Kami sebanarnya ingin menemui Menasir Warmetan, kepala kampung, tetapi karena tidak ada di rumah maka kami memutuskan menemui Kaur pemerintahan yang dijabat Abraham Wahyeni. Selaian sebagai Kaur Pemerintahan, Abraham juga merangkap sebagai Kepala Dusun Yapan Matembu. Kami disambut dengan ramah di rumahnya yang sederhana tetapi nyaman. Dia senang mengetahui kami dari Yogyakarta. Dia menegaskan semua warga selalu ramah dan terbuka kepada siapapun yang datang, bahkan mau menerima sampai larut malam. Dia bercerita bahwa kampungnya terkenal sebagai penghasil durian yang banyak. Dia bilang, kalau kami datang sebulan yang lalu pasti akan djamu dengan durian yang dapat dinikmati sepuasnya. Memang kami lihat di sekeliling rumah warga banyak pohon durian. Pohonnya besar-besar. Dia cerita ingin menelepon presiden SBY dan sangat berharap SBY bisa datang ke Yapen. Di samping itu ia juga merasa pemerintah kabupaten Kepulauan Yapen selama ini belum cukup menyentuh harapan warga.
Dari yapan, kami menuju Anotaurei yang berbatasan dengan Kampung Yapan. Anotaurei merupakan kawasan perkotaan karena itu bukan sebuah kampung tetapi kelurahan. Kepala Kelurahan yang kami kunjungi di rumahnya, ternyata sedang pergi. Kami berkeliling ke beberapa rumah penduduk sekadar ngobrol dan menanyakan apakah wilayah ini sering dilanda banjir sesuai informasi yang kami terima. Ternyata menurut penuturan penduduk, banjir hanya terjadi kalau hujan lebat dan lama. Kami juga membeli makanan yang akan kami makan di tepi pantai. Kampung berikutnya yang akan kami kunjungi memang merupakan perkampungan pantai (perkampungan laut).
Kami selanjutnya menuju ke pantai Mariadei yang terletak di Kampung mariadei. Ombak berdebur kencng di dermaga. Pemandu kami minta kami menyaksikan ombak dan menguatkan bahwa karena hari ini ombak agak besar maka perjalanan dengan speedboat hari itu dibatalkan. Setelah mobil di parkir di tempat yang tidak terkena limpasan air laut, kami segera menikmati ayam goreng yang dibeli di Anotaurei. Setelah makan saya dan satu teman mencoba mengunyah buah pinang karena pemandu kami sedang mengunyah pinang. Piang yang hijau itu saya coba kupas kulita dengan gigi. Di tengahnya ada sabut berwarna putih kecoklatan dan ada biji berwarna agak orange. Saya langsung mengunyahnya. Rasanya sepet dan pahit. Lima menit saya kunyah ternyata bikin agak nual maka segera saya muntahkan. Agaknya kurang berhasil. Saya berjanji akan mencobanya. Mungkin baru sekali mengunyah pinang jadi rasanya terasa aneh.
Perjalanan kami lanjutkan ke kampung Serui laut. Terlihat perkampungan di atas air. Pemandangan dari atas sangat baiik. Kampung tersebut litarbelakangi gugusan pulau dan air laut tenang di belakangnya. Terlihat indah. Sayang bukit di sekelilingnya banyak digali diambil batu kapurnya. Batu kapur tersebut dijadikan bahan pembuatan bata. Bukit yang rusak karena penambangan sangat mengkuatirkan. Bahaya lonsor dan kekurangan air bersih bisa mengancam. Selanjutnya kami menyusuri perkampungan pasir putir. Pantai di kampung ini cukup bersih. Pemandangan pulau di kejauhan dapat membuat kami bertahan lama menikmati indahnya suasana sore. Rumah dengan rumah dihubungkan dengan jembatan kayu. Benar-benar kampung di atas air. Perjalanan hari ini kami akhiri mdengan menyusuri kampung pasir hitam. Tidak ada kecewanya perjalanan hari ini.
Rabu 2 Desember. Hari ini kami memutuskan mengunjungi distrik Kosiwo yang berda di daratan. Lagi-lagi kami tidak dapat mengujungi distik di laut dengan speedboat karena ombak masih besar. Ada dua kampung utama yang kami tuju yakni Tatui dan Panduami. Dengan mobil dari Serui, kami perlu waktu sekitar 45 menit untuk mencampai kampung tersebut. Kami harus menaiki perbukitan dan menyusuri jalan berkelok yang dikelilili pohon-pohon cukup banyak. Dari atas bukit ini kami dapat melihat sisi lain pulau Yapen dan pantainya yang indah. Pemandangan yang menakjubkan saat kami tiba di kampung Sarawandori Distrik Kosiwo. Di bawahnya nampak teluk yang tenang berwarna kehijauan. Laut yang menjorok ke daratan mirip sebuah danau yang cukup luas. Orang sekitar menyebutnya danau Honei. Tekstur tanah di sekeliling dan atasnya, pohon-pohon yang menyembul di sekelilingnya menyajikan pemandangan yang sangat indah. Kami tidak melewatkan kesempatan untuk mengambil gambarnya. Kami bergerak ke atas lagi untuk melihat teluk ini dengan pandangan yang lebih luas dan nampak tersambung dengan laut yang luas. Sayang obyek keindahan alam ini sepertinya belum dikelola menjadi obyek wisata. Padahal sangat menarik, apalagi jika dilengkapi fasilitas yang lain.
Di salah satu tikungan kampung Sarawandori ini ada bukit yang berbentuk agak membulat dengan ketinggian sekitar 5 meter. Orang menyebutnya sebagai borobudur.