[caption caption="Sumber: Majalah BusinessWeek Bloomberg Indonesia Edisi 9-15 Maret 2015"][/caption]
Dengan hormat,
Dalam kasus bobolnya dana nasabah 245 juta di PT. Bank Permata Tbk cabang Panglima Polim, ternyata Bank tidak mau memberikan ganti rugi dengan berlindung pada 2 (dua) perjanjian baku, yaitu SYARAT-SYARAT & KETENTUAN UMUM PEMBUKAAN REKENING maupun SYARAT DAN KETENTUAN UMUM LAYANAN PERMATANET.
Jika rekan-rekan kompasiana ingat, pada waktu membuka rekening tabungan atau meminta layanan perbankan lainnya, kita semua diminta untuk tanda tangan formulir-nya. Dibalik formulir ini, ada tertulis syarat-syarat & ketentuan umum, namun karena hurufnya kecil-kecil, memang tidak mudah untuk membacanya.
Kedua perjanjian baku ini pada intinya menyatakan: “Bank dengan ini tidak akan memberikan ganti rugi dan/atau pertanggungjawaban dalam bentuk apapun kepada Nasabah atau pihak manapun ...”
Ada banyak pasal dan ayat yang mengatur hal ini, yang intinya memberikan hak lebih kepada Bank. Namun sayangnya, perjanjian baku ini tidak mengatur kewajiban bank. Sebagai contoh: “Bank akan memberikan ganti rugi dan/atau pertanggungjawaban kepada Nasabah hanya jika ... dst”
Atas dasar dilema ini, saya mengusulkan agar kedepannya merevisi perjanjian baku antara Bank dan Nasabah, dimana salah satunya harus ada aturan kewajiban ganti rugi Bank terhadap nasabahnya. Harapannya adalah Bank akan menerapkan prinsip kehati-hatian, berkewajiban menjaga keamanan dana nasabah serta memberikan perlindungan kepada seluruh nasabahnya dengan baik.
Hal ini sesuai dengan pernyataan saksi ahli Adi Sudaryatmo, salah seorang pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), yang mengatakan kegiatan perbankan merupakan sektor jasa. Relasi antara nasabah dan perbankan dapat diaplikasikan dengan Undang-undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan Pasal 19 ayat 1 Undang-undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat mengkonsumsi jasa yang dihasilkan. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang yang setara nilainya Namun, lanjutnya berdasarkan Pasal 19 ayat 5, ketentuan tersebut tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Beban pembuktian dilimpahkan kepada pelaku usaha.
Dalam perkara ini, imbuhnya, pihak perbankan harus membuktikan adanya transaksi yang mencurigakan. Jika kesalahan terjadi akibat kelemahan sistemnya, maka bank harus bertanggung jawab.
Yang menarik, berdasarkan diskusi dengan teman-teman yang pernah mengalami kerugian raibnya uang di bank, ternyata ada beberapa bank yang sudah menjalankan kewajiban ganti rugi ini, walaupun tidak ada perjanjian tertulisnya. Saya pikir etika bisnis memang salah satu budaya beberapa perbankan ini. Perlu dicatat, jika mereka menemukan kelalaian nasabah, perbankan ini juga tidak memberikan ganti rugi. Rasanya cukup adil....
Tentunya akan ada pro-kontra atas usulan ini. Mohon pencerahan rekan-rekan kompasiana semuanya. Semoga perbankan Indonesia akan jauh lebih sehat dan nasabah tanah air bisa dilindungi kepentingannya. Amin!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H