Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan Indah Berbagi dan Memberi serta Ketika Ramadhan Hampir Berlalu. Di kedua tulisan itu, saya menceritakan tentang pengalaman berbagi kepada sesama yang membuat happy. Di tulisan pertama, saya menuliskan pengalaman ketika memberikan beberapa barang-barang yang saya miliki kepada beberapa orang mahasiswa di Groningen karena saya tidak membutuhkan lagi. Kepindahan saya ke tempat yang baru di sebuah flat bersama dengan orang Belanda, membuat saya tidak membutuhkan barang-barang yang selama ini saya pakai, seperti microwave, rak buku, rice cooker, jemuran pakaian dan rak sepatu. Di tulisan kedua, saya bercerita mengenai Bapak Kost saya yang baru, E. Scholten yang adalah seorang Belanda. Namun, di balik kisah berbahagia melalui memberi di atas, ada ujian yang harus saya hadapi. Ujian kesabaran.
Seperti yang sudah saya kisahkan pada dua tulisan tersebut, saya tinggal di sebuah student housing untuk mahasiswa internasional yang dikelola oleh Housing Office. Kontrak saya seharusnya berakhir pada tanggal 31 Agustus 2012, namun saya memutuskan untuk mengakhiri kontrak pada pada akhir bulan Juli 2012 dan pindah ke rumah Cho. Menurut kontrak, saya harus memberitahu Housing Office bahwa saya akan check out dari kamar sebulan sebelumnya. Di hari yang sudah ditentukan, saya harus menyerahkan kunci ke student manager dan apabila tidak ada masalah, maka saya akan menerima uang deposit yang pernah saya berikan pada awal kontrak sebesar 375 euro.
Saya merasa sudah membereskan semua urusan housing dan tinggal menunggu uang deposit dikirim. Namun, ketika mengecek, saya hanya mendapatkan 92 euro saja. Berarti saya terancam kehilangan 283 euro jika saya tidak bisa berargumen dengan Housing Office. Saya kemudian mengirim email bertanya mengapa deposit saya tidak diberikan secara penuh padahal saya sudah menyerahkan kunci kamar dan check out. Housing Office membalas kalau uang deposit tersebut dipotong untuk membayar uang kamar karena kontrak saya sampai akhir bulan Agustus.
Saat kaget membaca email balasan itu. Aneh sekali orang Belanda ini cara berpikirnya. Dalam hati saya bertanya-tanya, bagaimana bisa saya harus membayar sewa kamar padahal saya sudah tidak tinggal di sana dan sudah menyerahkan kuncinya. Saya membalas dan mencoba menerangkan bahwa saya semestinya mendapatkan deposit saya secara penuh. Saya setiap bulan membayar tepat waktu dan tanpa tunggakan. Selain itu, saya juga sudah memberitahu bahwa saya akan keluar dari housing pada akhir Juli 2012 meskipun kontrak saya sampai bulan Agustus. Berdasarkan pengalaman teman-teman yang memiliki kasus seperti saya, keluar sebelum kontrak selesai, uang deposit dikembalikan secara penuh.
Lagi-lagi Housing Office bersikukuh bahwa saya mesti membayar uang sewa kamar bulan Agustus sesuai dengan yang tertera di kontrak. Aduh, cobaan apa lagi ini? Apakah saya akan betul-betul kehilangan 283 Euro itu?
Menurut salah seorang teman yang sudah pernah berurusan dengan Housing Office, saya mesti keras dan membawa bukti-bukti kuat ketika berurusan dengan "wong londo" dari Housing Office ini, jika tidak saya tidak akan mendapatkan apa-apa. Akhirnya, sebelum membalas email itu, saya berdoa agar hati saya tenang sehingga bisa menulis email dengan lebih bijaksana. Semoga usaha saya berhasil dan uang saya bisa kembali.
Lalu saya menulis email dan menjelaskan urutan kejadiannya beserta dengan bukti-bukti email yang saya kirim. Saya menjelaskan bahwa memang betul kontrak saja sampai akhir Agustus 2012, namun pada tanggal 18 Juni 2012, saya mengirimkan email bahwa pada akhir Juli saya akan keluar. Tepat pada tanggal 31 Juli, saya sudah melakukan kewajiban saya membersihkan kamar dan sudah dikontrol oleh Student Manager serta dinyatakan beres dan tidak ada masalah. Jadi sudah selayaknya saya mendapatkan uang deposit tanpa potongan.
Email yang biasanya cepat dibalas, kali ini saya perlu menunggu beberapa hari. Saya makin berdebar-debar menanti jawaban apalagi yang akan diberikan Housing Office. Saya mencoba menenangkan diri dan tetap bersabar. rustig...maar...rustig...maar...rustig...maar...tenang...tapi...tenang...tapi...tenang...tapi
Daripada memikirkan persoalan itu, saya memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat yang kata teman-teman dan buku wisata tentang Netherlands sangat bagus. Namanya Zaanse Schans. Tempatnya memang indah dan sangat cocok untuk meredakan stress dan ketegangan. Saya sudah menuliskannya di Kompasiana dan beberapa saat kemudian Redaksi Kompas.com menghubungi agar tulisan itu bisa dimuat di Travel Kompas.com. Â Saya pun mengiyakan dan pada tanggal 17 Agustus 2012 jam 13.00, tulisan tentang Zaanse Schans sudah dipublikasi di Travel Kompas.com.
Dengan jalan-jalan, menulis dan mendapat apresiasi bahwa tulisan itu dimuat di Kompas.com, hati saya kembali tenang. Perasaan saya yang semula tidak enak karena terancam kehilangan 283 euro, bisa sedikit lebih damai dan dengan tetap berharap supaya dan berdoa Housing Office bisa mengembalikan uang itu.
Tapi, hingga saat ini, uang itu pun belum dikembalikan. Lantas saya jadi teringat film Pendekar Bujang Lapok ketika pendekar itu bersemedi dan kemudian menirukan kata-kata mereka, "Cobaan!" Kalau memang harus hilang, barangkali belum rezeki, atau akan ada rezeki yang lebih besar dari uang itu. Amin...Sabar...sabar.!!..