Kasus pelaporan blogger atas tulisannya di media massa ke Polisi seakan masih merupakan tren di masyarakat Indonesia. Setelah persoalan tulisan blogger, Muzni Umar yang diperkarakan oleh SMAN 70 Jakarta karena dinilai mencemarkan nama baik sekolah tersebut, kini muncul lagi kasus serupa. Andrea Hirata berencana memperkarakan blogger Damar Juniartokarena tulisannya di media jurnalisme warga Kompasiana ke meja hijau. Menanggapi kasus ini, Wilson Lalengke menyatakan kekecewaannya kepada pihak-pihak yang masih suka mengkriminalisasikan seseorang karena tulisannya di media.
“Saya sungguh kecewa terhadap warga masyarakat kita, termasuk Andrea Hirata, yang masih doyan memperkarakan warga lainnya ke polisi atau ke pengadilan karena tulisannya. Ini suatu kemunduran peradaban,” kata Wilson di kantornya saat diminta komentarnya.
Seyogyanya, lanjut Wilson yang adalah juga Ketua Umum Persatuan Pewarta Indonesia (PPWI) itu, Andrea Hirata justru diharapkan menjadi pionir dalam mendorong percepatan pencerdasan masyarakat melalui tulisan-tulisan di media massa. Secara subtantif, persoalan yang dipermasalahkan oleh Andrea adalah hal yang absurb, tidak dapat ditakar keabsahannya.
“Bagaimana mungkin seseorang bisa mengukur, menilai, dan langsung menetapkan bahwa dengan tulisan Damar Juniarto yang mengkritik klaim Andrea Hirata atas penghargaan internasional dan titel best seller internasional novel besutannya Laskar Pelangi, langsung bisa diyakini menurunkan kredibilitas dia sebagai penulis handal Indonesia?” imbuh Wilson.
Opini publik yang terbentuk oleh sebuah atau serangkaian tulisan di media massa amat fluktuatif. Jika Andrea Hirata, yang diakui Wilson sebagai sahabatnya itu, ingin menetralisir implikasi dari tulisan blogger Damar Juniarto atau siapaun, maka yang harus dia lakukan adalah menyampaikan ke publik tulisan dan informasi tentang perkara tersebut di media massa dengan porsi lebih banyak, lebih akurat, lebih terpercaya. “Yang mesti dilakukan, yaa, perang opini di media. Siapa yang lebih bisa diterima publik informasi dan argumen-argumennya, yaa itu yang akan menjadi acuan masyarakat,” ujar Wilson.
Kasus kriminalisasi penulis, apapun istilahnya: blogger, pewarta, penulis amatiran, atau bahkan professional, akan berdampak buruk bagi perkembangan peradaban suatu bangsa. Akhirnya, kata Wilson yang menyelesaikan master di bidang Etika Terapan di Universitas Utrecht Belanda itu, warga masyarakat akan dihinggapi oleh inferiority, rasa rendah diri, penuh ketakuatan, dan akhirnya pesimis dalam menyampaikan ide-ide kreatif yang dimiliki warga. Padahal, menurut dia, kemajuan suatu bangsa justru akan terjadi ketika setiap anggota masyarkat terlibat langsung dalam proses berbagi informasi, berbagi pemikiran, berbagi kreatifitas dan inspirasi kepada sesama warga lainnya.
“Apalagi kalau sudah dengar bahwa Andrea Hirata memakai pengacara Yusril Izha Mahendra yang adalah mantan Menkumham. Bisa-bisa, masyarakat langsung terkencing-kencing saat baru mulai menulis,” kata Wilson sambil tertawa bercanda. “Saya justru berharap Pak Yusril jadi mediator saja dalam menyelesaikan persengketaan ide di media massa itu, jangan jadi pembela salah satu pihak. Sikap kenegarawanan Yusril akan terlihat pada kasus ini,” tutup Wilson Lalengke yang baru saja menyelesaikan pendidikan kepemimpinan nasional di Lemhannas itu.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H