ditaklukan. Dengan terus latihan dan learning by doing, saya mencoba mempraktekkan beberapa cara agar aktivitas kuliah tidak keteteran. Karena saya menyadari dan merasa bahwa saya masih harus perlu menikmatkan kemampuan berbahasa Inggris, saya perlu memiliki strategi yang dipakai untuk memahami materi perkuliahan. Berikut ini beberapa cara yang saya lakukan selama mengikuti kuliah di kelas internasional.
- Sebelum saya berangkat, saya sudah siap-siap dengan lingkungan perkuliahan yang padat, dalam bahasa Inggris pula. Oleh sebab itu, saya membeli sebuah voice recorder yang diharapkan akan membantu dalam merekam setiap perkuliahan ataupun diskusi. Jadi setiap akan memulai perkuliahan, saya memasang voice recorder tersebut. Walaupun demikian, saya tidak tergantung sepenuhnya dengan alat. Saya tetap fokus pada perkuliahan dan mencatat. Rekaman perkuliahan yang sudah tersimpan saya dengarkan kembali ketika berada di dalam kamar. Hal ini berguna untuk membantu memahami materi kuliah.
- Berteman dengan kamus. Kamus harus dijadikan teman baik untuk membantu dalam menulis maupun membaca. Dengan kehadiran kamus, maka akan membantu ketika menemukan kata-kata yang baru sehingga memudahkan dalam pemahaman bacaan. Saat ini saya memiliki kamus dalam bentuk buku maupun versi elektronik. Selain kamus Inggris-Inggris, saya juga memiliki kamus Inggris-Indonesia.
- Ketika membaca, terkadang saya merasa tidak tahu apa yang saya baca. Itu adalah sesuatu hal yang biasa. Apabila sudah demikian, mungkin karena sudah penat, saya undur dirilah sejenak, hirup udara segar dan melakukan aktivitas lain. Hal ini dilakukan karena seringkali pemahaman terhadap bacaan muncul ketika tidak sedang membaca.
- Ketika mencatat, upayakan untuk mencatat dalam bahasa Inggris untuk membiasakan diri dalam lingkungan berbahasa Inggris. Dengan begitu, otak sudah disetting sejak awal dan membuatnya secara otomatis bekerja dengan Bahasa Inggris. Ketika mendengarkan kuliah dan mencatatnya dalam bahasa Indonesia, maka kerja otak akan dua kali menterjemahkan dari bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dan kemudian ketika membaca kembali atau hendak menjawab test akan melakukan kerja yang serupa juga, menterjemahkan dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris. Menurut seorang tutor Bahasa Inggris, hal tersebut sangat berbahaya dan sebisa mungkin diminimalkan.
- Cara berikutnya adalah cari teman yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang lebih bagus, bisa dalam satu program atau di luar program. Ketika mengerjakan paper, minta teman tersebut mereview tulisan yang dibuat dan apabila perlu meminta direvisi. Dengan memiliki teman-teman tersebut, maka mereka bisa dijadikan partner diskusi sekaligus reviewer.
Memang akan sangat melelahkan, tapi ketika dijalani dengan senang hati, maka semua tantangan itu akan sangat mengasyikkan. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan dan semangat untuk mau belajar, bekerja dan berusaha. Mungkin pada mulanya akan merasa malu dengan kemampuan berbahasa Inggris yang dimiliki. Itu juga yang saya alami dan rasakan.
Namun, saya belajar dari mahasiswa internasional lain yang walaupun tidak terlalu lancar namun begitu percaya diri saat berbicara dengan Bahasa Inggris. Untuk membiasakan diri, saya juga menghadiri beberapa seminar umum yang biasanya sering dilakukan di universitas dan tidak dipungut biaya. Hal-hal yang meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris inilah yang harus dimanfaatkan selain mendapatkan ilmu melalui kuliah tersebut.
Ada cara lain? Mungkin masih banyak strategi-strategi lain yang bisa dilakukan. Kalau kata seorang teman satu koridor, cara untuk memperlancar kemampuan berbahasa asing adalah dengan memiliki pacar/teman dekat seorang asing. Dia ingin belajar Bahasa Belanda. Maka itu supaya lancar, dia mencari pacar orang Belanda. Hal serupa juga bisa dilakukan untuk menguasai bahasa Inggris dengan lancar. Cari seorang pacar yang fasih berbahasa Inggris, native speaker lebih bagus. Tampaknya masuk akal juga ya. Kalau mau coba silakan.