Mohon tunggu...
Winarta Hadiwiyono
Winarta Hadiwiyono Mohon Tunggu... -

Lahir dan tinggal di Sleman, Yogyakarta. Email: winarta@excite.com, oewin@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bukan Kisah Cut Tari

14 Juli 2010   08:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:52 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari di tahun 1999, seorang ibu muda menemui kami.  Singkat cerita, ia baru saja divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri karena didakwa melakukan perbuatan zina. Majelis hakim menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara dengan masa percobaan  1 tahun. Kami berpikir, ibu ini pasti telah menyatakan banding atas putusan yang dijatuhkan dan ingin hukuman yang dijatuhkan lebih ringan atau bahkan bebas dari hukuman. Dugaan kami ternyata salah. Ia memang telah menyatakan banding, tetapi bukan untuk memperingan hukumannya tetapi justru agar lebih berat! Lho? Ibu ini mengaku memang telah melakukan perbuatan zina. Dengan adanya masa percobaan selama satu tahun, terlalu ringan hukuman bagi dirinya yang telah mengkhianati dan menyakiti suaminya. Dengan hukuman percobaan satu tahun itu artinya meskipun ia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 6 bulan penjara, ia tidak menjalani hukuman di penjara apabila selama satu tahun tidak mengulangi perbuatannya. Ia ingin dihukum dengan hukuman maksimal dan menjalani dalam penjara. Seperti yang kita ketahui, ancaman hukuman untuk perbuatan zina sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP adalah hukuman penjara maksimal 9 bulan. Perbuatan zina merupakan delik aduan yakni tindak pidana yang dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korbannya.

Apakah keinginannya untuk memperberat hukuman yang diterimanya, karena dorongan suaminya atau keluarganya? Tidak. Ia sangat menyesali perbuatannya, meskipun telah berulangkali minta maaf pada suaminya, tidak sedikit pun mengurangi rasa bersalahnya. Sebenarnya suaminya pernah berniat mencabut aduannya, tetapi ia memohon kepada suaminya untuk membiarkan proses hukum terus berlanjut. Ibu ini hanya ingin menunjukkan bahwa ia memang patut dihukum karena perbuatannya. Ia ingin membuktikan sungguh-sungguh sangat menyesali perbuatannya. Ingin mendapat kepercayaan kembali dari suaminya, saudara-saudaranya, dan masyarakat sekitar, bukan karena belas kasihan tetapi karena kesungguhannya untuk menjalani hukuman yang seharusnya memang diterimanya. Hukuman itu sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada suaminya. Ia juga tidak ingin ada yang meniru perbuatan zina yang telah dilakukannya.

Ibu ini sangat luar biasa. Orang biasanya justru ingin menutupi kesalahannya atau menghindari hukuman jika berbuat salah. Apalagi para koruptor, sekuat tenaga berusaha menghindari hukuman. Ibu ini mau mengakui kesalahannya dan siap menjalani hukuman yang seharusnya diterimanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun