Penguatan moderasi beragama di Indonesia masuk salah satu program prioritas pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Substansi dari moderasi beragama mampu diwujudkan dalam praktik keseharian di sejumlah lembaga publik.
Moderasi Beragama memiliki beberapa indikator yaitu: 1) komitmen kebangsaan; 2) toleransi; 3) antikekerasan; dan 4) akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Keempat indikator ini dapat digunakan untuk mengenali seberapa kuat moderasi beragama yang dipraktikkan oleh seseorang di Indonesia, dan seberapa besar kerentanan yang dimiliki. Kerentanan tersebut perlu dikenali supaya kita bisa menemukenali dan mengambil langkah langkah yang tepat untuk melakukan penguatan moderasi beragama.
Moderasi pemikiran kenegaraan di kalangan Muslim memang perlu digalakkan. Salah satu pedoman untuk moderasi tersebut adalah pemikiran Gus Dur. Moderasi yang dimaksud ialah perwujudan nilai-nilai politik Islam tanpa terjebak dalam ekstrimisme. Jadi yang dilakukan Gus Dur, NU dan Muslim moderat di Indonesia bukanlah penolakan atas negara Islam. Tidak pula peminggiran Islam dari bangunan kenegaraan dan praktik politik. Pandangan moderat Gus Dur melampaui sekularisasi karena sejak awal Islam yang menjadi way of life dalam bentuk budaya. Kemelekatan agama dengan budaya ini yang membuat Gus Dur dan Muslim moderat tidak menjadikan formalisasi negara Islam sebagai satu-satunya jalan untuk menegakkan agama. Sebab budaya adalah cara paling efektif dalam menghidupkan nilai.
Moderasi pemikiran kenegaraan Islam dilakukan Gus Dur melalui penegakan substansi nilai Islam yang mengacu pada nilai kerahmatan. Dalam kaitan ini, terma rahmat dimaknainya tidak hanya sebagai kasih sayang, tetapi kesejahteraan. Sebab kasih sayang bersifat abstrak dan individualis, sedangkan kesejahteraan adalah praksis dari kasih sayang yang bersifat material dan sosial. Kerahmatan Tuhan inilah yang menjadi substansi Islam yang harus ditegakkan oleh negara, apapun bentuk formal negara tersebut. Dengan menjadikan kerahmatan sebagai substansi politik Islam, Gus Dur lalu membangun teologi politik non formalistik, melainkan demokratik. Yang dibangun lalu bukan bentuk formal keagamaan, tetapi perwujudan nilai-nilai demokratis di dalam Islam.
Istilah moderat di dalam dunia bahasa Arab dikenal dengan al wasathiyah yang dinukil dari al-Qur’an surat al-Baqarah ayat: 143 kata al wasathiyah pada ayat tersebut mengandung makna terbaik dan paling sempurna. Rasulullah SAW juga menyebutkan dalam sebuah hadits bahwa sebaik-baik urusan adalah pertengahannya. Atau dengan kata lain bahwa Islam memandang penyelesaian atas suatu persoalan adalah dengan pendekatan musyawarah dan selalu melihat titik tengah dari persoalan tersebut. Begitu pula ketika menghadapi perbedaan baik antar agama maupun internal Islam (madzhab). Islam yang moderat senantiasa mengutamakan sikap toleransi (tasamuh), dengan tidak mengikis kepercayaan terhadap keyakinan masing-masing. Tujuannya agar semua pihak bisa menerima keputusan dengan lapang dada, tidak menimbulkan hal-hal yang berbau anarkis.
Dalam berbagai kegiatan Diklat Calon Fasilitator Provinsi (FasProv) yang diselenggarakan oleh kementerian agama telah memasukkan materi Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) sebagai salah satu materi kegiatan yang bertajuk “Toleransi dalam Keberagaman) sebanyak 1 jam pelajaran.
Sementara dalam Diklat Refreshment Fasilitator Provinsi yang juga diselenggarakan oleh Kementerian Agama juga memasukkan materi Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) sebagai salah satu materi yang bertajuk “Toleransi dan Penguatan Karakter” sebanyak 2 jam pelajaran.
Di sekolah ini, nilai-nilai moderasi beragama seperti toleransi, antikekerasan, dan nasionalisme terlihat pada kultur dan program-program sekolah, seperti Profil Pelajar Pancasila, budaya sekolah damai, pluralitas agama dan jender, baik dalam organisasi kesiswaan maupun pada kegiatan keagamaan yang mengakomodasi budaya lokal. Bahkan, adanya kolaborasi dengan pihak luar, seperti organisasi nirlaba yang peduli terhadap isu toleransi dan perdamaian.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek RI telah mengeluarkan peraturan menteri nomor 18 tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru, salah satu tujuannya adalah Menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisiplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong pada diri siswa. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui kegiatan wajib seperti (1) Kegiatan penanaman dan penumbuhan akhlak dan karakter; (2) Pengenalan budaya dan tata tertib sekolah (3) Pemilihan tema kegiatan pengenalan lingkungan sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai positif. Serta kegiatan tambahan lain yang menunjang misalnya (1) Beribadah keagamaan bersama, pengenalan pendidikan anti korupsi, cinta lingkungan hidup, dan cinta tanah air. (2) Kegiatan kebanggaan terhadap keanekaragaman dan kebhinekaan, antara lain pengenalan suku dan agama, penggunaan pakaian adat di sekolah. (3) Kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dan pengenalan tata cara membuang sampah sesuai dengan jenis sampah. (4) Penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara efisien. (5) Mengajarkan simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, dan pada saat bergantian memakai fasilitas sekolah. (6) Kegiatan pendidikan bahaya pornografi, narkotika psikotropika, dan zat adiktif lainnya antara lain bahaya merokok.(7) Kegiatan pengenalan dan keselamatan berlalu lintas.
Kementerian Agama, Direktorat Jendral Pendidikan Islam melalui surat edaran yang dikirimkan ke Kantor Wilayah Kementerian Agama tentang Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah telah menetapkan indikator moderasi beragama antara lain (1) Visi rahmatan lil alamin; Kemaslahatan umum, Akhlak karimah dan Kesalehan sosial; (2) Komitmen Kebangsaan; Realitas keragaman, Prinsip kemajemukan dan Empat pilar kebangsaan (3) Adil terhadap sesama; Kesetaraan, Anti korupsi dan Ramah lingkungan (4) Persaudaraan; Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah wathoniyah dan Ukhuwah basyariyah (5) Akomodasi budaya lokal; Etos kerja warisan leluhu, Melestarikan kesenian lokal dan Melestarikan nilai sastra leluhur (6) Santun dan bijak; Berperilaku santun, Dakwah santun, Kepemimpinan yang bijaksana (7) Inovatif, kreatif dan mandiri; Berpikiran terbuka, Bernalar kritis dan Berjiwa kompetitif
Diharapkan setelah mengikuti kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah/Madrasah siswa mampu menerapkan praktik-praktik keseharian yang sesuai dengan indikator utama dalam moderasi beragama. Sebab, komitmen kebangsaan, toleransi, antikekerasan, serta penghargaan pada tradisi atau budaya lokal yang menjadi indikator dari moderasi beragama, tetap dapat ditumbuhkan dan dipraktikkan di lembaga publik sesuai dengan kekhasan dan kebutuhan masing-masing.