[caption id="attachment_217713" align="alignright" width="300" caption="KH. Muh. Ma'shum"][/caption] Menururt KH. Muhammad Ma’shum (Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlah), terdapat perbedaan mencolok antara bodoh dan goblok. Bodoh adalah orang yang belum tahu, sedangkan goblok adalah orang yang sudah tau tapi tidak mau mengerjakan.
Kita telah mengenal berbagai macam istilah yang sama artinya dengan bodoh dan goblok, seperti: tolol, idiot, bego, dungu, dll. Perkara tahu atau tidak tahu arti persisnya satu persatu, siapapun pasti setuju bahwa kata-kata tersebut sangat tidak enak didengar, walaupun digunakan saat bercanda. Toh kita tak pernah menjumpai orang yang benar-benar “terpelajar” (tak hanya sekedar sekolah formal) menggunakan kata-kata kotor dan kasar semacam ini.
Tak perlu membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendengar kata-kata kasar seperti; bodoh, goblok, tolol, dst membuat kita paham bahwa “obyek” omelan sang pelaku tidak cukup cakap dalam berpikir, bicara ataupun bertindak. Tapi aku masih belum punya istilah untuk Orang yang tidak tahu apa-apa tapi sudah berani menyalahkan orang lain yang sudah memiliki dasar keilmuan yang matang dalam melangkah, namun ia tetap keukeuh dengan pendapatnya. Sekalipun ‘orang lain’ tersebut telah mentunjukkan kesahihan dasarnya, ia masih tetap menolak. Hebatnya lagi, ia tidak mau ‘belajar’!
Oh God, dari Planet mana mereka berasal? Bantulah aku mengidentifikasi mereka. :P
Orang seperti ini bodohnya berlapis-lapis. Sudah tidak tahu, tidak mau tahu pula! Ditambah gemar mencela orang. Betapa susahnya jika orang yang kita hadapi ini adalah teman sekelas, sependidikan, satu profesi yang semestinya taraf pemikirannya sederajat dengan kita. At Least untuk hal-hal yang memang standarnya telah kita ketahui bersama. Pasti bakal mentok jika diskusi.
[caption id="attachment_217715" align="alignright" width="300" caption="Bodoh yang berlapis-lapis"]
Kita telah mengenal arti kebenaran. Kebenaran adalah apa yang ia yakini benar. Dan itu tidak mutlak, maka tidak dibenarkan jika kita mengatas namakan kebenaran yang kita anut untuk menyalahkan kebenaran yang diyakini orang lain. Sangat tidak terpelajar namanya!
Untuk menjadi terpelajar memang tak perlu miliki ribuan buku di rumah, namun paling tidak kita luangkan waktu untuk membaca, belajar ilmu tentang bagaimana caranya hidup selaras menjaga keseimbangan dengan semua partikel di jagad raya ini. Iqro’ dalam Al-Qur’an Surat Al-Falaq adalah perintah membaca apapun, mulai dari tulisan hingga hikmah suatu kejadian. Dan yang dimaksud membaca pun tak hanya menelan apa yang diajarkan tentang (contoh) 1 + 1 = 2 di pelajaran Matematika, namun lebih dari itu kita harus memahami bahwa kebajikan ditambah kebajikan adalah kebajikan yang berlipat.
Betapa pentingnya kita menelaah berbagai macam ilmu agar tak menjadi “orang tersebut di atas”. Jika memang waktu yang dimiliki sangat sempit sehingga tidak mungkin membaca hal lain di luar fokus, tekunilah baik-baik ilmumu, galilah pelajaran yang dapat dipetik sedalam-dalamnya, jangan hanya ditelan mentah-mentah dan hanya berakhir di bangku ujian atau laporan! Jika kasusnya seperti ini, kita tak akan pernah beranjak dari kegoblokan massal. Sekali goblok tetap goblok. Setinggi apapun pendidikan formalmu tak akan mampu mengubah keterbelakangan pemikiranmu.
Ah, pengalamanku menghadapi orang-orang seperti “mereka” memberi pelajaran berharga; tidak usah berlama-lama dengan orang seperti ini. Buang-buang tenaga dan malah kelihatan goblok. Sederhana saja, selama mereka tidak mau belajar mendengar dan menerima, mereka masih bertahan dengan “kebodohan berlapis-lapisnya”.
Sekarang, hanya satu pertanyannya, apa sebutan untuk mereka?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H