Mohon tunggu...
Winarta Hadiwiyono
Winarta Hadiwiyono Mohon Tunggu... -

Lahir dan tinggal di Sleman, Yogyakarta. Email: winarta@excite.com, oewin@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Orang Yapen Papua Ingin Bertemu Pak SBY

15 Juli 2010   06:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:51 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kami rencananya akan mengunjungi distrik sekitar tangal 1-2 Desember 2009, tapi sangat tergantung cuaca dan keadaan laut. Hari-hari sebelumnya kami gunakan untuk berkeliling Yapen. Tanggal 27 November pagi hujan deras. Hari itu bertepatan dengan Hari Idul Adha. Kami sholat Ied di masjid masjid yang hanya berjarak sekitar 1 Km dari hotel. Di sini toleransi beragama sangat baik. Di depan hotel ada gereja, ketika kami tanya letak masjid orang sekitar dengan ramah menunjukkan.

Siang hari, setelah Sholat Jumat kami mengelilingi Serui, melihat pelabuhan, dan pusat pemerintahan kabupaten Kepulauan Yapen. Pelabuhan agak kotor, sampah-sampah mengotori air sekitar dermaga tempat taksi perahu bersandar. Terlihat kapal besar sedang membongkar muatan. Tidak jauh dari dermaga banyak sekali penjual pinang. Teman saya berkomentar, orang jualan pinang seperi orang menjual pulsa ponsel di Yogyakarta, dapat ditemui di mana-mana.

Selanjutnya kami melihat kantor pemerintahan yang sedang libur karena libur nasional (Idhul Adha). Sebagian besar papan nama masih tertulis Kabupaten Yapen Waropen. Heran saya mengapa tidak segera diganti. Positifnya, mungkin untuk hemat anggaran karena catnya masih bagus. Kami berputar-putar mencari warnet. Warnet tersebut milik kantor Kominfo Kabupaten kepulauan Yapen. Kami hanya memastikan tempatnya dan baru hari berikutnya pergi ke warnet.

Kelihatannya warga mengandalkan informasi dari TV (banyak rumah mempunyai parabola) dan juga radio (RRI). Surat kabar menjadi barang langka. Tidak ada kios surat kabar terlihat selama berada di Yapen. Menurut informasi, surat kabar memang langka biasanya yang masuk sudah terlambat dari tanggal terbitnya.

Malamnya kami mendapat informasi tersedia speedboat yang dapat dipakai tetapi bahan bakarnya belum tersedia. Akhirnya tanggal 28 November kami dapat kepastian ada 200-300 liter bahan bakar yang sudah didapat untuk speedboat. Kami jadi agak tenang, berarti kunjungan ke beberapa distrik nanti dapat dilakukan.

Tanggal 28 November siang kami ke warnet. Akses warnet cukup baik, tarifnya Rp 3.500 per 30 menit. Warnetnya hampir selalu penuh pengunjung. Beruntung kami langsung dapat pakai, tidak harus antri. Menjelang sore barulah kami keluar dari warnet.

Menjelang petang kami bertemu dengan sejumlah orang Yapen. Di sela-sela pertemuan kami bertanya banyak hal. Misalnya bagaimana mungkin lapangan terbang di Yapen namanya diambil dari nama orang Jawa. Menurut mereka tidak ada masalah dengan nama jawa tersebut, "Pak Sujarwo Condronegoro itu orang berjasa." Ditambahakan, tidak perlu mengganti nama lapangan terbang karena tidak ada masalah. Yang bermasalah justru para pejabat di Kepulauan Yapen yang kurang memikirkan kepentingan masyarakat, lebih sering jalan-jalan ke Jawa terutama ke Jakarta. "Kabupaten Kepulauan Yapen ini Kabupaten Palsu," cetusnya. Lho? Menurutnya perkembangan kabupaten kepulauan Yapen sangat lambat. Pemekaran kabupaten dan distrik tidak membawa perubahan yang berarti. Pemekaran hanya menjadi sarana untuk bagi-bagi kekuasaan. Ia sebagai orang Papua asli justru menyesal orang papua yang menjadi pejabat tidak segera memperbaiki daerah papua.

Tanggal 29 November sore kami gunakan untuk keliling kota yang tidak seberapa besar ini. Kami sekali lagi melihat pelabuhan yang tidak terlalu ramai aktifitasnya Yang menarik di sebelah kanan pelabuhan ada semacam pasar yang buka dari pagi sampai malam. Berbagai hasil bumi dijual, seperti ubi jalar, pinang, kangkung, pisang, dan sebagainya. Ada juga ikan. Setiap penjual umumnya tidak menjual barang dalam jumlah besar. Mereka meletakkan pada alas selembar plastik atau terpal ukuran tiga puluh sentimrter sampai satu meter persegi. Pengunjung maupun penjual dari berbagai macam asal, orang Papua, Jawa, sulawesi. Agaknya orang Jawa dan Sulawesi menjadi pendatang paling besar jumlahnya. Orang Papua sendiri yang tinggal di Yapen ada beberapa suku, yang terbesar adalah Onate dan Ansus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun