Indonesia. Negeriku tercinta yang dikenal dengan Negara kepulauan terbesar di dunia. Tersusun dari ribuan pulau yang membentang dari sabang sampai merauke dimana setiap pulau terdapat sebuah kehidupan. Berbicara tentang kehidupan masyarakat yang ada di Indonesia, saat ini segala aspek kebutuhan masyarakat tidak lepas dengan adanya bantuan energy panas bumi.
PT Pertamina sebagai perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi Negara memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat terutama untuk masyarakat yang hidup di pulau terpencil sebagai pemasok energy baik berupa bahan bakar minyak dan gas. Adanya Distribusi Energi Pertamina ini menjadikan titik terang bagi masyarakat yang tinggal jauh dari kota-kota besar sehingga mereka juga mampu merasakan kemudahan dalam setiap kegiatannya.
Energi Pertamina dan Distribusinya untuk Kepulauan Selayar
Mengelola penambangan minyak dan gas bumi yang ada di Indonesia merupakan tugas dari Pertamina. Dengan memiliki dan mengoperasikan 6 buah unit kilang dengan kapasitas total mencapai 1.046,70 Ribu Barrel, pertamina siap memproduksi berbagai produk yang terdiri dari bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar khusus (BBK), bahan bakar subsidi dan non BBM untuk kemudian di distribusikan ke seluruh pelosok negeri melewati jalur darat, laut dan juga udara. Seperti halnya yang pernah saya alami di Kepulauan Selayar, sebuah pulau yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan dan berpenduduk ±134.000 jiwa. Betapa besar perjuangan pertamina untuk mendistribusikan bahan bakar demi menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan mewujudkan kesejahteraan bersama.
Saat itu saya pergi berlibur sekeluarga untuk sekedar ingin tahu bagaimana kehidupan di kepulauan Selayar karena kakak kandung saya tinggal disana untuk bekerja. Tidak lama, hanya seminggu saja kami berada di kepulauan Selayar yang sepi itu. Hampir setiap pagi saya melihat sebuah truk tangki yang memuat bahan bakar Solar untuk supply mesin pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Bisa dibayangkan jika distribusi bahan bakar Solar tersebut tersendat maka seluruh kepulauan Selayar pasti berubah menjadi gelap gulita tanpa adanya listrik sama sekali.
Terpintas dibenakku, “supir truk tangki ini berangkat jam berapa ya??”, “darimana mengambil distribusi Solarnya? Kota Makassar?? Kan jauh sekali melalui jalur darat” , “kalau cuaca buruk gimana??”, “Kalau truknya mogok gimana??”. Akhirnya pikiran saya berlalu begitu saja. Pikirku, hidup disini sama saja seperti di kota asalku. Listrik sudah ada, masak sudah menggunakan LPG, sepeda motor banyak yang punya. Yah setidaknya masih bisa hidup normal.
Tetapi pikiranku tidak sepenuhnya benar, karena hidup disini butuh pengorbanan yang sangat besar. Ketika LPG di rumah habis kami harus membeli ke pasar yang jaraknya ±8km karena tidak semua toko ada yang menjual LPG, sekalipun ada yang menjual pasti terbatas. Hal itu membuat saya menjadi penasaran bagaimana dengan bensin yang digunakan masyarakat sekitar untuk transportasinya.
Meskipun hanya sebuah kepulauan yang terbilang kecil, tetapi disana sudah banyak alat transportasi seperti sepeda motor, kendaraan umum bahkan mobil pribadi yang digunakan untuk bersekolah ataupun melakukan kegiatan ekonomi lainnya. Tak heran karena sekolah dan pasar disana sangat jauh tempatnya sehingga dengan adanya alat transportasi itu sangat membantu masyarakat. Akses jalan disekitar tempat tinggal kakak saya sudah sangat baik karena sudah beraspal halus hanya saja ada beberapa jembatan yang masih dalam perbaikan.
Pernah suatu hari saya diajak ke pantai dengan kakak saya menggunakan mobil dan ketika mau membeli bensin, ada SPBU lain yang lebih kecil daripada SPBU yang saya lihat sebelumnya. Tetapi anehnya di SPBU ini penjual meletakkan bensin pada beberapa jerigen besar yang sudah tertata sedangkan mesin SPBU tertutup dengan kain. Kemudian penjual itu mulai memasukkan 1 jerigen besar pada tangki mobil. Seketika itu saya bertanya pada kakakku, “Lho emang gitu ta? Kok kaya’ bensin eceran?”. “Iya emang gitu udah ukurannya 10L”. Kemudian saya terdiam. Sepintas saya teringat kota asal saya di Malang, betapa beruntungnya saya terlahir di kota besar dengan segala fasilitas yang ada.