Mohon tunggu...
Winarto -
Winarto - Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

noord oost zuid west, thuis best.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mak Ijem

30 Mei 2012   09:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:36 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecuali sakit dan ada sesuatu yang memang tidak bisa ditinggalkan, saya pasti pergi ke sekolah. Bapak dan Emak selalu berkata kalau saya tidak masuk, maka saya akan ketinggalan pelajaran. Ketika beberapa hari sakit dan sudah kelihatan segar kembali, Bapak atau Emak sering meminta saya masuk dengan iming-iming saya diberi uang saku yang berlebih dari biasanya. Mereka hanya ingin saya tidak ketinggalan pelajaran yang banyak.

Dukungan orang tua bagi saya ketika masih sekolah sangat luar biasa. Mereka hebat. Bapak saya selalu terbangun lebih awal lantas membangunkan Emak. Sekitar jam setengah lima pagi, Emak sudah keluar dari kamar dan menuju ke dapur. Tanpa basa-basi dan otomatis, aktivitas yang dikerjakan adalah memasak nasi, air dan lauk-pauk. Bapak membantu Emak di dapur yang menjaga kayu dan api di pawon. Ketika pagi hari, di saat saya siap-siap berangkat ke sekolah, sarapan dan teh manis hangat sudah tersedia. Aktivitas rutin itu terus dikerjakan tanpa terkesan ada rasa bosan. Makanan itu dipersiapakan sebagai sarapan sebelum berangkat sekolah, juga untuk Bapak sebelum berangkat bertugas sebagai tukang sampah dan Emak yang hendak pergi ke pasar.

Ketika sudah selesai memasak, maka di pagi hari, Emak juga siap-siap berangkat ke pasar untuk berbelanja bahan-bahan pecel yang menjadi bisnis rumah tangga sejak saya masih berada di Taman Kanak-Kanak. Saat awal-awal berjualan pecel hingga kira-kira awal tahun 2000-an, Emak pergi ke pasar dengan naik sepeda kayuh. Berangkat kira-kira jam 7 pagi dan kembali ke rumah jam 8. Dengan membawa 2 plastik besar yang dipegang di kanan dan kiri stang sepeda sebab tidak memiliki keranjang sepeda.

Aktivitasnya tidak lantas berhenti. Emak memersiapkan sayuran-sayuran yang akan dimasak pecel. Tidak hanya pecel, Emak juga memasak bakmi/bihun goreng yang juga dijual.  Selain itu, pekerjaan yang cukup membutuhkan tenaga adalah membuat sambal pecel karena harus menumbuk kacang beserta dengan bumbu-bumbunya hingga jadi bumbu pecel. Tetapi alangkah hebatnya, semua itu bisa dikerjakan sendiri. Jika saya atau kakak saya libur, maka saya ikutan membantu pekerjaan di dapur itu. Kira-kira jam 10 pagi, ketika persiapan sudah selesai, maka pecel dan bakmi itu siap dijual bersamaan dengan makanan kecil. Karena tidak memiliki tempat yang permanen, toples-toples berisi makanan harus dikeluarkan dari dalam rumah dan ditata di meja yang terletak di teras rumah. Ketika sudah sore, toples-toples itu kembali dibawa kembali ke dalam rumah. Meskipun Bapak, kakak dan saya membantu, namun pada dasarnya, Emak adalah motor utama penggeraknya.

Keuletan

Salah satu kunci kelanggengan usaha pecel Emak adalah keuletannya. Usaha pecel yang dirintis sejak awal tahun 1990-an tersebut tetap bertahan hingga sekarang. Emak tetap bersabar dan tekun sehari-harinya berjualan pecel. Secara umum, pecel dan bakmi yang dijual sangat laris terjual, meskipun ada kalanya sepi pembeli, tetapi Emak terus ulet menjalankan roda bisnis kecil tersebut. Beberapa tetangga mencoba untuk membuka usaha makanan, namun berdasarkan pengalaman, usaha itu tidak berlangsung lama. Usaha tersebut hanya berlangsung beberapa bulan dan sesudah itu tidak ada lagi.

Berkat usaha pecel tersebut, rumah saya menjadi pusat bertemu banyak orang. Mereka menjadi terbiasa berkunjung ke tempat saya hanya untuk sekedar duduk nongkrong atau membeli pecel Emak. Karena usaha pecel itulah, nama Mak Ijem dikenal oleh banyak orang sehingga orang-orang yang tinggal di seputaran kampung Benowo itupun berdatangan membeli pecel. Bila ada orang yang bepergian jauh atau ada tamu dari jauh, mereka memesan bumbu pesel ke Emak yang dibawa sebagai oleh-oleh.

Jadi, bumbu pecel Mak Ijem sudah sampai ke beberapa kota di Indonesia. Ketika saya berada di Jakarta selama 6 bulan, beberapa kali Emak mengirimkan bumbu pecel itu ke Jakarta. Saya makan beramai-ramai bersama teman-teman. Ketika saya ke Belanda, saya juga membawa sekilo bumbu pecel dan beberapa kali, Emak mengirimkan bumbu pecel itu melalui teman yang pulang ke Indonesia untuk dibawa ke Belanda. Bumbu pecel itu tidak saja dinikmati oleh kawan-kawan dari Indonesia, tetapi beberapa kawan asing juga merasakannya. Testimoni dari mereka yang pernah merasakan bumbu pecel mengatakan bahwa pecel buat Emak memang sangat enak.

Emak mungkin tidak membayangkan sebelumnya bahwa bumbu pecelnya sudah sampai di beberapa kota di Indonesia bahkan sampai Belanda. Namun itu semau terjadi berkat kesabaran dan ketekunannya menjalankan usaha kecil tersebut. Itu terjadi berkat keuletannya bangun pagi-pagi, memersiapkan makan pagi untuk anak-anaknya yang sekolah dan Bapak yang berangkat kerja pagi. Berkat ketekunan Emak itulah, saya mendapatkan dukungan yang luar biasa terutama dalam bidang pendidikan hingga akhirnya mendapat sebuah kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi di Belanda melalui Ford Foundation-International Fellowships Program.

Satu hal yang patut diteladani juga adalah Mak itu sangat amanah. Karena rumah menjadi pusat nongkrong, banyak tetangga yang sering titip uang cicilan kredit perkakas dapur dan  rumah tangga untuk diberikan ke tukang kredit. Emak biasa menjadi orang yang bertanggung jawab mengumpulkan uang sumbangan jika hendak pergi menjenguk orang sakit. Sepanjang pengetahuan saya, banyak orang yang percaya pada Emak dan sama sekali tidak ada masalah yang terjadi. Walaupun tidak memiliki pendidikan tinggi, bukan seorang Sarjana Ekonomi, namun dalam hal pengaturan uang, Emak adalah juaranya. Buktinya, dengan segala keterbatasannya, semua bisa diatur oleh emak.

Seperti yang saya ungkapkan di atas, tidak ada kata yang bisa menggambarkan kehebatan Emak. Saya di tenun dalam kandungannya, dilahirkan, dibesarkan, dididik hingga besar seperti saat ini. Tidak kalah penting, bait-bait doa selalu dimunajatkan ke hadapan Sang Pencipta. Hanya doa dan terima kasih yang bisa kuberikan. Terima kasih Emak. Terima kasih Bapak.

I love you Pak'e & Mak'e

Groningen, 30 Mei 2012

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun